HIDUP MEMBIARA AKTIF BERAKAR KONTEMPLASI BERJIWA NABI DAN BERKINERJA GLOBAL TRANSFORMASI
Oleh Mgr. Julianus Sunarka, SJ
Perlu dipertimbangkan bahwa "berakar dalam kontemplasi" berbeda dengan " berakar kontemplasi ". Kata "berakar dalam", kontemplasi sendiri merupakan unsur luar dari kehidupan pribadi yang bersangkutan. Sedangkan "berakar kontemplasi", ya kontemplasi itu sendirilah yang menjadi akar kehidupan rohani. Bila kontemplasi menjadi akar, baiklah orang merenungkan peran akar dalam segala macam tumbuh-tumvuhan. Rasanya yang dihayati oleh para mistikus aktif, ialah menempatkan kontemplasi sebagai akar dan bukannya kontemplasi sebagai unsur di luar manusia. Fungsi akar bgi tumbuh-tumbuhan adalah bagian vital tumbuh-tumbuhan untuk menyerap segala unsur yang diperlukan oleh tumbuh-tumbuhan bisa hidup.Demikian pula kontemplasi menjadi akar kehidupan rohani, ini berarti yang mempunyai fungsi menyerap semua unsur diluar diri manusia sehingga manusia secara rohani dapat hidup. Bagaimana halnya bahwa kontemplasi mempunyai daya penyerapan daya kehidupan ?
APA ITU KONTEMPLASI ?[1]
Kontemplasi berarti doa tanpa kata dan tanpa pemikiran diskursif, dengan demikian dibeadakan dari meditasi yang (masih) menimbang-nimbang sesuatu dan beralih dari pengertian yang satu ke yng lain. Kata dan ide yang terus berganti, refleksi untuk menyegarkan wawasan atau mengambil keputusan, bukanlah yang didamba dalam kontemplasi. Proses seperti ini justru menjadi halangan. Yang diinginkan adalah hanyalah keseempatan untuk menyatakan cinta, harapan, percaya dan syukur kepada Tuhan dalam satu dua patah kata saja. Kata itu diualang-ulang sehinbgga lama kelamaan makna dan manfaatnya kian meresap. Dan tibalah saatnya waktu kerinduan yang lebih mendalam disadri oleh orang berdoa. Apa yang semua merupaskan cinta atau syukur yang diungkapkan dalam kata-lata yang kurang bermakna, kini semakin menjadi sikap persembahan, meski pemberian diri seutuhnya mungkin belum berlangsung.
Pergeseran dari meditasi ke kontemplasi biasanya dianggap sebagai langkah maju, yang dapat diharapkan akan terjadi pada tahap terrtentu. Kontemplasi dipandang sebagai keadaan yang dicapai secara berjuang. Hanya orang yang sering bermeditasi dpat meraih kontemplasi, dan biasanya justru pada waktu meditasi mulai merasa kering. Konsep berjenjang ini memainkan peranan pennnting dalam memahami kontemplasi itu sendiri.
Kontemplasi kristiani memerlukan meditasi kristiani. Yaitu refleksi atas cita-cita kristiani yang agung yakni pribadi Kritus sendiri beserta kebenaranNya dan segala sesuatu yang telah dipikirkan, dirasakan, dikehendaki, dikatakan dikerjakan atas namaqNya dalam bimbingan Roh Kudus. Tanpa kaitan ini kontemplasi tidak bercorak khas kristiani. Kontemplaasi pernah digambarkan sebagai perhatian sederhana yang disertai cinta "pandangan penuh cinta" atau mengintip ke surga dengan mata rohani. Contemplare (latin) berarti memandang dengan saksama, melihat dan meneliti yaitu mengamati tanda-tanda yang terjadi di `templum´ yaitu tempat ibadah tempat mencari tahu kehendak ilahi.
Terdapat tiga bentuk kontemplasi. Pada bentuk atau tingkat pertama, orang menemukan Tuhan dalam segala makhluknya (entah gunung atau punthukan kecil, gajah atau uget-uget, pohon beringin atau pohon kates). Pada tingkat kedua, perhatian terpusat pada tingkatan eksistensi/ keberadaan yang tidak mungkin dicapai dengan pancaindera. Perhatian menjauhi bayangan, gambaran, bahkan gagasan, sampai terjadi `Malam Pancaindera´: yaitu keringnya hidup rohani yang mencemaskan dan mengelisahkan, tetapi mendiorong agar orang mencari Tuhan secara lebih langsung, agar lebih dimiliki olehNya. Pada bentuk atau tingkat yang ketiga dan paling sempurrna, orang `mati´ terhadap kehendaknya sendiri : di `Malam Roh´ini Cinta mutlak dianugerahkan.
