Renungan Hari Rabu Abu, 9 Maret 2011
Yl 2:12-18, Mzm 51:3-4,5-6a,12-13,14,17, 2Kor 5:20?6:2, Mat 6:1-6,16-18
Yl 2:12-18, Mzm 51:3-4,5-6a,12-13,14,17, 2Kor 5:20?6:2, Mat 6:1-6,16-18
"Menerima abu di dahi pada hari Rabu Abu."
BACAAN INJIL:
"Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. "Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."
Demikianlah Injil Tuhan bagi kita hari ini.
RENUNGAN:
Sering kita mendengar komentar yang mengatakan bahwa puasa katolik itu gampang dan terlalu mudah, jauh lebih gampang bila dibandingkan dengan puasa kaum muslim, karena dikatakan hanya makan kenyang 1 kali dalam sehari dan tetap makan 3 kali sehari, hanya dikurangi porsinya. Memang kalau hanya melihat dan mengerti puasa dalam artian itu, puasa kita sangatlah mudah. Sebenarnya puasa kita bukan hanya menyangkut puasa dan pantang atau soal mengurangi makan dan minum, tetapi yang lebih penting adalah perubahan hidup yang berkenan pada Allah serta lewat semuanya itu hidup kita semakin dekat dengan Allah. Puasa atau pantang yang hebat sekalipun, tidak ada gunanya bila hidup kita tidak berubah dan tidak semakin dekat dengan Tuhan. Namun kenyataannya, walaupun banyak umat berkomentar bahwa puasa kita itu gampang, tapi toh yang dirasa gampang itu pun tidak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Hari ini kita membuka masa Puasa atau Prapaskah kita dengan liturgy Rabu Abu. Pada hari rabu abu, kita menerima abu yang dioleskan di dahi kita. Pengolesan atau peneriaan abu pada awal masa puasa adalah suatu pertandan dan suatu ingatakan bagi kita bahwa diri kita adalah ciptaan Tuhan yang hina, yang telah dikotori oleh dosa sehingga kita membutuhkan pertobatan, pembersihan diri dari dosa-dosa kita. Penerimaan abu itulah yang menjadi tanda awal kita memulai retret agung selama 40 hari pada masa prapaskah. Namun seringkali kita temui, umat begitu sulit menghadiri perayaan Rabu Abu untuk menerima abu yang menjadi awal masa prapaskah. Di beberapa stasi masih terjadi bahwa pada hari Rabu Abu tidak diadakan ibadat penerimaan abu, tetapi dilaksanakan pada hari Minggu setelah Rabu Abu. Seringkali alasan yang dinyatakan adalah sibuk bekerja, sehingga tidak sempat ke Gereja untuk mengikuti Ibadah Rabu Abu. Dalam Liturgi kita jelas Hari Rabu Abu adalah awal masa Prapaskah, saat penerimaan Abu di dahi. Jelas juga bahwa kita tidak mengenal Minggu Abu. Banyak paroki atau stasi yang kurang menekankan liturgy Rabu abu ini dengan tetap mengadakan penerimaan Abu pada hari Minggu setelah Rabu Abu. Alasannya dikatakan demi mengerti dan memahami kesibukan umat dan agar umat tetap menerima abu, pada masa prapaskah. Alasan ini kesanya seakan hanya mengetengahkan hal penerimaan abu saja. Tanpa sadar kurang mendidik umat akan liturgy Rabu Abu pada awal masa prapaskah, karena demikian itulah makanya umat tidak melihat nilai hari Rabu Abu karena berpikir toh bisa menerima abu pada hari Minggu nanti. Sikap yang terlalu kompromi itu pula, tanpa sadar juga membuat umat kurang dididik untuk mengatur waktu dan rela berkorban meninggalkan kesibukan sebentar untuk ikut merayakan Rabu Abu di Gereja bersama dengan semua umat. Mengatur waktu dan berani meninggalkan kesibukan sebentar untuk ikut dalam perayaan Rabu Abu dan menerima abu, itu merupakan awal yang sangat bagus memasuki masa prapaskah. Sebab, bagaimana mungkin kita bisa mengubah diri dan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan pada masa prapaskah, kalau kita tidak mengawalinya dengan sikap pengorbanan, kalau kita tidak bisa memngatur diri atau waktu untuk menghadiri perayaan Rabu Abu? Kiranya soal mengatur waktu, keluar sebentar dari kesibukan untuk menghadiri perayaan Rabu Abu, masih hal yang sederhana, tapi itupun belum bisa kita laksanakan, apalagi perubahan diri yang semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Nah, baiklah kitanya kita awali dan tunjukkan niat kita untuk serius menjalani masa prapaskah ini dengan diawali dengan kehadiran dalam perayaan Rabu Abu. Orang mengatakan, ‘Kalau tidak ada niat dan hati tidak di situ, pasti banyak alasan.’ Niat untuk menjalani masa prapaskah dengan baik, terwujud dalam kehadiran pada perayaan Rabu Abu dan menerima abu di dahi pada perayaan tersbeut.
