HARI RAYA St. YUSUF, SUAMI SP. MARIA : Sabtu 19 Maret 2011
2Sam 7:4-5a,12-14a,16, Mzm 89:2-3,4-5,27,29, Rm 4:13,16-18,22,
Mat 1:16,18-21,24a atau Luk 2:41-51a
2Sam 7:4-5a,12-14a,16, Mzm 89:2-3,4-5,27,29, Rm 4:13,16-18,22,
Mat 1:16,18-21,24a atau Luk 2:41-51a
Yusuf tokoh teladan hidup beriman.
BACAAN INJIL:
Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus. Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya.
Demikianlah Injil Tuhan bagi kita hari ini.
RENUNGAN:
Kitab Suci tidak banyak berbicara tentang Yusuf dan hampir tidak ada kata-kata yang keluar dari Yusuf yang tercatat dalam Kitab Suci. Yusuf tampil sebagai tokoh yang banyak diam. Demikian juga halnya, penghormatan ataupun gelar yang diberikan kepada dia juga jauh lebih sedikit dibanding dengan penghormatan dan gelar yang diberikan kepada Maria. Dalam dunia teologi juga kita mendengar ada ilmu tentang Maria, yakni Marialogi, tetapi kita tidak pernah mendengar yang namanya Yusuflogi. Sama seperti dirinya yang digambarkan dalam Kitab Suci, Yusuf sebagai tokoh yang banyak diam, demikian juga halnya dalam kehidupan Gereja seakan dia juga didiamkan atau kurang banyak perhatian. Yusuf seakan kalah popular dibandingkan dengan Maria. Kalaupun Gereja menghormati beliau dengan menetapkan perayaan khusus kepadanya, (baca di sini) tentu bukanlah hanya karena dia suami Maria, bukan pula hanya karena dia mendapat keuntungan karena kepopuleran Maria tetapi juga mempunyai peran penting dalam karya keselamatan Allah. Di dalam Kitab Suci kita dapat melihat beberapa hal yang membuat Yusuf memang layak untuk dihormati dan mendapat tempat dalam Gereja.
Kitab Suci menggambarkan bahwa Yusuf adalah orang yang tulus hati. Karena dia tulus hati, maka ketika dia mendengar bahwa Maria tunangannya telah hamil dan itu bukan dari dirinya, dia tidak mau mempermalukan Maria, tetapi hendak menceraikan Maria dengan diam-diam. Apa yang dilakukan oleh Yusuf adalah wajar, sebab tidak ada pria yang akan menerima begitu saja bila tunangannya hamil dan bukan dari dirinya. Yang diluar kewajaran atau tidak mungkin dilakukan banyak pria adalah sikap Yusuf yang tidak mau mempermalukan Maria, yakni menceraikannya dengan diam-diam. Menceraikan dengan diam-dima, bisa saja dengan cara dia pergi jauh meninggalkan Maria atau bisa dengan cara lain. Itu kurang penting kita pikirkan. Yang kita renungkan dari sikap Yusuf adalah ketulusan hatinya. Sifar tulus hati adalah salah satu buah dari iman dan ketulusan hati itu berbuah pada sikap hidup yang tidak mau membuat orang lain menderita. Yusuf juga orang beriman dan itu terbukti ketika dia masih dalam keraguan akan keputusan yang mau dia ambil atas Maria, dalam mimpi malaikat Allah menampakkan diri dan berkata kepadanya agar dia tidak usah takut mengambil Maria sebagai istrinya karena Maria mengandung bukan dari manusia, tetapi dari Roh Kudus dan malaikan itu juga menerangkan siapa anak yang dikandung oleh Maria. Dalam peristiwa itu, Yusuf hanya mendengar, tidak bertanya apa-apa akan apa yang dikatakan oleh Malaikan itu. Tetapi sesudah bangun, tanpa pikir panjang, Yusuf langsung menjalankan apa yang dikatakan oleh Malaikat itu kepadanya dalam mimpi. Tepatlah bahwa Yusuf orang beriman yang taat melaksanakan perintah Allah, walau hanya dalam mimpi dia terima perintah itu dan walau tentu hal itu berat untuk dilaksanakannya tetapi dia menerima dan melaksanakannya.