Di dalam kiprah klasik tentang kehdidupan rohani, kontemplasi sendiri dipandang mempunyai tahap-tahap yang dinamai secara berbeda dan memnucak dalam persatuan ekstatik dengan Tuhan yang disebut juga `perkawinan spiritual´ Komentar dan penjelasan panjang lebar : tentang kontemplasi terdapat dalam karya penulis seperti Yohanes Casianus (360-435 Mesir) The cloud of unknowing ( abad ke 14 Inggris), Yohanes dari Salib dan Theresia dari Avila Spanyol abad ke 16 dan Fransiskus dari Sales (1567-1622 Perancis).
Tiga bentuk kontemplasi tersebut dapat disamakan dengan tiga tingkatan realitas, yaitu dunia kodrati yang penuh perubahan, dunia rohani dan dunia yang melampaui atau persatuan dengan Tuhan (Ruysbroek 1293- 1381) . Atau dengan ketiga prisip hakikat ilahi yang diketengahkan oleh Jakob Boehme : gambaran Yang Abdi di dunia ini adalah perwujudan dari Yang Ilahi di `di dunia cahaya abadi´, dan ketuhanan yang paling dalam tanpa nama dan melampaui semuanya. Atau dengan tiga surga dari Jacopone da Todi (1230-1306) yang selaras dengan tiga fase dalam kesdaran -> kontemplaitf Richard dari S. Victor (1123-1175) pengembangan akal budi, pengangkatan pikiran dan akhrinya ekstase. " Kontemplasi ,mula-mula menghasilkan ketidak-acuan terhadap apa saja (indeferentia) kebebasan dan ketenangan jiwa atau suatu rasa diatas dunia ini, suatu rasa gembira yang mendalam. Si subyek berhenti memahami dirinya sedniri sebagai salah satu unsur di atara banyak unsur dan bagian dalam kesadarannya. Ia diangkat ke atas dirinya sendiri. Jiwa yang lebih mendalam dan lebih murni mengambil alih diri yang biasa. Dalam keadaan ini, kesadaran akan keakuan dan kesadaran akan dunia luar menghilang. Si mistikus sadar akan hubungannya yang langsung dengan Tuhan sendiri, akan partisipasinya dalam ke-Ilahihan- Nya. Kontemplasi merupakan suatu metode pengetahuan dan keberadaan. Lebih lagi, kedua hal ini akhirnya cenderung semakin menyatu. Msitikus semakin mempunyai kesan, bahwa ia menjadi apa yang diketauinya dan mengetahui keberadaannya. (Delacroix) Dan kontemplasi dimaksudkan juga hidup kontemplatif[2], yang menggunakan hidup sederhana dan tenang yang mendukung doa, meditasi dan kontemplasi. Oleh karena itu kegiatan aktif dan keramaian dijauhkan. Ordo dan tarekat biarawan/wati disebut kontemplatif kalau kehiduoan bersama diatur sedemikian, sehingga mendukung hidup kontemplatif a.l dengan bentuk klausura dan penyisihan banyak waktu untuk doa pribadi ataupun bersama. Termasuk ordo kontemplatif antara lain para trapis dan Kamadulens; para rubiah Klaris dan Karmelites termasuk ordo kontemplatif wanita. Banyak Ordo berusaha menggabungkan hidup kontemplatif dengan kegiatan mangrasul (kontemplativus in actione), misalnya ordo Dominikan[3] .Cita-citanya seperti ini tidak mudah diamalkan.
Dari uraian di atas, sudah dapat dibayangkan bahwa orang yang berakar kontemplasi adalah orang yang hidupnya terrasuki kontemplasi, sehinga kontemplasi merupakan bagian hidup dirinya, yang perannya adalah menyerap rasa, cipta, karya dan karya Yesus sendiri. Baru dalam kondisi hidup seorang rohaniwan seperti itu, ia dimungkinkan merasuki kejiwaan nabi : ya rasanya, pikirannya, fantasinya, impiannya, karsanya.
BERJIWA NABI.
