Renungan Hari biasa Pekan IV Prapaskah, Jumat 8 april 2011
Keb 2:1a,12-22, Mzm 34:17-18,19-20,21,23, Yoh 7:1-2,10,25-30
"Memang Aku kamu kenal dan kamu tahu dari mana asal-Ku; namun Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, tetapi Aku diutus oleh Dia yang benar yang tidak kamu kenal. Aku kenal Dia, sebab Aku datang dari Dia dan Dialah yang mengutus Aku."Keb 2:1a,12-22, Mzm 34:17-18,19-20,21,23, Yoh 7:1-2,10,25-30
BACAAN INJIL:
Sesudah itu Yesus berjalan keliling Galilea, sebab Ia tidak mau tetap tinggal di Yudea, karena di sana orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuh-Nya. Ketika itu sudah dekat hari raya orang Yahudi, yaitu hari raya Pondok Daun. Tetapi sesudah saudara-saudara Yesus berangkat ke pesta itu, Iapun pergi juga ke situ, tidak terang-terangan tetapi diam-diam. Beberapa orang Yerusalem berkata: "Bukankah Dia ini yang mereka mau bunuh? Dan lihatlah, Ia berbicara dengan leluasa dan mereka tidak mengatakan apa-apa kepada-Nya. Mungkinkah pemimpin kita benar-benar sudah tahu, bahwa Ia adalah Kristus? Tetapi tentang orang ini kita tahu dari mana asal-Nya, tetapi bilamana Kristus datang, tidak ada seorangpun yang tahu dari mana asal-Nya." Waktu Yesus mengajar di Bait Allah, Ia berseru: "Memang Aku kamu kenal dan kamu tahu dari mana asal-Ku; namun Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, tetapi Aku diutus oleh Dia yang benar yang tidak kamu kenal. Aku kenal Dia, sebab Aku datang dari Dia dan Dialah yang mengutus Aku." Mereka berusaha menangkap Dia, tetapi tidak ada seorangpun yang menyentuh Dia, sebab saat-Nya belum tiba.
Demikianlah Injil Tuhan bagi kita hari ini.
RENUNGAN:
Beberapa tahun lalu, pernah saya diminta untuk berkotbah dalam deklarasi pembentukan kerjasama antar Gereja pemerhati lingkungan hidup. Kelompok kerjasama ini dibentuk karena mengingat di wilayah mereka berdiri pabrik mineral yang diperkirakan akan merusak lingkungan hidup. Dengan dibentuknya kelompok ini, Gereja mau menyadarkan masyarakat agar mereka tidak terbuai dengan tawaran pihak pengusaha sehingga menyerahkan tanah mereka dengan begitu saja karena imbalan uang, padahal pada akhirnya lingkungan hidup akan rusak. Saat diminta untuk berkotbah, saya bertanya mengapa yang diminta untuk berkotbah dari pihak Gereka Katolik atau saya, padahal wilayah mereka bukan wilayah paroki yang saya gembalakan waktu itu. Saya juga bertanya mengapa tidak meminta pastor yang d iwilayah itu, karena di wilayah mereka juga ada Gereja Katolik dan ada paroki. Jawaban yang mereka katakan adalah karena di wilayah mereka tidak ada orang atau pendeta yang berani untuk berkotbah ‘keras’ sesuai dengan misi kelompok itu, sebab dari pengalaman dan issu yang terdengar, orang-orang yang mencoba ‘menentang’ perusahaan itu dengan upaya memelihara lingkungan hidup, mendapat terror atau ancaman. Katanya, mereka tidak meminta pastor diwilayah itu, bukan karena pastornya takut, tetapi karena pastor di wilayah itu termasuk anggota kelompok itu, sehingga kata mereka biar yang dari luar wilayah saja, dan dari Gereja Katolik karena Gereja Katolik lebih berani membela kebenaran.