Yusuf juga orang yang setia pada keputusan yang dia ambil. Sebab sesudah dia mengambil Maria sebagai isterinya, dia menjalankan hidupnya sungguh sebagai suami Maria dan kepala keluarga yang baik. Sebab bisa saja seorang pria tetap menikahi wanita atau pasangannya walau sudah hamil dan itu bukan dari dirinya, hanya untuk menjaga supaya wanita itu tidak malu pada saat itu saja, tetapi sesudah menikahi wanita itu, si pria itu tidak peduli karena menganggap wanita itu sudah mengkhinati cintanya. Bahkan bisa saja setelah anak wanita yang dinikahi itu lahir, si pria itu menceraikan wanita itu. Atau bisa saja setelah menikahi wanita seperti itu, si pria menggunakan hal itu menjadi jalan atau alasan untuk menekan pasangannya. Namun hal demikian tidak dilakukan oleh Yusuf. Yusuf sungguh setia pada keputusan yang telah dia ambil.
Kesetiaan Yusuf pada keputusan yang sudah dia ambil, tampaknya nyata pada tanggungjawabnya yang begitu besar kepada Maria atau keuarga mereka. Sehubungan dengan hal ini, Kitab Suci mencatat dengan baik bagaimana perjuangan Yusuf untuk merawat dan melindungi Maria. Ketika Maria sudah dalam keadaan hamil besar, Yusuf berusaha mencari penginapan yang layak untuk Maria saat melahirkan, walaupun akhirnya mereka tidak mendapat tempat. Demikian juga Yusuf beberapa kali harus membawa Maria bersama dengan Yesus anaknya melarikan diri untuk menyelamatkan Maria dan Yesus anaknya dari niat Herodes yang akan membunuh Yesus. Yusuf tetap melindungi keluarganya dan sungguh tidak menghendaki keluarganya celaka. Demikian juga dia bersama Maria mencari Yesus selama tiga hari ketika hilang karena terintinggal di Bait Allah dan setelah menemukan Yesus di sana, Kitab Suci tidak mencata bahwa Yusuf kesal ataupun marah, malah Kitab Suci mencatat sikap Maria yang sedikit kesal karena ulah Yesus.
Secara singkat kita katakan bahwa memang Yusuf juga mempunya peran dalam karya keselamatan Allah. Iman Yusus yang berbuah pada ketulusan hati dan kesetiaan serta tanggungjawab atas keluarga, menjadikan karya keselaamtan Allah berjalan dengan lancer.
Oleh karena itu, baiklah kiranya kita menghormati Yusuf dan menjadikan sebagai teladan iman kita. Kepada para pria yang berkeluarga dan dan menjadi suami, baiklah kiranya menjadikan Yusuf sebagai teladan dalam menjalankan peran sebagai suami dan kepala keluarga. Para suami hendaknya dengan tulus mencintai istri dan anak-anaknya. Cinta yang tulus tentu terpancara pada sikap hidup yang mau menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada istrinya, sikap hidup yang tidak mau mempermalukan pasangan, sikap hidup yang senantiasa menghindarkan perbuatan-perbuatan yang membuat istri atau keluarga menjadi malu atau menderita. Suami yang baik tentu juga seperti Yusuf yang bertanggungjawab penuh atas kelangsungan hidup keluarga, baik itu hidup fisik dan hidup iman keluarga. Suami yang kristian tentu juga hidup dalam iman dan memelihara iman dalam keluarga, seperti Yusuf yang beriman, juga seperti Yusuf yang menyelamatkan Yesus dari pembunuhan Herodes, itu juga berarti memelihara kehadiran Yesus dalam keluarga. Demikian juga halnya, suami memelihara kehadiran Yesus dalam keluarganya dan suami berusaha memelihara iman keluarga.
Tentu Hari Raya hari dan sabda hari ini bukan hanya menjadi permenungan bagi pria yang beristri atau berkeluarga. Kita semua juga bisa meneladan Yusuf sebagai teladan hidup kaum beriman. Iman kita hendaknya berbuah dalam ketulusan hati mengasihi orang lain, sehingga kita berusaha untuk berbuat hal yang baik kepada sesama. Dengan tulus kita mengasihi sesama kita, menerima mereka dengan segala kelebihan dan kekurangan sesama. Kekurangan sesama, jangalah kiranya kita jadikan sebagai bahan pembicaraan dan kita ikut menyebarkan kekurangan sesama. Tetapi hendaknya kekurangan sesama kita jadikan berkat Tuhan yang mana itu menjadi jalan bagi kita untuk membantu mereka mengatasi kekurangan mereka.
