RENUNGAN HARIAN: Selasa 21 Februari 2012
MASA BIASA TAHUN B: Pekan VII:
Yak 3:13-18, Mzm 19:8,9,10,15, Mrk 9:14-29
MASA BIASA TAHUN B: Pekan VII:
Yak 3:13-18, Mzm 19:8,9,10,15, Mrk 9:14-29
BACAAN INJIL:
Yesus dan murid-murid-Nya berangkat dari situ dan melewati Galilea, dan Yesus tidak mau hal itu diketahui orang; sebab Ia sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit." Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya. Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah di rumah, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?" Tetapi mereka diam, sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku."
RENUNGAN:
Setiap orang sejak kecil pasti dididik menjadi yang terbaik dari orang lain. Tidak ada orang tua yang mendidik dan mengharapkan anak-anaknya menjadi orang yang paling bodoh dibanding teman-temannya, tetapi pasti mendorong dan seakan memaksa anaknya harus menjadi yang terbaik. Orang tua juga pasti mendidik anak-anaknya untuk meraih cita-cita setinggi-tingginya. Orang tua juga pasti bagaimanapun tanpa disadari akan lebih menyayangi dan menyukai anaknya bila mereka menjadi yang terbaik. Dalam kenyataan hidup juga demikian, semua orang pasti lebih suka terhadap orang yang dianggap hebat.
Jadi suatu hal yang wajar bila para rasul mempersoalkan siapa yang menjadi terbesar diantara mereka. Sebab bagaimanapun memang harus ada yang menjadi pemimpin di antara para murid. Yesus tidak melarang orang menjadi yang terbaik, dan punya keinginan atau cita-cita tinggi. Namun Yesus mengingatkan bahwa yang berkenan di hadapan Allah bukan ditentukan oleh jabatan atau pangkat. Memang pikiran Tuhan berbeda dengan pikiran manusia. Kalau dalam hidup manusia, pangkat, jabatan yang tinggi dan kekayaan yang besar, itu dianggap sebagai keutamaan dan dianggap membuat orang menjadi yang terhormat. Namun di hadapan Allah, bukan itu yang terutama. Yang terutama adalah sikap melayani kepada sesama. Pelayanan yang dimaksudkan pun adalah pelayanan yang tulus dan penuh kasih, seperti pelayanan kepada seorang anak kecil yang tidak bisa berbuat apa-apa dan pasti tidak bisa membalasnya. Sebab bisa saja orang begitu semangat dalam pelayanan atau dalam melaksanakan tugasnya melayani orang, tetapi karena mendapatkan upah dan mengharapkan imbalan. Hal ini bukan hal yang aneh, sebab ada juga orang yang senang bila ada terjadi kemalangan, karena dengan demikian orang menganggap ada proyek kemanusiaan dan ada dana sosial yang akan dikelolah. Saat ini malahan, orang miskin dan bantuan sosialpun sudah dibisniskan.
Di hadapan Allah, yang berkenan adalah sikap cinta kasih dan pelayanan yang tulus kepada sesama, bukan jabatan dan pangkat atau arta yang berlimpah. Namun Tuhan tidak melarang kita untuk meraihnya itu. Tetapi harus kita ingat, jangan sampai karena demi meraih semuanya itu, kita justru bersikap sombong dan lupa untuk mengasihi dan berbuat baik kepada sesama. Bila kita diberi berkat menjadi yang terbaik dari sesama, baiklah semuanya itu tidak membuat kita sombong dan lupa diri. Tetapi gunakanlah itu sebagai jalan atau alat untuk melayani sesama. Amin.
Yesus dan murid-murid-Nya berangkat dari situ dan melewati Galilea, dan Yesus tidak mau hal itu diketahui orang; sebab Ia sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka: "Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit." Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya. Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah di rumah, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?" Tetapi mereka diam, sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya." Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku."
RENUNGAN:
Setiap orang sejak kecil pasti dididik menjadi yang terbaik dari orang lain. Tidak ada orang tua yang mendidik dan mengharapkan anak-anaknya menjadi orang yang paling bodoh dibanding teman-temannya, tetapi pasti mendorong dan seakan memaksa anaknya harus menjadi yang terbaik. Orang tua juga pasti mendidik anak-anaknya untuk meraih cita-cita setinggi-tingginya. Orang tua juga pasti bagaimanapun tanpa disadari akan lebih menyayangi dan menyukai anaknya bila mereka menjadi yang terbaik. Dalam kenyataan hidup juga demikian, semua orang pasti lebih suka terhadap orang yang dianggap hebat.
Jadi suatu hal yang wajar bila para rasul mempersoalkan siapa yang menjadi terbesar diantara mereka. Sebab bagaimanapun memang harus ada yang menjadi pemimpin di antara para murid. Yesus tidak melarang orang menjadi yang terbaik, dan punya keinginan atau cita-cita tinggi. Namun Yesus mengingatkan bahwa yang berkenan di hadapan Allah bukan ditentukan oleh jabatan atau pangkat. Memang pikiran Tuhan berbeda dengan pikiran manusia. Kalau dalam hidup manusia, pangkat, jabatan yang tinggi dan kekayaan yang besar, itu dianggap sebagai keutamaan dan dianggap membuat orang menjadi yang terhormat. Namun di hadapan Allah, bukan itu yang terutama. Yang terutama adalah sikap melayani kepada sesama. Pelayanan yang dimaksudkan pun adalah pelayanan yang tulus dan penuh kasih, seperti pelayanan kepada seorang anak kecil yang tidak bisa berbuat apa-apa dan pasti tidak bisa membalasnya. Sebab bisa saja orang begitu semangat dalam pelayanan atau dalam melaksanakan tugasnya melayani orang, tetapi karena mendapatkan upah dan mengharapkan imbalan. Hal ini bukan hal yang aneh, sebab ada juga orang yang senang bila ada terjadi kemalangan, karena dengan demikian orang menganggap ada proyek kemanusiaan dan ada dana sosial yang akan dikelolah. Saat ini malahan, orang miskin dan bantuan sosialpun sudah dibisniskan.
Di hadapan Allah, yang berkenan adalah sikap cinta kasih dan pelayanan yang tulus kepada sesama, bukan jabatan dan pangkat atau arta yang berlimpah. Namun Tuhan tidak melarang kita untuk meraihnya itu. Tetapi harus kita ingat, jangan sampai karena demi meraih semuanya itu, kita justru bersikap sombong dan lupa untuk mengasihi dan berbuat baik kepada sesama. Bila kita diberi berkat menjadi yang terbaik dari sesama, baiklah semuanya itu tidak membuat kita sombong dan lupa diri. Tetapi gunakanlah itu sebagai jalan atau alat untuk melayani sesama. Amin.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.