Masa Pra-paskah kita kenal dengan masa Retret Agung selama 40 hari. Selama masa Pra-Paskah kita diajak untuk memperbaharui diri dan hidup kita seperti yang dikehendaki oleh Tuhan. Dalam masa Pra-paskah, pantang dan puasa adalah bentuk dari upaya kita untuk memperbaharui diri, di mana lewat pantang dan puasa, kita berusaha untuk tidak dirajai oleh makanan, minuman dan kesenangan lain. Bentuk lain yang bisa kita lakukan adalah hidup yang semakin rajin berdoa, semakin rajin bergereja, semakin rajin dan banyak melakukan amal baik kepada sesama. Intinya adalah hidup yang berubah sesuai dengan kehendak Tuhan dan hidup yang semakin dekat dengan Tuhan. Pantang dan puasa sebesar apapun yang kita lakukan, kalau kita hidup kita tidak berubah dan tidak semakin dekat dengan Tuhan, itu kiranya bukan pantang dan puasa yang dimaksudkan oleh Gereja. Selain itu, pantang dan puasa kita itu juga harus berbuah dan dapat dirasakah oleh sesama kita. Itulah yang diwujudkan dalam APP. Saat kita mengurangi makan, minum atau kesenangan lain, bukan untuk menambah kekayaan kita, tetapi hasil pantang dan puasa kita itu harus dirasakan oleh sesama yang menderita yakni hasil dari pantang dan puasa kita itulah yang kita berikan sebagai APP.
Namun hendaknya kita tetap ingat, bahwa pantang dan puasa kita itu adalah agar hidup kita semakin dekat dengan Tuhan. Pantang dan puasa selama masa pra-paskah bukan untuk dilihat atau untuk mendapat pujian dari orang lain, dan bukan juga jadi alasan untuk bermalas-malas dalam bekerja. Yesus mengatakan agar dalam menjalani pantang dan puasa seakan tidak melaksanakannya di mata orang, tetapi biarlah hanya Tuhan yang mengetahuinya. Sikap demikian juga menjadi salah satu bentuk penyangkalan diri kita, yang mana kita melakukan hal yang baik bukan untuk mendapat pujian dari orang lain. Sikap yang demikian juga berarti kita menghindarkan diri dari sikap untuk mencari pujian, kehormatan dan kesenangan diri.
Dengan demikian, mari kita awali masa pra-paskah dengan berusaha semaksimal mungkin dengan berkorban untuk menghadiri perayaan Rabu Abu di Gereja dan menerima abu pada perayaan itu. Pra-paskah yang kita awali dengan sikap berkorban, akan sangat memantu kita dalam menjalani masa pra-paskah dengan sangat baik. Sehingga pasa Pra-paskah merupakan kesempatan yang baik untuk mengubah hati, pikiran dan hidup kita serta hidup yang semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Amin.
"Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. "Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."
Demikianlah Injil Tuhan bagi kita hari ini.
RENUNGAN:
Sering kita mendengar komentar yang mengatakan bahwa puasa katolik itu gampang dan terlalu mudah, jauh lebih gampang bila dibandingkan dengan puasa kaum muslim, karena dikatakan hanya makan kenyang 1 kali dalam sehari dan tetap makan 3 kali sehari, hanya dikurangi porsinya. Memang kalau hanya melihat dan mengerti puasa dalam artian itu, puasa kita sangatlah mudah. Sebenarnya puasa kita bukan hanya menyangkut puasa dan pantang atau soal mengurangi makan dan minum, tetapi yang lebih penting adalah perubahan hidup yang berkenan pada Allah serta lewat semuanya itu hidup kita semakin dekat dengan Allah. Puasa atau pantang yang hebat sekalipun, tidak ada gunanya bila hidup kita tidak berubah dan tidak semakin dekat dengan Tuhan. Namun kenyataannya, walaupun banyak umat berkomentar bahwa puasa kita itu gampang, tapi toh yang dirasa gampang itu pun tidak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Hari ini kita membuka masa Puasa atau Prapaskah kita dengan liturgy Rabu Abu. Pada hari rabu abu, kita menerima abu yang dioleskan di dahi kita. Pengolesan atau peneriaan abu pada awal masa puasa adalah suatu pertandan dan suatu ingatakan bagi kita bahwa diri kita adalah ciptaan Tuhan yang hina, yang telah dikotori oleh dosa sehingga kita membutuhkan pertobatan, pembersihan diri dari dosa-dosa kita. Penerimaan abu itulah yang menjadi tanda awal kita memulai retret agung selama 40 hari pada masa prapaskah. Namun seringkali kita temui, umat begitu sulit menghadiri perayaan Rabu Abu untuk menerima abu yang menjadi awal masa prapaskah. Di beberapa stasi masih terjadi bahwa pada hari Rabu Abu tidak diadakan ibadat penerimaan abu, tetapi dilaksanakan pada hari Minggu setelah Rabu Abu. Seringkali alasan yang dinyatakan adalah sibuk bekerja, sehingga tidak sempat ke Gereja untuk mengikuti Ibadah Rabu Abu. Dalam Liturgi kita jelas