Sama seperti Yusuf yang setia pada keputusannya untuk menerima Maria sebagai isterinya, demikianpun kita hendaknya setia pada janji yang kita ucapkan. Kita semua sudah mempunya janji yang kita janjikan pada saat baptisan yakni menjadi pengikut Kristus. Kita hendaknya kommit atau setia pada janji baptis dan Krisma yang telah kita terima. Demikian juga halnya pada janji-janji baik yang kita lakukan, hendaknya kita selalu berusaha menepati semua janji itu.
Yusuf memelihara hidup Maria dan Yesus anaknya. Demikianpun kita ikut bertanggungjawab atas hidup sesama kita baik itu hidup iman dan hidup jasmani sesama kita. Tanggungjawab kita atas hidup jasmani sesemam itu kita wujudkan dengan tidak ambil bagian atas penderitaan sesama, tidak ambil bagian ikut membuat sesama menderita, tetapi dengan rela hati mau berbagi berkat dan sukacita dengan sesama kita. Penderitaan dan kemiskian seseorang bisa membuat iman seseorang menjadi lemah. Oleh karena itu, dengan rela berbagi berkat dengan orang lain, perbuatan kita yang kita lakukan dengan tulus dan buah dari iman kita menjadi suatu pernyataan bagi mereka bahwa Allah itu baik, sehinggga secara tidak langsung kita ikut meneguhkan dan memelihara iman mereka akan Allah.
Setiap kita juga tentu pasti mengalami persoalan sulit yang membuat kita bingung. Yusuf dalam keraguannnya mengahadapinya dengan sikap diam. Sikap diam Yusuf kita mengerti sebagai sikap menarik diri dari kehidupan dan masuk dalam keheningan batin untuk merenungkan persoalan yang dihadapi. Dalam diam atau keheningan itu, Yusuf mendapat pencerahan dari Tuhan lewat malaikat Allah. Demikian juga halnya, saat mengalami masa-masa sulit, hendaknya kita tidak langsung panic dan mengambil keputusan. Hendaknya kita masuk dalam keheningan bersama dengan Yesus. Dalam keheningan itu, kita hanya berdua bersama Tuhan dan kita memohon pertolongan dan pencerahan dari Tuhan agar kita bisa mengambil langkah yang tepat dalam menghadapi masa-masa sulit kita. Sama seperti Yusuf, Tuhanpun akan datang membantu kita dalam keheningan batin itu.
Masih banyak hal yang bisa kita pelajari dan teladani dari Santo Yusuf si pendiam. Oleh karenanya, baiklah kiranya kita menghormati dan meneladan dia dalam hidup beriman. Amin.
BACAAN INJIL:
Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus. Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibu-Nya, bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: "Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka." Sesudah bangun dari tidurnya, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Ia mengambil Maria sebagai isterinya.
Demikianlah Injil Tuhan bagi kita hari ini.
RENUNGAN:
Kitab Suci tidak banyak berbicara tentang Yusuf dan hampir tidak ada kata-kata yang keluar dari Yusuf yang tercatat dalam Kitab Suci. Yusuf tampil sebagai tokoh yang banyak diam. Demikian juga halnya, penghormatan ataupun gelar yang diberikan kepada dia juga jauh lebih sedikit dibanding dengan penghormatan dan gelar yang diberikan kepada Maria. Dalam dunia teologi juga kita mendengar ada ilmu tentang Maria, yakni Marialogi, tetapi kita tidak pernah mendengar yang namanya Yusuflogi. Sama seperti dirinya yang digambarkan dalam Kitab Suci, Yusuf sebagai tokoh yang banyak diam, demikian juga halnya dalam kehidupan Gereja seakan dia juga didiamkan atau kurang banyak perhatian. Yusuf seakan kalah popular dibandingkan dengan Maria. Kalaupun Gereja menghormati beliau dengan menetapkan perayaan khusus kepadanya, (baca di sini) tentu bukanlah hanya karena dia suami Maria, bukan pula hanya karena dia mendapat keuntungan karena kepopuleran Maria tetapi juga mempunyai peran penting dalam karya keselamatan Allah. Di dalam Kitab Suci kita dapat melihat beberapa hal yang membuat Yusuf memang layak untuk dihormati dan mendapat tempat dalam Gereja.