APA ITU NABI ? [4]
Nabi (Ibrn) adalah seorang yang mewartakan pesan yang diterima dari Roh Ilahi. Maka seorang nabi disebut "mulut" Yahwe, karena mengumumkan kepada manusia apa yang dipesankan oleh Allah. Kadang pesan ilahi ditekankan dengan tambahan `demikianlah firman Allah´.
Dalam Perjanjian Lama dibedakan tentang nabi benar dan nabi palsu yang menyesatkan rakyat. Terdapat juga jabatan nabi yang profesional, yang ditempat-tempat keramat dan istana menyingkpkan hal-hal yang tersembununyi, misalnya sukses atau gagal dalam perang, nasib pada masa depan dan kehendak Yahwe di keadaan tertentu. Nabi-nabi benar dipanggil secara khusus dan diutus Yahwe untuk memperingatkan Israel supaya setia pada perjanjiannya pada Yahwe, meninggalkan ilah-ilah buatan manusia, mempersembahkan hati yang murni dan bukan hanya kurban binatang serta bersikap adil terhadap warga yang lemah. Mereka diutus mengancam dengan malapetaka baik para raja dan imam maupun seluruh rakyat yang berpaling dari Allah. Tetepai mereka juga memberi harapan kepada orang yang setia dalam kesulitan. Kadang-kadang para nabi yang benar dikejar-kejar dan dianiaya, karena mencela perbuatan jahat golongan atas. Mereka mewartakan kedatangan seseorang mesias/almasih yang akan menyelamatkan bangsanya.
Menurut Penjanjian Baru, nubuat para nabi PL dipenuhi dalam pribadi Yesus ( Mat 5:17) Dialah nabi yang terbesar, karena ia bukan saja menerima dan meneruskan sabda Allah, tetapi dia sendirilah Sabda Allah. Ia tidak hanya mewartakan keselamatan, tetapi Ia sendirilah keselamatan semua orang. Ia tidak hanya mewahyukan tentang Allah, tetapi Ia sendiri adalah Wahyu Ilahi. Maka para nabi sebelumnya adalah pelopornya. Nabi- nabi yang disebut Kisah Para Rasul dan surat-surat PB sesudahnya bersaksi tentang Yesus atau menafsirkan karya dan sabdaNya untuk situasi mereka. Dalam PB selain Yesus, Yohanes Pembaptis , Ana dan puteri-putri Filipus (Kis 21:9) disebut nabi. Karena Jesus adalah Utusan Allah (Yoh 6:14) Ia mengalami nasib para nabi juga. (Lk 13:33).
Dalam PL disebut nabi-nabi yang karya tulisnya masih ada (Kitab Para Nabi : dari abad ke 7 sampai ke 2 sebelum M) dan ada nabi-nabi yang namanya dikenal hanya dari kitab-kitab lain, misalnya nabi Natan, Elia, Elisa; juga sejumlah nabi wanita yaitu : Hulda dan Debora).
Karisma kenabian agak biasa dalam Gereja Purba ( 1Kor 12:28 dst 14:30-32 Kis2, 1`021; 10:33-36;19:1-6) Para nabi kristen menguatkan umat dalam iman, bebicara dalam bahasa-bahasa asing, menobatkan orang kafir dan membuka isi hati orang. Tindakan, perbuatan dan nubuat para nabi dinilai oleh mereka yang dianugerahi karisma menilai roh-roh. Sebab terdapat dan selamanya akan terdapat juga nabi- nabi palsu yang menyalahgunakan nama Jesus.
Orang kristen, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama mengambil bagian dalam jabatan Kristus sebagai nabi, (G 35) a.l dengan berperan sebagai suara hati yang kritis dalam masyarakat. Karisma kenabian[5] dalam Gereja memanggil orang supaya amanat Kristus atau Injilnya diamalkan dalam situasi konkret setiap jaman secara konsekuen, murni dan baru. Kadangkala perutusan ini bertabrakan dengan pandangan para pejabat dalam Gereja yang memang harus mnyelidiki semuanya dan (!) memilih yang baik Dalam KS juga ditemukan nabi perempuan. Di dalam PL, misalnya Miryam adik Musa,Debora dan Hulda; dalam PB, misalnya Anna (Luk 2:36) Di sementara Gereja Pentekosta dan kelompok kelompok kharismatik sewaktu waktu tampil orang yang daianggap menerima kharisma kenabian.