Saya bangga juga mendengar pengakuan mereka yang mengatakan bahwa Gereja Katolik lebih berani mengatakan dan menegakkan kebenaran. Pengakuan itu keluar dari mulut para pendeta yang diwakili oleh pendeta yang datang ke saya pada waktu itu. Benarkah Gereja Katolik lebih berani mewartakan dan membela kebenaran? Saya tertantang akan pengakuan mereka, sehingga saya menyetujui permintaan mereka. Dalam mempersiapkan kotbah untuk kegiatan itu, saya mencoba mencari informasi sehubungan dengan perusahaan yang mereka maksud yang menjadi sasaran dari kelompok ini, yang tentunya sasaran utama adalah pemeliharaan lingkungan hidup. Dari informasi yang saya dapatkan, perusahaan itu ‘ilegal’ karena belum mendapat ijin operasi dari pusat, tetapi sudah beroperasi karena bekerjasama dengan pemerintah local yang juga meraup keuntungan besar dari perusahaan itu. Saya juga mendengar bahwa beberapa orang dan pendeta yang mencoba berbicara tentang lingkungan hidup, akhirnya mundur dan issu yang beredar mengatakan bahwa mereka mundur karena mendapat terror, ancaman dan juga sudah mendapat sogokan yang menggiurkan dari pihak perusahaan. Singkat cerita, sesudah kegiatan deklarasi itu, orang mengatakan bahwa yang saya sampaikan cukup keras, bisa membuat telinga pihak perusahaan dan juga pemerintah daerah. Saya menjawab dengan mengatakan bahwa saya hanya berusaha mewartakan sabda Tuhan dan mengajak kita semua supaya sadar dan akhirnya melaksanakan sabda Tuhan. Adapula yang mengatkan “Apakah saya tidak takut bila karena kotbah saya, saya akhirnya mendapat terror, dihadang di tengah jalan saat mau pulang ke paroki”? Menanggapi pertanyaan mereka, saya hanya tersenyum.
Kelompok itu sampai sekarang masih bertahan, tetapi saya mendengar bahwa anggota dan Gereja-Gereja yang ikut dalam kelompok itu sudah berkurang banyak. Beberapa Gereja dan orang dahulu waktu pembentukan dan saat deklarasi kelompok, sudah mundur: ada yang pura-pura tidak tahu akan keberadaan dan kegiatan kelompok itu, bahkan ada pula yang menjadi ‘lawan’ dari kelompok itu. Mengapa demikian? Jawaban yang beredar adalah karena ancama, terror dan juga karena disogok dengan uang atau harta. Hal yang menarik adalah ketua dari kelompok itu selalu mereka harapkan dari Gereja Katolik karena mereka mengakui bahwa hanya Gereja Katolik yang berani mengatakan, menegakkan dan membela kebenaran.
Dari pengalaman kecil ini, dapat kita katakan bahwa resiko yang pasti akan dihadapi orang yang berusaha berbuat baik dan benar adalah kebencian dari pihak-pihak tertentu, akan mendapat terror, ancaman, sogokan dan bahkan mungkin ancaman kehilangan nyawa. Karena pengalaman inilah, sedikit orang yang berjuang membela kebenaran dan kebaikan. Karena takut akan resiko itu, umumnya orang mencari selamat dengan tidak mencampuri kegiatan membela kebenaran dan kebaikan, orang lebih baik diam dan pura-pura tidak tahu akan apa yang terjadi dan lebih parah lagi, orang berpihak pada yang tidak benar dan baik itu, karena selain dia ‘aman’ juga mendapatkan sesuatu dari sikap kompromi dengan hal ini. Tentu sikap demikian tidaklah mencerminkan hidup seorang murid Kristus.
