Ketika ada umat yang demikian tentu muncullah banyak tanggapan yang cenderung saling mempersalahkan, baik itu mempersalahkan orang tersebut dengan suatu ungkapan yang menyatakan bahwa orang tersebut berarti mau beriman sesuka hatinya, tidak bisa menghayati kedalaman dan keskudusan ibadah hari minggu yakni perayaan Ekaristi. Masih banyak lagi penilaian negative yang pasti ditujukan kepada umat yang demikian. Di pihak lain, pasti ada juga yang mempersalahkan Gereja, Hirarki dengan suatu penilaian tidak menanggapi kebutuhan zaman ataupun kebutuhan umatnya. Ada yang mengatakan bahwa ibadah Gereja itu kolot, monoton, kurang

Suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa karakter dan pribadi masing-masing orang berbeda-beda. Hal ini tentu juga bisa berpengaruh pada bentuk pengungkapan iman. Menghargai perbedaan pribadi dan karakter memang baik, tetapi bila terlalu melepas dengan sebebas-bebasnya, tentu malah tidak akan ada kesatuan, bisa jadi masing-masing menjalankan seturut seleranya padahal hal itu belum tentu baik dan benar. Jadi tetap harus ada suatu aturan yang baku untuk menjaga kesatuan, tetapi juga terbuka pada keragaman pribadi-pribadi dan berusaha untuk membinanya sesuai dengan iman yang benar. Hal inilah yang telah dan selalu diupayakan oleh Gereja dengan adanya kelompok-kelompok kategorial dalam Gere

Suatu alasan yang kurang tepat bila Paroki mengadakan kelompok doa karismatik karena daripada lari ke kelompok doa karismatik Gereja lain. Tetapi lebih baik bila karena menyadari bahwa dalam diri umat ada kerinduan untuk mengungkapkan imannya dengan cara yang demikian dan melihat bahwa hal itu adalah termasuk kekayaan hidup beriman dalam iman. Dengan menyadari inilah Gereja merangkul mereka, memberi wadah dan sekaligus membina kelompok ini agar tetap pada ajaran iman katolik yang benar. Inipulalah yang diungkapkan pastor paroki Tigalingga dalam kotbahnya ketika Perayaan Ekaristi sebagai awal dimulainya kembali kelompok doa karismatik

Pembukaan kembali dan Peresmian adanya Kelompok Doa Karismatik ini diadakan pada hari Jumat 1 Oktober 2010 dalam perayaan Ekaristi di Gereja Paroki. Dalam perayaan ekaristi ini dihadiri oleh sebanyak 35 orang anggota, beberapa umat yang hadir dan juga anggota kelompok karismatik dari Paroki tetangga yaitu paroki Sidikalang sebanyak 12 orang. Perayaan Ekaristi sungguh berjalan dengan indah, sacral dan meriah, apalagi karena kelompok dari paroki Sidikalang hadir lengkap dengan pemain musiknya. Pemandu lagu-lagu pujian dan music dikomandoi oleh ibu Vera Sinaga dari paroki Sidikalang.
Sesudah perayaan Ekaristi selesai, acara dilanjutkan dengan ramah tamah di aula paroki. Di luar dugaan semula, ternyata di aula bukan hanya minum ala kadarnya, tetapi diadakan makan bersama. Ini terjadi pasti karena sukacita dalam Roh pada kelompok yang dari paroki Tigalingga, karena merasa bergembira bahwa mereka sudah punya kelompok doa di paroki. Sehabis makan bersama, diteruskan dengan pemilihan pengurus yakni ketua, sekretaris dan bendahara. Proficiat dan selamat berdoa dan melayani Gereja.