Di luar Agama Yahudi dan Kristen nabi-nabi juga ada dalam agama Baal ( 1 Raja 18), agama Mesir kuno dan Sikh. Dan 25 nabi dalam agama Islam, sebagian besar terdapat juga dalam PL. Kalau seorang diutus untuk menyampaikan wahyu ilahi kepada suatu umat dan menerima Kitab Suci, maka ia disebut juga rasul. Jadi, setiap rasul adalah nabi, tetapi setiap nabi bukan pasti seorang rasul juga. Dengan demikian Nabi à Musa menerima Kitab Taurat untuk umat Yahudi, Nabi Daud Kitab Zabur, Nabi Isa menerima Kitab Injil untuk umat kristen dan nabi Muhammad menerima Kitab AlQur-an untuk umat Islam. Baik agama kristen maupun Islam menerima Jesus/Isa sebagai seorang nabi. Namun bagi agama kristen, Jesus bukan hanya seorang nabi. Dialah Sabda Allah yang menjadi manusia (Yoh bab 1), Yang tidak membawa pesan tetapi Ialah sendiri adalah pesan itu. Jesus juga imam satu-satunya PB (Hibrani 4-9) dan Raja, Yang KerajanNya bukan dari dunia ini (Yoh 18:37). Pandangan ini sangat berbeda dengan kedudukan dan dengan peran nabi yang dinantikan oleh masyarakat Yahudi pada jaman Jesus, khususnya sekte Qumran dan beberapa kelompok Yahudi-Kristen yang menolak Jesus sebagai Allah Putra. Nabi Muhammad memandang diri penerima dan penerus sabda-sabda Ilahi kepada umatnya., namun tidak sebagai imam. Peran sebagai raja diamalkan oleh Muhammad mungkin dengan menjadi pemimpin umat di Medinah dan kemudian seluruh umat Islam. Apakah peran politis ini dijalankan oleh Nabi Muhammad sebagai nabi atau sbagai pemimpin politik, yang pandai mengatur umat,, masih menjadi bahan diskusi dikalangan para ahli Islam. Ada yang berpendapat bahwa perannya sebagai pemimpin didasarkan semata pada kepribadiannya dan tidak berkaitan dengan kedudukannya sebagai nabi (lihat Ali Abd al Razig)
Menurut pengalaman dan pandangan penulis ini, orang akan terkaruniai kejiwaan nabi, dengan pengandaian orang itu secara matang merasuki doa kontemplasi dalam aksi : disitu ada kinerja pengindraan atas lingkungan peristiwa ( hidup masyrakat secara ideologi, politik, sosial ekonomi-kesehatan-pendidikan, budaya, keamanan) dan wawas batin kehadiran Tuhan di situ; bisikan yang terdengar dan sentuhan apa terasakan oleh si pendoa kontemplasi ? Singkatnya, kejiwaan nabi sangat erat dengan kontemplasi yang mengingatkan sejarah masa lampau, membuka kenyataan saat kekinian dan memberikan gambaran kemasadepanan. Perlu disadari oleh orang hidup saat ini, bahwa kemasadepanan global menjadi keprihatinan umum manusia, yang sedang mengalami" kegalauan hidup manusia dan alam lingkungannya", a.l. perselisihan antar suku dan bangsa krisis ekonomi dunia, sekularisme, hedonisme, arus neo liberaalisme, terorisme, semakin musnahnya hutan lindung, makin banyaknya limbah pengotor wilayah, global warming, banyaknya bencana alam, komunikasi maya, ketidakteraturan musim. Untuk kemasa depanan kehdiupan di dunia ini, yang aman, damai, sejatera, penuh persaudaraan dalam kemerdekaan, perlukah adanya pertobatan seluruh umat manusia baik dalam sikap hidup terhadap dirinya sendiri dan terhadap alam lingkungannya ? Perlukah tindak transformasi global? Perlunya pertobatan, tidak diragukan lagi.