Kita semua mengetahui bahwa dalam hidup dan pewartaan-Nya, Yesus mewartakan kebaikan, Kerajaan Allah dan mengajak orang bertobat agar kembali kepada Allah. Selama itu pula Yesus mengalami penolakan, kebencian, fitnah dari orang yang menganggap Dia sebagai lawan. Kehadiran dan pewartaan Yesus jelas membongkar kebobrokan iman dan moral orang-orang yang merasa dirinya baik, beragama dan para penguasa saat itu. Yesus menentang kejahatan yang mereka perbuat, yang seringkali kejahatan itu mereka lakukan dengan kedok agama atau kebaikan. Yesus melakukan semuanya itu bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan hidup berseberangan dengan hidup para imam, para nabi, ahli-ahli Taurat, orang-orang Farisi dan penguasa saat itu. Bagi mereka, Yesus merupakan ancaman besar, sehingga mereka merencanakan kejahatan atas Yesus dan merencanakan pembunuhan. Walapun demikian, Yesus tidak gentar sedikitpun dan tidak mundur dari tugas perutusan-Nya. Kalaupun dalam Injil hari ini dikatakan bahwa sesudah Yesus berjalan keliling Galilea, sebab Ia tidak mau tetap tinggal di Yudea, karena di sana orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuh-Nya. Ketika itu sudah dekat hari raya orang Yahudi, yaitu hari raya Pondok Daun. Tetapi sesudah saudara-saudara Yesus berangkat ke pesta itu, Iapun pergi juga ke situ, tidak terang-terangan tetapi diam-diam. Hal itu bukan mengatakan bahwa Yesus gentar dan takut menanggung resiko atas pewartaan-Nya. Kitab suci mengatakan bahwa alasannya adalah karena waktunya belum tiba. Kata-kata ini bukanlah pembelaan belakan, tetapi kenyataan yang sebenarnya karena pada akhirnya Yesus malah menyongsong kematian yang menjadi resiko pewartaan-Nya, dengan pergi ke Jerusalem (bdk. Mat 20:18; Mrk 10:33; Luk 18:32). Berkat kesetiaan Yesus pada kehendak Allah Bapa yang mengutus Dia untuk mewartakan kebaikan, kebenaran, mewartakan Kerajaan Allah, itulah yang menyelamatkan kita umat manusia.
Dalam Injil hari ini dikatakan bahwa mereka melihat, mendengar kesaksian Yesus dan mengenal Yesus, tetapi mereka tetap tidak percaya kepada Yesus, bahkan menolak dan hendak membunuh-Nya. Semoga kita tidak seperti itu. Yesus sudah mendjelaskan kepada kita bahwa Dia dalah Putera Allah yang diutus Allah Bapa untuk menyemalatkan manusia, sehingga hendaklah percaya kepada-Nya bahwa Dia adalah Mesias penyelamat kita.
Seperti yang dialami oleh Yesus sendiri, kitapun pasti akan pernah mengalami suatu pengalaman hidup di mana kita harus memilih apakah berbuat baik, benar atau sebaliknya. Dalam situasi yang demikian, secara manusiawi kita pasti akan mengalami rasa takut atau ragu untuk setia pada kebaikan dan kebenaran. Namun dalam situasi demikian, hendaknya kita senantiasa tetap setia pada jalan kebenaran dan kebaikan, karena dengan demikian kita sungguh menjadi pengikut Kristus sendiri. Amin.
Sesudah itu Yesus berjalan keliling Galilea, sebab Ia tidak mau tetap tinggal di Yudea, karena di sana orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuh-Nya. Ketika itu sudah dekat hari raya orang Yahudi, yaitu hari raya Pondok Daun. Tetapi sesudah saudara-saudara Yesus berangkat ke pesta itu, Iapun pergi juga ke situ, tidak terang-terangan tetapi diam-diam. Beberapa orang Yerusalem berkata: "Bukankah Dia ini yang mereka mau bunuh? Dan lihatlah, Ia berbicara dengan leluasa dan mereka tidak mengatakan apa-apa kepada-Nya. Mungkinkah pemimpin kita benar-benar sudah tahu, bahwa Ia adalah Kristus? Tetapi tentang orang ini kita tahu dari mana asal-Nya, tetapi bilamana Kristus datang, tidak ada seorangpun yang tahu dari mana asal-Nya." Waktu Yesus mengajar di Bait Allah, Ia berseru: "Memang Aku kamu kenal dan kamu tahu dari mana asal-Ku; namun Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, tetapi Aku diutus oleh Dia yang benar yang tidak kamu kenal. Aku kenal Dia, sebab Aku datang dari Dia dan Dialah yang mengutus Aku." Mereka berusaha menangkap Dia, tetapi tidak ada seorangpun yang menyentuh Dia, sebab saat-Nya belum tiba.
Demikianlah Injil Tuhan bagi kita hari ini.
