RENUNGAN HARI MINGGU: 23 JUNI 2013
(HARI MINGGU BIASA XXIII)
Keb. 9:13-18; Mzm. 90:3-4,5-6,12-13,14,17; Flm. 9b-10,12-17; Luk. 14:25-33
INJIL : Luk. 14:25-33
“Barang siapa tidak melepaskan diri dari segala miliknya, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”
Pada suatu kali banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Sambil berpaling Ia berkata kepada mereka: "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya. Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian. Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.
RENUNGAN:
Dalam suatu kerumunan pasti tidak semua orang dalam kerumunan itu punya tujuan atau motivasi yang sama. Tujuang setiap orang dalam suatu kerumuman pasti berbeda-beda. Demikian halnya yang terjadi atas orang ramai yang berkerumun mengikuti Yesus. Yesus tentu tahu tujuan dari masing-masing yang mengerumini Dia, tentu Yesus tahu bahwa tidak semua mereka itu yang sungguh percaya kepada Dia. Oleh karena itu, pada kesempatan itu, Yesus mengingatkan kembali syarat untuk mengikuti Dia.
Yesus mengatakan bahwa "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Orang banyak yang saat itu berkerumun tentu sangat kaget mendengar kata-kata Yesus.
Sepintas seakan Yesus malah mengajarkan untuk membenci orang lain, apalagi membeci keluarga dan orang tua. Ini tentu sangat mengherankan. Mana mungkin orang disuruh membenci orang lain, apalagi orang tua. Namun bukan demikian yan g dimaksudkan oleh Yesus. Lewat perkataan itu, Yesus mengingatkan pendengar dan kita bahwa untuk menjadi pengikuti-Nya, harus mencintai Dia diatas segala-galanya, bahkan melebihi cinta kepada orang tua. Cinta kepada Yesus harus lebih utama. Juga Yesus mengatakan bahwa untuk menjadi pengikut-Nya harus rela memikul salibnya setiap hari.
Dalam idup kita, banyak cinta yang kita hidupi, ada cinta kepada orang tua, cinta kepada sanak saudara, cinta kepada harta dan cinta kepada yang lain selain Yesus sendiri. Kita diingatkan untuk mencintai Dia lebih utama dari cinta-cinta kita kepada yang lain. Syarat yang diberikan Yesus sungguh mengangetkan kita dan tentu sangat berat. Apakah hal ini mungkin kita lakukan?
Beratnya syarat yang diberikan oleh Yesus, bukan sekedar main-main tetapi suatu keharusan.
Keseriusan itu dinyatakan oleh Yesus dengan dua perumpamaan, yakni tentang seorang yang membangun menara dan yang hendak mau berperang.
Membangun menara tentu bukan pekerjaan yang mudah. Injil tidak mengatakan menara apa yang dimaksud oleh Yesus, namun yang jelas menara adalah bangunan yang tinggi melebihi bangunan rumah. Untuk membangun menaras, seseorang harus mengukur kemampuannya sebelum membangun, agar jangan terjadi pembangunan sudah dimulai tetapi tidak bisa dilanjutkan atau diselesaikan karena dana dan kemampuan tidak cukup.
Mengikuti Yesus seperti orang yang hendak membangun menara, kita mau menuju suatu yang tinggi, yang membutuhkan perjuangan, kerja keras dan modal. Dengan demikian, Yesus mengingatkan kita agar kita sebelum mengikuti Yesus untuk menuju tempat yang tinggi, harus mengukur dulu kemampuan kita, apakah kita sanggup atau tidak.
Syarat kedua yang diberikan oleh Yesus adalah seperti seorang raja yang mau berperang melawan raja yang lain. Raja itu harus mempertimbangkan dulu apakah pasukannya yang hanya sepuluh ribu orang sanggup melawan pasukan raja lain yang jumlahnya dua puluh ribu orang. Raja yang bijaksana itu pasti akan mempertimbangkan dengan baik akan kemampuan tentaranya dan apabila memang merasa tidak sanggup, dia akan mengutus utusan ke raja yang lain untuk menanyakan syarat perdamaian. Demikian pula halnya dalam mengikuti Yesus.
Lewat perumpamaan ini kepada kita diingatkan bahwa mengikuti Dia, kita seperti hendak berperang melawan banyak musuh. Artinya, kita pasti akan mengalami banyak tantangan, persoalan dan bahwa musuh yang tidak menghendaki kita mengikuti Yesus.
Menyimat syarat yang diberikan Yesus, sungguh bagi kita sangat berat. Memang mengikuti Yesus bukanlah mudah, karena Yesus sendiri tidak pernah menjanjikan rasa nyaman tanpa persoalan, bahkan dengan terang-terangan Yesus mengingatkan kita akan resiko bila mengikuti Dia. Dengan demikian, masih maukah kita mengikuti Dia? Kita renungkan dalam hati.
Syarat yang diberikan oleh Yesus memang berat sehingga kita berpikir kita tidak akan sanggup untuk mengikutinya. Memang secara manusiawi tidak ada diantara kita yang layak dan sanggup menjadi murid-Nya. Namun kita jangan lupa bahwa Yesus Tuhan adalah mahakasih. Sebagaimana Yesus memilih Petrus dan rasul yang lain, bukan karena mereka kuat, mampu dan layak, tetapi karena Yesus memilih mereka dan Yesus sendiri mengajar, menguatkan dan berdoa untuk mereka.
Demikian juga halnya dengan kita dalam mengikuti Dia. Kita harus jujur mengakui bahwa kita sungguh tidak layak, tidak sanggup mengikuti Yesus dengan memenuhi syarat yang diberikan-Nya, namun kita harus yakin bahwa Yesus pasti menguatkan dan menolong kita. Untuk itu kita harus dengan rendah hati mengakui kelemahan, ketidakmampuan kita dan dengan rendah hati menyerahkan diri kepada dia. Kita dapat mengikuti Yesus bukan karena kita mampu dan layak, tetapi karena rahmat Tuhan yang akan membantu kita. Oleh sebab itulah, baiklah kita selalu rendah hati, datang kepada-Nya untuk memohon supaya dikuatkan agar kita sanggup senantiasa melajar mengikutinya. Mengikuti Yesus tidaklah sekali jadi, dibutuhkan pengorbanan, kerja keras dan proses terus menerus, untuk itu kita harus selalu menjalin relasi dengan Yesus dan senantiasa memurnikan motivasi kita dalam mengikuti Dia. Amin.