GLOBALISASI DAN WACANA GLOBAL CIVIL SOCIETY[6]
KONSEPSI
civil society telah lama menjadi bahan diskusi berbagai kalangan. Akar-akar modernnya bisa ditelusuri dari Hegel, de Tocqueville, hingga Antonio Gramsci. Bila ditarik ke belakang, ide-ide yang kurang lebih sepadan bisa ditemukan pada konsepsi zaman Romawi mengenai civic virtue.Di Indonesia selama ini konsepsi civil society lebih dipahami dalam kerangka Gramscian. Gramsci memandang civil society sebagai wilayah yang terletak di antara "negara" dan "pasar". Konsekuensi logisnya adalah, sebagaimana yang umumnya dipahami di Indonesia, wilayah civil society dianggap sebagai wilayah non-negara dan non-profit. Akibatnya, secara terburu-buru lembaga swadaya masyarakat (LSM) sering kali dianggap dan menganggap dirinya sebagai tonggak utama penegak civil society. Padahal, LSM hanyalah salah satu elemen penopang civil society. Konsepsi Gramscian seperti tersebut di atas pada dasarnya perlu ditinjau ulang. Karena, pemahaman semacam itu tidak mampu menjelaskan beberapa fenomena yang berkembang. Ada banyak institusi yang diciptakan negara yang ternyata bergerak dalam arah penguatan institusi dan hak-hak sipil. Misalnya, Komnas HAM yang dibentuk oleh negara dan juga institusi Ombudsman[7] . Di samping itu, media massa merupakan representasi dari hak-hak sipil untuk bersuara, sementara tidak bisa dipungkiri juga bahwa media massa merupakan lembaga profit. Oleh karena itu, seperti ditawarkan oleh Kusnanto Anggoro dan Richard Holloway dalam tulisannya "Civil Society, Citizens, Organizations, and the Transition to Democratic Governance in Indonesia" (2000), konsepsi civil society lebih tepat bila dipahami sebagai pertautan interaksi antara tiga sektor, yakni sektor pemerintah, bisnis dan sektor warganegara, dimana di dalamnya terjadi kerjasama penguatan partisipasi warga negara dan penegakan nilai-nilai kewarganegaraan seperti pluralisme dan lain-lain.
Tentang Global Civil Society
Pengertian yang terakhir ini, sedikit banyak bersinggungan dengan sebuah ide yang tengah mengemuka yakni global civil society. Elaborasi terhadap pengertian ini bisa ditemukan dalam sebuah laporan bertajuk "Global Civil Society 2001´´ yang secara resmi diterbitkan oleh London School of Economic and Political Science. Dalam pengantarnya untuk laporan ini, Anthony Giddens menyebutkan bahwa konsepsi global civil society erat kaitannya dengan fenomena globalisasi. Terlepas dari persetujuan atau penolakan terhadap globalisasi, Giddens menganjurkan untuk mencermati fenomena globalisasi yang multi dimensional secara serius. Bila sejauh ini civil society menjadi bumper di antara 'negara' dan 'pasar' untuk mencegah salah satu dari keduanya menjadi terlalu dominan, demikian pulalah pengertian global civil society di tengah-tengah menguatnya kekuatan pasar dan upaya negara untuk mereformulasi klaimnya atas kedaulatannya. Artinya, seiring dengan semakin meng-global- nya demokrasi, ruang bagi civil society yang melampaui batas-batas tradisional negara juga dimungkinkan untuk dibangun. Giddens menyebutnya sebagai 'globalisation from below', yang menjadi penyeimbang bagi proses liberalisasi perdagangan yang digerakkan oleh perusahaan-perusaha an raksasa dunia pada satu sisi dan institusi negara pada sisi yang lain. Laporan tersebut menyatakan bahwa pengertian global civil society bisa dipahami dalam pengertian posisi relatif terhadap globalisasi. Dalam pemahaman ini, terdapat empat posisi relatif terhadap globalisasi.
Pertama adalah pendukung, yakni individu atau kelompok yang antusias terhadap globalisasi. Termasuk dalam kelompok ini adalah perusahaan-perusaha an transnasional dan aliansinya, yang bisa berarti individual ataupun 'negara'.
Kelompok kedua adalah penolak, yakni mereka yang hendak membalikkan atau menghentikan proses globalisasi dan mengembalikan kekuatan nation-state. Bisa termasuk ke dalam kelompok kedua ini adalah kelompok yang bisa saja mendukung kapitalisme global namun menolak terbukanya batas-batas negara; kelompok 'kiri' yang menolak sama sekali kapitalisme global; kelompok nasionalis dan kelompok radikal agama serta kelompok-kelompok gerakan anti kolonialisme. Pada dasarnya, kelompok kedua ini hanya melihat bahwa proses globalisasi adalah berbahaya dan karena itu mereka menolaknya.