RENUNGAN:
Beberapa tahun lalu, pernah saya diminta untuk berkotbah dalam deklarasi pembentukan kerjasama antar Gereja pemerhati lingkungan hidup. Kelompok kerjasama ini dibentuk karena mengingat di wilayah mereka berdiri pabrik mineral yang diperkirakan akan merusak lingkungan hidup. Dengan dibentuknya kelompok ini, Gereja mau menyadarkan masyarakat agar mereka tidak terbuai dengan tawaran pihak pengusaha sehingga menyerahkan tanah mereka dengan begitu saja karena imbalan uang, padahal pada akhirnya lingkungan hidup akan rusak. Saat diminta untuk berkotbah, saya bertanya mengapa yang diminta untuk berkotbah dari pihak Gereka Katolik atau saya, padahal wilayah mereka bukan wilayah paroki yang saya gembalakan waktu itu. Saya juga bertanya mengapa tidak meminta pastor yang d iwilayah itu, karena di wilayah mereka juga ada Gereja Katolik dan ada paroki. Jawaban yang mereka katakan adalah karena di wilayah mereka tidak ada orang atau pendeta yang berani untuk berkotbah ‘keras’ sesuai dengan misi kelompok itu, sebab dari pengalaman dan issu yang terdengar, orang-orang yang mencoba ‘menentang’ perusahaan itu dengan upaya memelihara lingkungan hidup, mendapat terror atau ancaman. Katanya, mereka tidak meminta pastor diwilayah itu, bukan karena pastornya takut, tetapi karena pastor di wilayah itu termasuk anggota kelompok itu, sehingga kata mereka biar yang dari luar wilayah saja, dan dari Gereja Katolik karena Gereja Katolik lebih berani membela kebenaran.
Saya bangga juga mendengar pengakuan mereka yang mengatakan bahwa Gereja Katolik lebih berani mengatakan dan menegakkan kebenaran. Pengakuan itu keluar dari mulut para pendeta yang diwakili oleh pendeta yang datang ke saya pada waktu itu. Benarkah Gereja Katolik lebih berani mewartakan dan membela kebenaran? Saya tertantang akan pengakuan mereka, sehingga saya menyetujui permintaan mereka. Dalam mempersiapkan kotbah untuk kegiatan itu, saya mencoba mencari informasi sehubungan dengan perusahaan yang mereka maksud yang menjadi sasaran dari kelompok ini, yang tentunya sasaran utama adalah pemeliharaan lingkungan hidup. Dari informasi yang saya dapatkan, perusahaan itu ‘ilegal’ karena belum mendapat ijin operasi dari pusat, tetapi sudah beroperasi karena bekerjasama dengan pemerintah local yang juga meraup keuntungan besar dari perusahaan itu. Saya juga mendengar bahwa beberapa orang dan pendeta yang mencoba berbicara tentang lingkungan hidup, akhirnya mundur dan issu yang beredar mengatakan bahwa mereka mundur karena mendapat terror, ancaman dan juga sudah mendapat sogokan yang menggiurkan dari pihak perusahaan. Singkat cerita, sesudah kegiatan deklarasi itu, orang mengatakan bahwa yang saya sampaikan cukup keras, bisa membuat telinga pihak perusahaan dan juga pemerintah daerah. Saya menjawab dengan mengatakan bahwa saya hanya berusaha mewartakan sabda Tuhan dan mengajak kita semua supaya sadar dan akhirnya melaksanakan sabda Tuhan. Adapula yang mengatkan “Apakah saya tidak takut bila karena kotbah saya, saya akhirnya mendapat terror, dihadang di tengah jalan saat mau pulang ke paroki”? Menanggapi pertanyaan mereka, saya hanya tersenyum.
Kelompok itu sampai sekarang masih bertahan, tetapi saya mendengar bahwa anggota dan Gereja-Gereja yang ikut dalam kelompok itu sudah berkurang banyak. Beberapa Gereja dan orang dahulu waktu pembentukan dan saat deklarasi kelompok, sudah mundur: ada yang pura-pura tidak tahu akan keberadaan dan kegiatan kelompok itu, bahkan ada pula yang menjadi ‘lawan’ dari kelompok itu. Mengapa demikian? Jawaban yang beredar adalah karena ancama, terror dan juga karena disogok dengan uang atau harta. Hal yang menarik adalah ketua dari kelompok itu selalu mereka harapkan dari Gereja Katolik karena mereka mengakui bahwa hanya Gereja Katolik yang berani mengatakan, menegakkan dan membela kebenaran.
