Gerakan Moral Bukan Politik Praktis
(Jakarta 7/2/2011) Para tokoh agama di Indonesia harus menyuarakan berbagai persoalan bangsa yang dihadapi rakyat, seperti masalah yang terkait dengan kemiskinan dan praktik korupsi. Peran profetik tokoh agama seperti itu bukan merupakan politik praktik, melainkan politik kebangsaan atau politik dakwah.
Hal itu dikatakan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin di sela-sela acara perayaan The World Interfaith Harmony Week di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (6/2/2011).
The World Interfaith Harmony Week merupakan program Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diselenggarakan pada minggu pertama Februari. Perayaan itu dilatarbelakangi inisiatif Raja Jordania Abdullah II pada September 2010 dalam pertemuan tahunan sidang PBB.
Hadir dalam acara itu, perwakilan tokoh agama, antara lain Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Slamet Effendy Yusuf, Ketua Komisi Hubungan Antar-Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia Mgr Mandagi, Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu (Matakin) Wawan Wiratma, Wakil Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) I Dewa Putu Sukardi. Hadir juga Ketua MPR Taufiq Kiemas, Ketua DPR Marzuki Alie, dan Ketua DPD Irman Gusman.
"Bicara kemiskinan, korupsi sebagai kemungkaran dan kejahatan terhadap rakyat, tokoh agama harus bangkit untuk menyuarakan. Itu bukan politik praktis, melainkan politik kebangsaan atau politik dakwah," kata Din. Gerakan moral lintas agama merupakan misi profetik agama-agama.
Seperti diberitakan, para tokoh agama resah karena pemerintah dinilai tak jujur dalam penanganan berbagai masalah bangsa. Pemerintah dipandang belum membuktikan komitmen dalam beragam persoalan mendasar, seperti penegakan hukum, pemberantasan korupsi, tenaga kerja, penghormatan hak asasi manusia, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Pandangan tersebut tertuang dalam pertemuan para tokoh agama yang digagas Maarif Institute di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah (Kompas, 11/1/2011).
Terkait dengan perayaan The World Interfaith Harmony Week sebagai agenda PBB, menurut Din, acara itu lebih ditekankan untuk membangun dialog antarumat beragama. Kerukunan dan dialog antarumat beragama di Indonesia harus terus-menerus dipelihara dan dijaga.
"Kita mempunyai modal. Indonesia negara majemuk, tingkat kerukunan cukup besar, meski beberapa fase waktu terganggu. Misalnya, pada awal reformasi, ada konflik di Ambon dan Poso. Namun, (itu) sudah teratasi dan harus dijaga," tutur Din.
Slamet Effendy Yusuf mengatakan, harmoni antaragama sangat penting untuk mencapai perdamaian. "Harmoni bisa tercapai jika ada keadilan ekonomi, politik, dan sosial," ujarnya. Para tokoh agama dan elemen masyarakat perlu terus mengupayakan pencapaian keadilan di tengah masyarakat.(kompas.com)
Disadur dari http://www.mirifica.net/ 07 Februari 2011
Hal itu dikatakan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin di sela-sela acara perayaan The World Interfaith Harmony Week di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (6/2/2011).
The World Interfaith Harmony Week merupakan program Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diselenggarakan pada minggu pertama Februari. Perayaan itu dilatarbelakangi inisiatif Raja Jordania Abdullah II pada September 2010 dalam pertemuan tahunan sidang PBB.
Hadir dalam acara itu, perwakilan tokoh agama, antara lain Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Slamet Effendy Yusuf, Ketua Komisi Hubungan Antar-Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia Mgr Mandagi, Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu (Matakin) Wawan Wiratma, Wakil Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) I Dewa Putu Sukardi. Hadir juga Ketua MPR Taufiq Kiemas, Ketua DPR Marzuki Alie, dan Ketua DPD Irman Gusman.
"Bicara kemiskinan, korupsi sebagai kemungkaran dan kejahatan terhadap rakyat, tokoh agama harus bangkit untuk menyuarakan. Itu bukan politik praktis, melainkan politik kebangsaan atau politik dakwah," kata Din. Gerakan moral lintas agama merupakan misi profetik agama-agama.
Seperti diberitakan, para tokoh agama resah karena pemerintah dinilai tak jujur dalam penanganan berbagai masalah bangsa. Pemerintah dipandang belum membuktikan komitmen dalam beragam persoalan mendasar, seperti penegakan hukum, pemberantasan korupsi, tenaga kerja, penghormatan hak asasi manusia, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Pandangan tersebut tertuang dalam pertemuan para tokoh agama yang digagas Maarif Institute di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah (Kompas, 11/1/2011).
Terkait dengan perayaan The World Interfaith Harmony Week sebagai agenda PBB, menurut Din, acara itu lebih ditekankan untuk membangun dialog antarumat beragama. Kerukunan dan dialog antarumat beragama di Indonesia harus terus-menerus dipelihara dan dijaga.
"Kita mempunyai modal. Indonesia negara majemuk, tingkat kerukunan cukup besar, meski beberapa fase waktu terganggu. Misalnya, pada awal reformasi, ada konflik di Ambon dan Poso. Namun, (itu) sudah teratasi dan harus dijaga," tutur Din.
Slamet Effendy Yusuf mengatakan, harmoni antaragama sangat penting untuk mencapai perdamaian. "Harmoni bisa tercapai jika ada keadilan ekonomi, politik, dan sosial," ujarnya. Para tokoh agama dan elemen masyarakat perlu terus mengupayakan pencapaian keadilan di tengah masyarakat.(kompas.com)
Disadur dari http://www.mirifica.net/ 07 Februari 2011
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.