RENUNGAN HARI MINGGU MASA BIASA KE XXXII:
11 NOPEMBER 2012
1Raj 17:10-16, Mzm 146:7,8-9a,9bc-10,Ibr 9:24-28, Mrk 12:38-44
“Janda miskin itu telah memberi lebih banyak daripada semua orang lain.”
Suatu hari dalam pengajaran-Nya Yesus berkata: "Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat."
Sehabis mengajar, duduklah Yesus dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya."
RENUNGAN:
Memberi adalah buah dari iman yang mengimani bahwa apa yang kita miliki adapah semata-mata anugerah Tuhan dan bersyukur atas apa yang diberikan oleh Tuhan. Nilai pemberian bukan diukur dari bayaknya yang kita berikan, tetapi dari ketulusan hati kita dalam memberi. Namun pemberian itu juga haruslah setimpal dengan berkat yang sudah kita terima. Maka memberi adalah bukan kewajiban, bukan terpaksa tetapi sudah menjadi keharusan kita. Jangan menunda untuk berbagi dengan sesama.
Pada umumnya orang akan pasti lebih senang dan lebih menghargai bila orang memberi banyak. Pemberiaan orang yang banyak akan selalu kita ingat dan bahkan orang tersebut akan kita sanjung-sanjung. Sedangkan pemberian orang yang kecil karena memang orang tersebut miskin, umumnya kita abaikan dan kita anggap itu hal biasa. Pada umumnya juga orang lebih senang menerima daripada memberi. Banyak orang yang berpikir bahwa dirinya masih kekurangan, tidak punya apa-apa sehingga tidak bisa memberi apa-apa atau hanya bisa memberi sedikit. Ada pula orang yang mengatakan bahwa mereka akan memberi bila mereka sudah berkecukupan atau memberi lebih banyak lagi bila mereka sudah kaya.
Benarkah memberi itu baru bisa kita lakukan setelah semua kebutuhan kita terpenuhi? Benarkah kita tidak punya apa-apa untuk kita berikan kepada sesama? Benarkah bahwa memberi itu bukan soal banyaknya, tetapi pemberian yang tulus atau benarkah pemberiaan yang besar jauh lebih membahagiakan orang?
Dalam Injil hari ini diceritakan Yesus yang mengkritik ahli-ahli Taurat tetapi memuji seorang janda miskin. Yesus mengkritik ahli-ahli Taurat karena penampilan mereka yang selalu berpenampilan sebagai orang yang baik, beriman dan selalu ingin dihormati. Penampilan mereka sungguh bertolak belakang dengan sikap hati mereka. Mereka tampak baik, tetapi hatinya penuh dengan kejahatan, bahkan mereka dikatakan suka meneladan janda-janda. Hidup yang demikianlah yang dikatakan orang yang bersikap munafik.
Sungguh Yesus tidak melihat dari penampilan seseorang, tetapi melihat kedalaman hati yang tulus yang pada dasarnya akan melahirkan perbuatan baik kepada sesama. Sehingga bisa dikatakan bahwa hati yang tulus, bersih akan melahirkan perbuatan-perbuatan baik. Perbuatan baik yang demikian tidaklah yang dibuat-buat, tetapi mengalir dengan sendirinya. Beda halnya dengan kita pada umumnya yang seringkali melihat dan menilai seseorang dari penampilannya. Kita pada umumnya akan begitu senang, akan begitu menghormati orang yang berpenampilan hebat atau orang kaya. Bila kita mendapat tamu yang berpenampilan hebat, orang kaya, kita pasti akan begitu senang dan berusaha menjamu meraka. Namun coba kalau rumah kita dikunjungi orang yang miskin, walaupun itu sanak saudara kita, sikap kita pasti berbeda, bahkan mungkin kita berpikir, mereka datang bukan membawa kabar sukacita, tapi malah mungkin mau meminta sesuatu dari kita.
Sikap Yesus hendaknya juga menjadi sikap hidup kita. Seperti Yesus, baiklah kiranya kita selalu memandang orang bukan dari penampilannya, baiklah kita tidak lebih menghargai orang yang berpenampilan hebat dan merendahkan orang yang berpenampilan miskin karena mereka memang miskin. Kita jangan tertuju pada penampilan seseorang tetapi baiklah kita selalu memandang orang sebagai saudara terutama orang-orang miskin dan sederhana. Kritik Yesus atas hidup ahli-ahli Taurat juga harus kita renungkan. Yesus sungguh tidak senang dengan sikap orang munafik. Kiranya mungkin seringkali kita tanpa sadar atau dengan sadar melakukan hal itu.
