Hukuman ringan, tokoh agama kecam hakim
Tokoh agama dan aktivis hak asasi manusia mengecam keputusan yang dibuat hakim pengadilan negeri Bekasi yang menjatuhkan hukuman ringan kepada terdakwa penusukan pendeta dan penatua Gereja HKBP tahun lalu.
Hal itu terkait keputusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman ringan, 51/2 bulan terhadap mantan pemimpin Front Pembela Islam, Raya Murhali Barda, pada 24 Februari lalu.
Barda dituduh menyerang Pdt Luspida Simanjuntak dan pembantunya Hasean Lumbantorun Sihombing dari Gereja HKBP pada 12 Septermber tahun lalu. Pdt Luspida menderita gegar otak akibat pukulan kayu di kepala, sedangkan Sihombing ditikam pada bagian perut.
“Majelis hakim menunjukkan situasi hukum di Indonesia. Mereka hanya takut akan kelompok tertentu,” kata Romo Antonius Benny Susetyo, sekretaris eksekutif Komisi HAK Konferensi Waligereja Indonesia.
Ia menambahkan hukuman tersebut hanya akan melukai rasa keadilan warga. Hukum saat ini telah gagal melindungi masyarakat.
Menurut Theopilus Bela, sekretaris jenderal Indonesian Committee of Religions for Peace, hukuman tersebut tidak adil karena para pelaku kekerasan dihukum bukan atas tindakan criminal tapi hanya sebagai ‘perbuatan yang tidak menyenangkan.’
Situasi seperti ini, kata Theopilus, akan merongrong kredibilitas institusi hukum dan menimbulkan ketidakpercayaan public, yang bisa merusak keharmonisan hubungan beragama di negara ini.
Dalam pernyataannya, Setara Institute for Democracy and Peace menyatakan pihak pengadilan dan majelis hakim gagal dalam melihat dampak dari hukuman tersebut terhadap kebebasan beragama dan kepercayaan di Indonesia.
Sumber: www.ucanews.com
Disadur dari : http://www.cathnewsindonesia.com/Tanggal publikasi: 2 Maret 2011
Hal itu terkait keputusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman ringan, 51/2 bulan terhadap mantan pemimpin Front Pembela Islam, Raya Murhali Barda, pada 24 Februari lalu.
Barda dituduh menyerang Pdt Luspida Simanjuntak dan pembantunya Hasean Lumbantorun Sihombing dari Gereja HKBP pada 12 Septermber tahun lalu. Pdt Luspida menderita gegar otak akibat pukulan kayu di kepala, sedangkan Sihombing ditikam pada bagian perut.
“Majelis hakim menunjukkan situasi hukum di Indonesia. Mereka hanya takut akan kelompok tertentu,” kata Romo Antonius Benny Susetyo, sekretaris eksekutif Komisi HAK Konferensi Waligereja Indonesia.
Ia menambahkan hukuman tersebut hanya akan melukai rasa keadilan warga. Hukum saat ini telah gagal melindungi masyarakat.
Menurut Theopilus Bela, sekretaris jenderal Indonesian Committee of Religions for Peace, hukuman tersebut tidak adil karena para pelaku kekerasan dihukum bukan atas tindakan criminal tapi hanya sebagai ‘perbuatan yang tidak menyenangkan.’
Situasi seperti ini, kata Theopilus, akan merongrong kredibilitas institusi hukum dan menimbulkan ketidakpercayaan public, yang bisa merusak keharmonisan hubungan beragama di negara ini.
Dalam pernyataannya, Setara Institute for Democracy and Peace menyatakan pihak pengadilan dan majelis hakim gagal dalam melihat dampak dari hukuman tersebut terhadap kebebasan beragama dan kepercayaan di Indonesia.
Sumber: www.ucanews.com
Disadur dari : http://www.cathnewsindonesia.com/Tanggal publikasi: 2 Maret 2011
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.