Kelompok ketiga, dimana global civil society termasuk di dalamnya, adalah kelompok reformis, yakni mereka yang menerima kenyataan ke-salingtergantung -an global dan potensi menguntungkan bagi kemanusiaan, akan tetapi tetap melihat adanya kebutuhan untuk memanusiakan (civilise) proses globalisasi ini. Kelompok global civil society adalah kelompok yang mendukung reformasi institusi ekonomi internasional, menuntut keadilan yang lebih luas dan menuntut prosedur-prosedur yang partisipatoris.
Sementara itu, kelompok keempat adalah kelompok yang tidak terlalu memperdulikan globalisasi, dalam pengertian tidak menolak atau menerimanya, namun memiliki agenda sendiri yang berdiri sendiri dari pemerintah, institusi ekonomi internasional ataupun perusahaan transnasional. Misalnya adalah kelompok-kelompok akar rumput dan pemberdayaan masyarakat.Masyarak at sipil global bisa menjadi penyeimbang proses globalisasi yang diyakini memiliki sisi baik dan sisi buruk yang yang saling berhadapan. Untuk mengawalinya, pengertian civil society harus diperluas wilayahnya, tidak lagi dalam pengertian Weberian yang menempatkannya hanya dalam level negara-bangsa. Namun, konsepsi global civil society tidaklah hendak meminimalisasi peran negara. Akan tetapi ia bertujuan untuk mengadvokasinya, agar daya responsif dari institusi politik bernama 'negara' menguat untuk menjalankan perannya dalam memajukan kesejahteraan bersama warganya di tengah proses globalisasi.
Konsepsi ini juga berarti bahwa yang harus dilakukan adalah mendemokratisasikan demokrasi, yang bisa dilakukan baik oleh individu, bisnis ataupun negara, dan mendistribusi kekuasaan untuk mengkedepankan prosedur partisipatoris baik dalam level nasional atau perluasannya dalam level global.
TAREKAT RELIGIUS BERKINERJA GLOBAL TRANSFORMASI ?
Dengan memperhatikan beberapa ulasan di atas ialah tentang kontemplasi, nabi dan arus transformasi global, lalu, muncul pertanyaan, bagi para pendoa kontemplatif ke-tarekat-an ada bisikan apa dan ada keterbukaan selubung mana untuk bertindak di masa kini dan merencana ke masa depan ? Tentu, secara garis besar, orang dapat berkata bahwa untuk saampai bisikan Roh tentang jati diri Tarekat dan apa yang selayaknya ditindak lanjuti, perlu tersediannya gambaran menyeluruh mengenai data kekuatan, kelamahan, ancaman dan peluang dunia global untuk menuju dunia terselamatkan `aman, damai, sejahtera, kesetiakawanan kemerdekaan". Demikian juga bila kinerja suatu Tarekat mau dibatasi pada wilayah negara tertentu, misalnya, antara lain Indonessia atau Philipina, meyempitnya lagi di wilayah suatu keuskupan. Juga tentang bidang karya kerasulan apa yang mau diprioritaskan. Bagaimanapun, meski Tarekat akan membatasi kerjanya dalam wilayah tertentu, mau tidak mau Tarekat perlu melihat wilayah tertentu itu atau bidang kerasulan tertentu itu dalam lingkup arus global; terdapat keterpautan apa antara riak-riak kehidupan wilayah tertenu itu dan bidang tertentu itu dengan gelombang besar samodra global. Tarekat sendiri dalam kecenderungannya menceburi masalah global demi terlaksananya transformasi, perlu bertanya diri bisa menyumbang apa, berdasarkan kenyataan Tarekat dalam masalah 6 M (mision, men, money, method, matter and marketing). Dari hasil kontemplasi diskretif ini, Tarekat akan memasuki kersulan yang berkadar transformasi secara teritorial atau kategorial , makro atau mikro, mondial atau lokal ?
Tarekat, dalam kehidupan rohani para warganya meng-kontemplasikan kehidupan Yesus di dunia, akan mendapatkan terang bahwa Yesus dalam kehendakNya, selaras dengan kehendak Allah Bapa, menyelamatkan dunia, mulai dengan perhatian pada wilayah tertentu dan kelompok masyrakat tertentu. Meski demikian cita, rasa, cipta, karsa, kerja Yesus, Juru selamat, mempunyai daya menembus masyrakat dunia di sepanajang masa. Peristiwa tang dapat diamati bahwa Yesus membentuk kelompok kecil para rasul yang dibina secara khusus; dan mereka inilah yang dalam perjalanan jaman dan penjelajahan dunia, berhasil mewujudkan transformasi global kehidupan manusia menuju keselamatan.