Kitab Suci menggambarkan bahwa Yusuf adalah orang yang tulus hati. Karena dia tulus hati, maka ketika dia mendengar bahwa Maria tunangannya telah hamil dan itu bukan dari dirinya, dia tidak mau mempermalukan Maria, tetapi hendak menceraikan Maria dengan diam-diam. Apa yang dilakukan oleh Yusuf adalah wajar, sebab tidak ada pria yang akan menerima begitu saja bila tunangannya hamil dan bukan dari dirinya. Yang diluar kewajaran atau tidak mungkin dilakukan banyak pria adalah sikap Yusuf yang tidak mau mempermalukan Maria, yakni menceraikannya dengan diam-diam. Menceraikan dengan diam-dima, bisa saja dengan cara dia pergi jauh meninggalkan Maria atau bisa dengan cara lain. Itu kurang penting kita pikirkan. Yang kita renungkan dari sikap Yusuf adalah ketulusan hatinya. Sifar tulus hati adalah salah satu buah dari iman dan ketulusan hati itu berbuah pada sikap hidup yang tidak mau membuat orang lain menderita. Yusuf juga orang beriman dan itu terbukti ketika dia masih dalam keraguan akan keputusan yang mau dia ambil atas Maria, dalam mimpi malaikat Allah menampakkan diri dan berkata kepadanya agar dia tidak usah takut mengambil Maria sebagai istrinya karena Maria mengandung bukan dari manusia, tetapi dari Roh Kudus dan malaikan itu juga menerangkan siapa anak yang dikandung oleh Maria. Dalam peristiwa itu, Yusuf hanya mendengar, tidak bertanya apa-apa akan apa yang dikatakan oleh Malaikan itu. Tetapi sesudah bangun, tanpa pikir panjang, Yusuf langsung menjalankan apa yang dikatakan oleh Malaikat itu kepadanya dalam mimpi. Tepatlah bahwa Yusuf orang beriman yang taat melaksanakan perintah Allah, walau hanya dalam mimpi dia terima perintah itu dan walau tentu hal itu berat untuk dilaksanakannya tetapi dia menerima dan melaksanakannya.
Yusuf juga orang yang setia pada keputusan yang dia ambil. Sebab sesudah dia mengambil Maria sebagai isterinya, dia menjalankan hidupnya sungguh sebagai suami Maria dan kepala keluarga yang baik. Sebab bisa saja seorang pria tetap menikahi wanita atau pasangannya walau sudah hamil dan itu bukan dari dirinya, hanya untuk menjaga supaya wanita itu tidak malu pada saat itu saja, tetapi sesudah menikahi wanita itu, si pria itu tidak peduli karena menganggap wanita itu sudah mengkhinati cintanya. Bahkan bisa saja setelah anak wanita yang dinikahi itu lahir, si pria itu menceraikan wanita itu. Atau bisa saja setelah menikahi wanita seperti itu, si pria menggunakan hal itu menjadi jalan atau alasan untuk menekan pasangannya. Namun hal demikian tidak dilakukan oleh Yusuf. Yusuf sungguh setia pada keputusan yang telah dia ambil.
Kesetiaan Yusuf pada keputusan yang sudah dia ambil, tampaknya nyata pada tanggungjawabnya yang begitu besar kepada Maria atau keuarga mereka. Sehubungan dengan hal ini, Kitab Suci mencatat dengan baik bagaimana perjuangan Yusuf untuk merawat dan melindungi Maria. Ketika Maria sudah dalam keadaan hamil besar, Yusuf berusaha mencari penginapan yang layak untuk Maria saat melahirkan, walaupun akhirnya mereka tidak mendapat tempat. Demikian juga Yusuf beberapa kali harus membawa Maria bersama dengan Yesus anaknya melarikan diri untuk menyelamatkan Maria dan Yesus anaknya dari niat Herodes yang akan membunuh Yesus. Yusuf tetap melindungi keluarganya dan sungguh tidak menghendaki keluarganya celaka. Demikian juga dia bersama Maria mencari Yesus selama tiga hari ketika hilang karena terintinggal di Bait Allah dan setelah menemukan Yesus di sana, Kitab Suci tidak mencata bahwa Yusuf kesal ataupun marah, malah Kitab Suci mencatat sikap Maria yang sedikit kesal karena ulah Yesus.
Secara singkat kita katakan bahwa memang Yusuf juga mempunya peran dalam karya keselamatan Allah. Iman Yusus yang berbuah pada ketulusan hati dan kesetiaan serta tanggungjawab atas keluarga, menjadikan karya keselaamtan Allah berjalan dengan lancer.
