Protestan marah atas obligasi Islam
Kelompok-kelompok Protestan di Korea Selatan mengancungkan kepalan tangan menentang langkah pemerintah untuk menarik investasi dari Timur Tengah dengan memberikan pengecualian pajak untuk Sukuks (obligasi finansial shariah).
Masalah ini menjadi isu panas karena sebuah rancangan undang-undang (RUU) tentang pengecualian pajak tersebut diajukan dalam sidang khusus DPR yang dimulai 18 Februari.
Umat Protestan, termasuk Christian Council of Korea (CCK) dan Council of Presbyterian Churches in Korea (CPCK), mengatakan RUU tersebut terlalu memihak kaum Muslim dan bahkan akan mendorong ekstremis Islam berinvestasi di Korea.
CCK mengatakan, pihaknya telah membentuk sebuah komisi khusus menentang “Hukum Sukuk” yang akan menyelenggarakan berbagai protes terorganisasi.
Para anggota komisi tersebut, termasuk Pendeta yeon Ja-Kiel, ketua CCK, telah mengunjungi para pemimpin Partai Nasional Raya (GNP) yang sedang berkuasa pada 17 Februari. Dia memperingatkan mereka bahwa pekerjaan mereka terkait RUU tersebut bisa membuat mereka terguling dalam pemilihan umum nasional mendatang bila RUU itu disahkan parlemen menjadi UU.
Pendeta Kiel mengatakan, RUU yang “pada dasarnya dirancang secara salah” itu memberi “keistimewaan yang tidak berimbang” kepada Islam.
Sebelumnya, CPCK sendiri telah mengatakan bahwa RUU itu akan mendorong kegiatan ekstremis Islam di Korea. Bulan lalu, dalam sebuah pernyataan, CPCK menyuarakan kekhawatiran bahwa melalui obligasi tersebut uang dipakai untuk mendukung para teroris Islam.
Menepis kekhawatiran tersebut, pemerintah mengatakan, pengecualian pajak atas Sukuks itu sejalan dengan peraturan menyangkut obligasi dari mata uang asing lainnya.
A Hankook Ilbo, harian nasional edisi 20 Februari, menyerang kelompok-kelompok Protestan, dengan menyebut bahwa protes-protes mereka “bersifat permusuhan terhadap ekspansi Islam.”
ucanews.com
Disadur dari : http://www.cathnewsindonesia.com/Tanggal publikasi: 22 Februari 2011
Masalah ini menjadi isu panas karena sebuah rancangan undang-undang (RUU) tentang pengecualian pajak tersebut diajukan dalam sidang khusus DPR yang dimulai 18 Februari.
Umat Protestan, termasuk Christian Council of Korea (CCK) dan Council of Presbyterian Churches in Korea (CPCK), mengatakan RUU tersebut terlalu memihak kaum Muslim dan bahkan akan mendorong ekstremis Islam berinvestasi di Korea.
CCK mengatakan, pihaknya telah membentuk sebuah komisi khusus menentang “Hukum Sukuk” yang akan menyelenggarakan berbagai protes terorganisasi.
Para anggota komisi tersebut, termasuk Pendeta yeon Ja-Kiel, ketua CCK, telah mengunjungi para pemimpin Partai Nasional Raya (GNP) yang sedang berkuasa pada 17 Februari. Dia memperingatkan mereka bahwa pekerjaan mereka terkait RUU tersebut bisa membuat mereka terguling dalam pemilihan umum nasional mendatang bila RUU itu disahkan parlemen menjadi UU.
Pendeta Kiel mengatakan, RUU yang “pada dasarnya dirancang secara salah” itu memberi “keistimewaan yang tidak berimbang” kepada Islam.
Sebelumnya, CPCK sendiri telah mengatakan bahwa RUU itu akan mendorong kegiatan ekstremis Islam di Korea. Bulan lalu, dalam sebuah pernyataan, CPCK menyuarakan kekhawatiran bahwa melalui obligasi tersebut uang dipakai untuk mendukung para teroris Islam.
Menepis kekhawatiran tersebut, pemerintah mengatakan, pengecualian pajak atas Sukuks itu sejalan dengan peraturan menyangkut obligasi dari mata uang asing lainnya.
A Hankook Ilbo, harian nasional edisi 20 Februari, menyerang kelompok-kelompok Protestan, dengan menyebut bahwa protes-protes mereka “bersifat permusuhan terhadap ekspansi Islam.”
ucanews.com
Disadur dari : http://www.cathnewsindonesia.com/Tanggal publikasi: 22 Februari 2011
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.