Yesus menghampiri para murid-Nya dan berkata :
"Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi Karena itu, pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku Dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus Dan ajarilah mereka melakukan segala sesuatu yang yelah Ku-perintahkan kepadamu Dan ketahuilah, aku mnyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Mat 28:18-20).
Purwokerto 3 Desember 2009
Pesta Santo Fransiskus Xaverius
____________ _________ _________ __
[1] A. Heuken SJ, Ensiklopedi Gereja no 5, halaman 49-50.
[2] Kontemplatif menandakan cara hidup yang mengutamakan kehidupan tenang dan bertapa, supaya dapat bersemadi dan berdoa dengan lebih mudah. Merenungkan dan memandang(=contempl are) hal-hal ilahi meruapakan kegiatan manusiawi termulia yang didukung rahmat. Ordo/ kongregasi yang mengutamakan segi kehidupan religius inui disebut kontemplatif yang terbedakan dari yang aktif.
[3] Nb. Doa kontemplatio in actione St. Dominikus diteruskan oleh St. Ignatius Loyola, pokok doa Latihan Rohani dinamika mingu ke dua.
[4] A. Heuken SJ, Ensiklopedi gereja no 6, halaman 9-10
[5] A. Heuken SJ Ensiklopedi Gereja 4, hal 140-142 : Tugas kenabian adalah rahmat untuk menafsirkan atas Nama allah suatu situasi dari segi ketidak selamatan dan dengan demikian memberikan visi tentang masa depan. Para nabi dalam PL dan PB : Yohanes Pembaptis (Luk 7:28) dan Jesus sebagai Nabi (Mat 13:56, Mrk 6:4, Luk 1:76; 4:24;24:19) menyampaikan kehendak ilahi disukai atau tidak disukai orang (2Tim 2:2). Mereka menegur serta menyalahkan orang, seluruh rakyat dan para pemimpin agama dan bangsa, karena mereka tidak mau mengenal dan mengamlkan kehendak Allah. Karena ketegaran itu mereka sampai membunuh beberapa nabi yang diutus allah dan menuruti nabi-nabi palsu Yesus mengalami nasib para nabi yang diutus allah sebelumnya (bdk. Mat 23:37)..Menurut Konsili Vat II semua orang beriman terpanggil untuk mengambil bagian dalam tugas kenabian Gereja ( G 12 dan 35)...Gereja sebagau umat Allah dipanggil untuk mengamaalkan tugas/peran kenabian dalam masyarakat umu,a.l dengan berperan sebagai pembela à keadilan sosial, kesamaan martbat semua orang dengan tidak membeedakan ras, suku, agama, kelamin dan mengakui hak-hak asasi dan nilai-nilai kemanusiaan. Tidak mengalah pada godaan dan kesempatan berkorupsi, kini merupakan tindakan kenabian. Fungsi kenabian ini diamalkan melalui pewartaan (a.l. dengan dokumen resmi) dan terutama dengan teladan
[6] Pikiran Rakyat Edisi 26 Maret 2002;Globalisasi dan Wacana Global Civil Society. Oleh PHILIPS JUSARIO VERMONTE. Penulis adalah peneliti CSIS Jakarta.
[7] Ombudsman : Word History: The word ombudsman has one familiar element, man, but it is difficult to think of what ombuds could mean. Ombudsman is from Swedish, a Germanic language in the same family as English, and man in Swedish corresponds to our word man. Ombud means "commissioner, agent," coming from Old Norse umbodh, "charge, commission, administration by a delegacy," umbodh being made up of um, "regarding," and bodh, "command." In Old Norse an umbodhsmadhr was a "trusty manager, commissary." In Swedish an ombudsman was a deputy who looked after the interests and legal affairs of a group such as a trade union or business. In 1809 the office of riksdagens justitieombudsman was created to act as an agent of justice, that is, to see after the interests of justice in affairs between the government and its citizens. This office of ombudsman and the word ombudsman have been adopted elsewhere, as in individual states in the United States. The term has also been expanded in sense to include people who perform the same function for business corporations or newspapers. The American Heritage® Dictionary of the English Language, Fourth Edition copyright ©2000 by Houghton Mifflin Company. Updated in 2009. Published by Houghton Mifflin Company. All rights reserved.
Disadur dari :imankatolik.or.id