Oleh karena itu, baiklah kiranya kita menghormati Yusuf dan menjadikan sebagai teladan iman kita. Kepada para pria yang berkeluarga dan dan menjadi suami, baiklah kiranya menjadikan Yusuf sebagai teladan dalam menjalankan peran sebagai suami dan kepala keluarga. Para suami hendaknya dengan tulus mencintai istri dan anak-anaknya. Cinta yang tulus tentu terpancara pada sikap hidup yang mau menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada istrinya, sikap hidup yang tidak mau mempermalukan pasangan, sikap hidup yang senantiasa menghindarkan perbuatan-perbuatan yang membuat istri atau keluarga menjadi malu atau menderita. Suami yang baik tentu juga seperti Yusuf yang bertanggungjawab penuh atas kelangsungan hidup keluarga, baik itu hidup fisik dan hidup iman keluarga. Suami yang kristian tentu juga hidup dalam iman dan memelihara iman dalam keluarga, seperti Yusuf yang beriman, juga seperti Yusuf yang menyelamatkan Yesus dari pembunuhan Herodes, itu juga berarti memelihara kehadiran Yesus dalam keluarga. Demikian juga halnya, suami memelihara kehadiran Yesus dalam keluarganya dan suami berusaha memelihara iman keluarga.
Tentu Hari Raya hari dan sabda hari ini bukan hanya menjadi permenungan bagi pria yang beristri atau berkeluarga. Kita semua juga bisa meneladan Yusuf sebagai teladan hidup kaum beriman. Iman kita hendaknya berbuah dalam ketulusan hati mengasihi orang lain, sehingga kita berusaha untuk berbuat hal yang baik kepada sesama. Dengan tulus kita mengasihi sesama kita, menerima mereka dengan segala kelebihan dan kekurangan sesama. Kekurangan sesama, jangalah kiranya kita jadikan sebagai bahan pembicaraan dan kita ikut menyebarkan kekurangan sesama. Tetapi hendaknya kekurangan sesama kita jadikan berkat Tuhan yang mana itu menjadi jalan bagi kita untuk membantu mereka mengatasi kekurangan mereka.
Sama seperti Yusuf yang setia pada keputusannya untuk menerima Maria sebagai isterinya, demikianpun kita hendaknya setia pada janji yang kita ucapkan. Kita semua sudah mempunya janji yang kita janjikan pada saat baptisan yakni menjadi pengikut Kristus. Kita hendaknya kommit atau setia pada janji baptis dan Krisma yang telah kita terima. Demikian juga halnya pada janji-janji baik yang kita lakukan, hendaknya kita selalu berusaha menepati semua janji itu.
Yusuf memelihara hidup Maria dan Yesus anaknya. Demikianpun kita ikut bertanggungjawab atas hidup sesama kita baik itu hidup iman dan hidup jasmani sesama kita. Tanggungjawab kita atas hidup jasmani sesemam itu kita wujudkan dengan tidak ambil bagian atas penderitaan sesama, tidak ambil bagian ikut membuat sesama menderita, tetapi dengan rela hati mau berbagi berkat dan sukacita dengan sesama kita. Penderitaan dan kemiskian seseorang bisa membuat iman seseorang menjadi lemah. Oleh karena itu, dengan rela berbagi berkat dengan orang lain, perbuatan kita yang kita lakukan dengan tulus dan buah dari iman kita menjadi suatu pernyataan bagi mereka bahwa Allah itu baik, sehinggga secara tidak langsung kita ikut meneguhkan dan memelihara iman mereka akan Allah.
Setiap kita juga tentu pasti mengalami persoalan sulit yang membuat kita bingung. Yusuf dalam keraguannnya mengahadapinya dengan sikap diam. Sikap diam Yusuf kita mengerti sebagai sikap menarik diri dari kehidupan dan masuk dalam keheningan batin untuk merenungkan persoalan yang dihadapi. Dalam diam atau keheningan itu, Yusuf mendapat pencerahan dari Tuhan lewat malaikat Allah. Demikian juga halnya, saat mengalami masa-masa sulit, hendaknya kita tidak langsung panic dan mengambil keputusan. Hendaknya kita masuk dalam keheningan bersama dengan Yesus. Dalam keheningan itu, kita hanya berdua bersama Tuhan dan kita memohon pertolongan dan pencerahan dari Tuhan agar kita bisa mengambil langkah yang tepat dalam menghadapi masa-masa sulit kita. Sama seperti Yusuf, Tuhanpun akan datang membantu kita dalam keheningan batin itu.
Masih banyak hal yang bisa kita pelajari dan teladani dari Santo Yusuf si pendiam. Oleh karenanya, baiklah kiranya kita menghormati dan meneladan dia dalam hidup beriman. Amin.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.