Dipo Komentari Mayoritas dan Minoritas
Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengatakan, tidak hanya kelompok mayoritas yang dituntut harus paham serta melindungi hak dan kewajiban kelompok minoritas beragama, tetapi sebaliknya minoritas juga harus paham serta melindungi hak dan kewajiban mayoritas.
“Agar sama-sama mencegah penistaan agama, dan bersama pula mencegah kekerasan antarumat beragama,” katanya di Jakarta, Rabu, melalui surat elektronik yang diterima ANTARA. Dipo mengingatkan agar kelompok lintas agama eksklusif kalau mau melakukan gerakan politik terselubung, janganlah mengusung soal agama, dan menamakan sebagai gerakan moral. Ia meminta semua pihak menghormati pluralisme dalam beragama sesuai dengan UUD dan turunannya dalam SKB Tiga Menteri, tetapi bukan dengan mengorbankan kepahaman setara antara hak dan kewajiban minoritas dan mayoritas.
Dipo menegaskan bahwa pemerintah jelas sangat serius dalam memperhatikan hak dan kewajiban antarumat beragama baik berdasarkan konstitusi maupun pengadilan/hukum bila terjadi konflik kekerasan.
“Tidak perlu lagi diajari, kita masing-masing tahu makna dalam asas Pancasila. Janganlah satu dua kejadian, yang bersama kita kutuk sebagai kekerasan dengan alasan keyakinan agama, kemudian seolah dengan mudah digeneralisasikan menganggap pemerintah lalai dan melakukan pembiaran kekerasan,” ujarnya. Konflik umat Islam dengan Ahmadiyah sudah berlangsung lama, tidak hanya terjadi di pemerintahan di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dipo Alam mengingatkan, tokoh agama memiliki tanggung jawab yang sama dengan pemerintah, baik di pusat maupun daerah, di era demokrasi sebagai pemangku kekuasaan –termasuk juga media– untuk bersama-sama menyejukan kerukunan beragama.
“Bukan sebaliknya, gaduh memperkeruh kerukunan beragama antara minoritas dan mayoritas. Konflik horizontal yang pernah kita alami sangatlah pahit dan memilukan. Itu memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk menyelesaikannya,” tegas Dipo.
Sebelumnya, diberitakan bahwa dalam konferensi pers di Kantor Maarif Institute, Juru Bicara Badan Pekerja Gerakan Lintas Agama, Fajar Riza Ul Haq mengatakan, gerakan tokoh lintas agama sama sekali tidak pernah secara kolektif bicara polemik Ahmadiyah.
“Tetapi kekerasan terhadap kelompok minoritas harus disikapi serius oleh negara, karena melindungi minoritas adalah amanat konstitusi, dan yang menjadi titik tekan gerakan ini,” kata Fajar.
(Antaranews.com)
“Agar sama-sama mencegah penistaan agama, dan bersama pula mencegah kekerasan antarumat beragama,” katanya di Jakarta, Rabu, melalui surat elektronik yang diterima ANTARA. Dipo mengingatkan agar kelompok lintas agama eksklusif kalau mau melakukan gerakan politik terselubung, janganlah mengusung soal agama, dan menamakan sebagai gerakan moral. Ia meminta semua pihak menghormati pluralisme dalam beragama sesuai dengan UUD dan turunannya dalam SKB Tiga Menteri, tetapi bukan dengan mengorbankan kepahaman setara antara hak dan kewajiban minoritas dan mayoritas.
Dipo menegaskan bahwa pemerintah jelas sangat serius dalam memperhatikan hak dan kewajiban antarumat beragama baik berdasarkan konstitusi maupun pengadilan/hukum bila terjadi konflik kekerasan.
“Tidak perlu lagi diajari, kita masing-masing tahu makna dalam asas Pancasila. Janganlah satu dua kejadian, yang bersama kita kutuk sebagai kekerasan dengan alasan keyakinan agama, kemudian seolah dengan mudah digeneralisasikan menganggap pemerintah lalai dan melakukan pembiaran kekerasan,” ujarnya. Konflik umat Islam dengan Ahmadiyah sudah berlangsung lama, tidak hanya terjadi di pemerintahan di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dipo Alam mengingatkan, tokoh agama memiliki tanggung jawab yang sama dengan pemerintah, baik di pusat maupun daerah, di era demokrasi sebagai pemangku kekuasaan –termasuk juga media– untuk bersama-sama menyejukan kerukunan beragama.
“Bukan sebaliknya, gaduh memperkeruh kerukunan beragama antara minoritas dan mayoritas. Konflik horizontal yang pernah kita alami sangatlah pahit dan memilukan. Itu memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk menyelesaikannya,” tegas Dipo.
Sebelumnya, diberitakan bahwa dalam konferensi pers di Kantor Maarif Institute, Juru Bicara Badan Pekerja Gerakan Lintas Agama, Fajar Riza Ul Haq mengatakan, gerakan tokoh lintas agama sama sekali tidak pernah secara kolektif bicara polemik Ahmadiyah.
“Tetapi kekerasan terhadap kelompok minoritas harus disikapi serius oleh negara, karena melindungi minoritas adalah amanat konstitusi, dan yang menjadi titik tekan gerakan ini,” kata Fajar.
(Antaranews.com)
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.