Hari Rabu Abu adalah awal masa Prapaskah, saat penerimaan Abu di dahi. Jelas juga bahwa kita tidak mengenal Minggu Abu. Banyak paroki atau stasi yang kurang menekankan liturgy Rabu abu ini dengan tetap mengadakan penerimaan Abu pada hari Minggu setelah Rabu Abu. Alasannya dikatakan demi mengerti dan memahami kesibukan umat dan agar umat tetap menerima abu, pada masa prapaskah. Alasan ini kesanya seakan hanya mengetengahkan hal penerimaan abu saja. Tanpa sadar kurang mendidik umat akan liturgy Rabu Abu pada awal masa prapaskah, karena demikian itulah makanya umat tidak melihat nilai hari Rabu Abu karena berpikir toh bisa menerima abu pada hari Minggu nanti. Sikap yang terlalu kompromi itu pula, tanpa sadar juga membuat umat kurang dididik untuk mengatur waktu dan rela berkorban meninggalkan kesibukan sebentar untuk ikut merayakan Rabu Abu di Gereja bersama dengan semua umat. Mengatur waktu dan berani meninggalkan kesibukan sebentar untuk ikut dalam perayaan Rabu Abu dan menerima abu, itu merupakan awal yang sangat bagus memasuki masa prapaskah. Sebab, bagaimana mungkin kita bisa mengubah diri dan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan pada masa prapaskah, kalau kita tidak mengawalinya dengan sikap pengorbanan, kalau kita tidak bisa memngatur diri atau waktu untuk menghadiri perayaan Rabu Abu? Kiranya soal mengatur waktu, keluar sebentar dari kesibukan untuk menghadiri perayaan Rabu Abu, masih hal yang sederhana, tapi itupun belum bisa kita laksanakan, apalagi perubahan diri yang semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Nah, baiklah kitanya kita awali dan tunjukkan niat kita untuk serius menjalani masa prapaskah ini dengan diawali dengan kehadiran dalam perayaan Rabu Abu. Orang mengatakan, ‘Kalau tidak ada niat dan hati tidak di situ, pasti banyak alasan.’ Niat untuk menjalani masa prapaskah dengan baik, terwujud dalam kehadiran pada perayaan Rabu Abu dan menerima abu di dahi pada perayaan tersbeut.
Masa Pra-paskah kita kenal dengan masa Retret Agung selama 40 hari. Selama masa Pra-Paskah kita diajak untuk memperbaharui diri dan hidup kita seperti yang dikehendaki oleh Tuhan. Dalam masa Pra-paskah, pantang dan puasa adalah bentuk dari upaya kita untuk memperbaharui diri, di mana lewat pantang dan puasa, kita berusaha untuk tidak dirajai oleh makanan, minuman dan kesenangan lain. Bentuk lain yang bisa kita lakukan adalah hidup yang semakin rajin berdoa, semakin rajin bergereja, semakin rajin dan banyak melakukan amal baik kepada sesama. Intinya adalah hidup yang berubah sesuai dengan kehendak Tuhan dan hidup yang semakin dekat dengan Tuhan. Pantang dan puasa sebesar apapun yang kita lakukan, kalau kita hidup kita tidak berubah dan tidak semakin dekat dengan Tuhan, itu kiranya bukan pantang dan puasa yang dimaksudkan oleh Gereja. Selain itu, pantang dan puasa kita itu juga harus berbuah dan dapat dirasakah oleh sesama kita. Itulah yang diwujudkan dalam APP. Saat kita mengurangi makan, minum atau kesenangan lain, bukan untuk menambah kekayaan kita, tetapi hasil pantang dan puasa kita itu harus dirasakan oleh sesama yang menderita yakni hasil dari pantang dan puasa kita itulah yang kita berikan sebagai APP.
Namun hendaknya kita tetap ingat, bahwa pantang dan puasa kita itu adalah agar hidup kita semakin dekat dengan Tuhan. Pantang dan puasa selama masa pra-paskah bukan untuk dilihat atau untuk mendapat pujian dari orang lain, dan bukan juga jadi alasan untuk bermalas-malas dalam bekerja. Yesus mengatakan agar dalam menjalani pantang dan puasa seakan tidak melaksanakannya di mata orang, tetapi biarlah hanya Tuhan yang mengetahuinya. Sikap demikian juga menjadi salah satu bentuk penyangkalan diri kita, yang mana kita melakukan hal yang baik bukan untuk mendapat pujian dari orang lain. Sikap yang demikian juga berarti kita menghindarkan diri dari sikap untuk mencari pujian, kehormatan dan kesenangan diri.
Dengan demikian, mari kita awali masa pra-paskah dengan berusaha semaksimal mungkin dengan berkorban untuk menghadiri perayaan Rabu Abu di Gereja dan menerima abu pada perayaan itu. Pra-paskah yang kita awali dengan sikap berkorban, akan sangat memantu kita dalam menjalani masa pra-paskah dengan sangat baik. Sehingga pasa Pra-paskah merupakan kesempatan yang baik untuk mengubah hati, pikiran dan hidup kita serta hidup yang semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Amin.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.