Kita seringkali mengatakan hal-hal yang baik, tetapi hati dan perbuatan kita tidak sesuai dengan sikap hati dan iman kita, tidak sesuadi dengan apa yang kita katakan. Begitu banyak orang yang begitu rajin beribada, aktif dalam kegiatan gereja dan melakukan banyak ziarah, tetapi tidak memiliki cinta kasih kepada sesama. Kita harus hidup apa adanya, sikap hidup kita harus selaras dengan hati yang tulus dan iman kita.
Hati yang bersih dan tulus akan melahirkan hidup dan perbuatan baik bagi sesama. Demikian juga iman yang sungguh akan melahirkan perbuatan baik dan kerelaan memberi untuk sesama, tanpa menunda waktu untuk memberi. Yesus memuji memuji pemberian janda miskin yang hanya memberi 2 peser uang. Jumlah yang diberikan janda itu tentu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pemberian orang kaya. Bagi Yesus pemberian janda miskin itu jauh lebih banyak dibanding dengan pemberian orang lain.
Yesus memuji dan sangat menghargai pemberian janda miskin itu, karena janda itu memberi semua apa yang ada padanya. Janda itu memang miskin, hal itu tampak dalam penampilannya, jadi bukan pura-pura miskin. Namun janda itu memberi 2 peser uang yang ada padanya. Dengan jelas dikatakan oleh Yesus bahwa janda itu hanya memiliki 2 peser uang dan itu diberikan untuk persembahan. Janda itu tidak berpikir tentang hidupnya setelah memberikan uang itu semuanya. Janda itu tidak khawatir akan hidupnya setelah memberikan semua uang yang ada padanya. Pemberian janda itu sama halnya dengan memberikan semua hidupnya kepada Tuhan.
Pemberian memang tidak diukur dari banyaknya yang diberi, tetapi dari ketulusan hati untuk memberi. Tetapi pemberian juga bukan hanya sekedar tulus, sebab kata yang penting tulus seringkali disalah artikan atau disalah gunakan untuk membela diri tidak mau memberi lebih banyak. Misalnya ada orang yang punya banyak tetapi memberi sedikit dengan alasan yang penting memberi dengan tulus. Pemberian harus setimpal dengan berkat yang diberikan oleh Tuhan. Bahkan seperti janda itu memberikan seluruh hidupnya. Janda itu bisa melakukan hal demikian adalah karena dia memiliki iman yang teguh, percaya bahwa hidupnya adalah berasal dari Tuhan, hidupnya adalah milik Tuhan sehingga dia percaya bahwa Tuhan pasti akan selalu memelihara hidupnya. Maka dari itu dia tidak khawatir bagaimana hidupnya setelah dia memberi semua uang yang ada padanya, sebab dia yakin Tuhan pasti akan memeliharanya.
Sungguh iman yang dalam berbuah pada kerelaan memberi dan penyarahan diri pada kuasa dan kasih Tuhan.
Hal demikian pulalah yang kita dengarkan dalam bacaan I tadi. Dalam bacaan pertama dikatakan bahwa nabi Elia meminta seorang janda di Sarfat untuk membuatkan roti baginya. Janda itu dengan jujur mengatakan bahwa tepung yang ada padanya hanya bisa membuat roti untuk dia, anaknya dan untuk Elia, setelah itu tidak ada apa-apa lagi padanya. Elia meneguhkan iman janda itu agar tidak kahwatir akan hidupnya. Elia mengatakan bahwa Tuhan sendiri akan memelihara hidupnya. Sesudah janda itu membuatkan roti bagi Elia, apa yang dikatakan Elia memang benar bahwa tepung dalam tempayan itu tidak habis dan minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman TUHAN yang diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia. Sungguh dengan memberi kita tidak akan kekurangan dan tidak kehabisan, karena Tuhan akan memelihara hidup kita.
Sungguh kita sering berpikir bahwa dengan memberi kita akan kekurangan atau kehilangan. Kita juga sering berpikir bahwa kita tidak punya apa-apa untuk kita berikan. Ada pula yang berpikir bahwa kita akan memberi dan bahkan akan memberi banyak bila kita sudah kaya, kita menunda untuk berbuat baik.
Dari kisah janda miskin itu pula kita diajarkan bahwa memberi tidak harus menunggu kaya, kiga juga diajarkan bahwa kita tidak usah khawatir akan hidup kita kalau kita berani berbagi hidup, sebab Tuhan akan menyelenggarakan hidup kita. Kepada juga diajarkan bahwa memberi dengan tulus berarti juga pemberian itu harus sepadan dengan rahmat yang diberikan oleh Tuhan kepada kita.
Maka, baiklah kiranya kita berani memberi atau berbagi dengan sesama. Orang beriman sungguh akan rela memberi dengan senang hati karena percaya bahwa apa yang ada padanya berasal dari Tuhan dan tidak akan khawatir akan hidupnya karena Tuhan akan memelihara hidupnya. Amin.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.