Dari pengalaman kecil ini, dapat kita katakan bahwa resiko yang pasti akan dihadapi orang yang berusaha berbuat baik dan benar adalah kebencian dari pihak-pihak tertentu, akan mendapat terror, ancaman, sogokan dan bahkan mungkin ancaman kehilangan nyawa. Karena pengalaman inilah, sedikit orang yang berjuang membela kebenaran dan kebaikan. Karena takut akan resiko itu, umumnya orang mencari selamat dengan tidak mencampuri kegiatan membela kebenaran dan kebaikan, orang lebih baik diam dan pura-pura tidak tahu akan apa yang terjadi dan lebih parah lagi, orang berpihak pada yang tidak benar dan baik itu, karena selain dia ‘aman’ juga mendapatkan sesuatu dari sikap kompromi dengan hal ini. Tentu sikap demikian tidaklah mencerminkan hidup seorang murid Kristus.
Kita semua mengetahui bahwa dalam hidup dan pewartaan-Nya, Yesus mewartakan kebaikan, Kerajaan Allah dan mengajak orang bertobat agar kembali kepada Allah. Selama itu pula Yesus mengalami penolakan, kebencian, fitnah dari orang yang menganggap Dia sebagai lawan. Kehadiran dan pewartaan Yesus jelas membongkar kebobrokan iman dan moral orang-orang yang merasa dirinya baik, beragama dan para penguasa saat itu. Yesus menentang kejahatan yang mereka perbuat, yang seringkali kejahatan itu mereka lakukan dengan kedok agama atau kebaikan. Yesus melakukan semuanya itu bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan hidup berseberangan dengan hidup para imam, para nabi, ahli-ahli Taurat, orang-orang Farisi dan penguasa saat itu. Bagi mereka, Yesus merupakan ancaman besar, sehingga mereka merencanakan kejahatan atas Yesus dan merencanakan pembunuhan. Walapun demikian, Yesus tidak gentar sedikitpun dan tidak mundur dari tugas perutusan-Nya. Kalaupun dalam Injil hari ini dikatakan bahwa sesudah Yesus berjalan keliling Galilea, sebab Ia tidak mau tetap tinggal di Yudea, karena di sana orang-orang Yahudi berusaha untuk membunuh-Nya. Ketika itu sudah dekat hari raya orang Yahudi, yaitu hari raya Pondok Daun. Tetapi sesudah saudara-saudara Yesus berangkat ke pesta itu, Iapun pergi juga ke situ, tidak terang-terangan tetapi diam-diam. Hal itu bukan mengatakan bahwa Yesus gentar dan takut menanggung resiko atas pewartaan-Nya. Kitab suci mengatakan bahwa alasannya adalah karena waktunya belum tiba. Kata-kata ini bukanlah pembelaan belakan, tetapi kenyataan yang sebenarnya karena pada akhirnya Yesus malah menyongsong kematian yang menjadi resiko pewartaan-Nya, dengan pergi ke Jerusalem (bdk. Mat 20:18; Mrk 10:33; Luk 18:32). Berkat kesetiaan Yesus pada kehendak Allah Bapa yang mengutus Dia untuk mewartakan kebaikan, kebenaran, mewartakan Kerajaan Allah, itulah yang menyelamatkan kita umat manusia.
Dalam Injil hari ini dikatakan bahwa mereka melihat, mendengar kesaksian Yesus dan mengenal Yesus, tetapi mereka tetap tidak percaya kepada Yesus, bahkan menolak dan hendak membunuh-Nya. Semoga kita tidak seperti itu. Yesus sudah mendjelaskan kepada kita bahwa Dia dalah Putera Allah yang diutus Allah Bapa untuk menyemalatkan manusia, sehingga hendaklah percaya kepada-Nya bahwa Dia adalah Mesias penyelamat kita.
Seperti yang dialami oleh Yesus sendiri, kitapun pasti akan pernah mengalami suatu pengalaman hidup di mana kita harus memilih apakah berbuat baik, benar atau sebaliknya. Dalam situasi yang demikian, secara manusiawi kita pasti akan mengalami rasa takut atau ragu untuk setia pada kebaikan dan kebenaran. Namun dalam situasi demikian, hendaknya kita senantiasa tetap setia pada jalan kebenaran dan kebaikan, karena dengan demikian kita sungguh menjadi pengikut Kristus sendiri. Amin.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.