RENUNGAN MASA PRAPASKAH TAHUN B:
(Hari Rabu Abu: Puasa dan Pantang, Pesta Takhta St. Petrus, Rasul)
Yl 2:12-18, Mzm 51:3-4,5-6a,12-13,14,17, 2Kor 5:20-6:2, Mat 6:1-6,16-18
(Hari Rabu Abu: Puasa dan Pantang, Pesta Takhta St. Petrus, Rasul)
Yl 2:12-18, Mzm 51:3-4,5-6a,12-13,14,17, 2Kor 5:20-6:2, Mat 6:1-6,16-18
BACAAN INJIL:
"Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. "Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."
RENUNGAN:
Hari ini Gereja merayakan hari Raya Rabu Abu, yang menjadi awal dari masa prapaskah. Pada hari Raya Rabu abu ini, umat menerima abu di dahi untuk mengawali masa pertobatan. Sehingga jelas bahwa menerima abu di dahi mengawali masa pertobatan dan dengan menerima abu, umat disadarkan akan dirinya yang penuh dosa, seperti abu sehingga membutuhkan pertobatan. Namun kerap kali masih banyak umat yang di pedalaman belum memahami betul akan makna menerima abu di dahi pada awal masa prapaskah dan juga karena itu belum mengerti betul akan arti masa prapaskah. Bahkan tidak sedikit umat yang mengerti makna hari Raya Rabu Abu dengan menerima Abu pada hari itu sebagai tanda awal masa tobat. Dari sebab itulah makanya tidak jarang kita temukan umat yang tidak berupaya menghadiri perayaan Ekaristi dan menerima abu di dahi pada hari Raya Rabu Abu. Ada saja umat yang mengharapkan agar diperbolehkan menerima abu pada hari minggu berikutnya. Oleh karena itu, tidak jarang ada paroki tertentu atau gereja stasi tertentu mengadakan penerimaan abu pada hari Minggu berikutnya, dengan alasan agar umat yang sibuk dan berhalangan datang pada hari Rabu abu itu, juga menerima abu pada hari Minggunya. Yah, alasan kesibukan umat seringkali menjadi senjata ampuh untuk tidak merayakan hari Raya Rabu Abu, sehingga seakan ada hari Raya Minggu Abu.
Memang bukan suatu hal salah kalau umat sibuk sehingga sulit hadir pada hari Raya Rabu Abu untuk menerima abu pada awal masa prapaskah. Apakah dengan alasan sibuk menjadi alasan bagi kita untuk tidak berupaya menyiapkan waktu untuk merayakan hari Raya Rabu Abu? Namun perlu kita ingat, kalau bukan kita lagi yang merayakan liturgi hari Raya Rabu Abu, siapa lagi yang akan mempertahankannya? Tentu itu hendaknya bukan menjadi alasan yang dibuat untuk tidak hadir merayakan hari Raya Rabu Abu. Tetapi hendaknya kita berupaya semaksimal mungkin untuk mengatur waktu sehingga kita mengawali masa prapaskah dengan menerima abu pada hari Raya Rabu Abu itu sendiri. Ini mungkin sulit, tetapi bukan tidak memungkinkan kalau kita mau mengatur waktu dan berkorba. Justru jelas bagi kita bila kita sungguh mengatur waktu dan mau berkorban untuk bisa hadir merayakan hari Raya Rabu Abu dan menerima abu pada saat itu juga, itu berarti kita sudah mengawali masa prapaskah, masa pertobatan dengan suatu pengorbanan. Sungguh merupakan awal dari pertobatan yang indah. Yakinlah, kalau masa prapaskah ini kita awali dengan suatu pengorbanan (waktu), masa prapaskah akan bisa kita jalani dengan lebih bermakna. Sebagai bagaimana mungkin masa pertobatan (prapaskah) dapat kita isi dengan sesuatu yang bermakna kalau kita mengawalinya saja tidak dengan usaha dan pengorbanan?
Dengan menerima abu pada hari Raya Abu-abu, kita sungguh diajak pertama-tama menyadari kedosaan dan kehinaan kita layaknya seperti abu, sebelum menjalani masa pertobatan selama 40 hari. Dengan menerima abu itu, kita disadarkan akan diri kita sehingga kita membutuhkan pertobatan hidup. Sebab sulit rasanya dibayangkan bahwa kita menjalani masa pertebotan kalau kita tidak sadar bahwa kita adalah manusia berdosa yang membutuhkan pembersihan dan pertobatan. Menerima abu pada hari Raya Rabu-abu ini, seringkali kurang dipahami, sehingga tidak sedikit umat menjalani masa prapaskah tanpa menerima abu pada hari raya Rabu Abu.
Masa prapaskah merupakan masa untuk bertobat. Selamat masa prapaskah ini, kita diharapam berusaha memperbaharui diri dan hidup. Masa prapaskah juga dikenal dengan sebutan masa pantang dan puasa. Pantang dan puasa yang diharapkan tentu bukan hanya soal pantang makan dan puasa. Hal makan dan minum hanya merupakan sebagian dari tindakan pertobatan selama masa prapaskah ini. Yang lebih utama adalah memperbaharui diri dan berusaha hidup lebih baik dan terutama lebih dekat dengan Tuhan.
Hari ini Yesus mengingatkan kita bahwa pantang dan puasa atau masa prapaskah ini kita jalani sebagai bentuk pertobatan dan semata-mata untuk memperbaharui diri serta semakin mendekatkan diri dengan Tuhan. Oleh sebab itu Yesus mengatakan bahwa bila kita berpuasa, janganlah hanya untuk tujuan duniawi dan terutama jangan supaya dilihat dan dipuji orang. Yesus justru mengatakan bahwa saat kita berpuasa, baiklah kita hidup seakan-akan tidak berpuasa, tidak perlu diketahui oleh orang lain. Dengan demikian, jangan justru kita pamer diri dan jangan pula pantang dan puasa kita buat sebagai alasan untuk tidak bekerja apalagi melakukan kebaikan. Kita hendaknya menjalankan aktivitas harian kita sebagaimana biasanya, tetapi dengan hidup lebih bermakna karena dalam aktivitas itu, kita berusaha hidup lebik baik dan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.
Banyak hal yang bisa kita lakukan selama masa propaskah ini, bisa itu dengan mengurangi makan, minum serta kesenangan diri atau pengeluaran untuk kesenangan diri. Namun itu semua tidak cukup kalau hidup kita tidak semakin lebih dekat dengan Tuhan dan juga dengan sesama kita. Oleh karena itulah, dikatakan bahwa pantang dan puasa kita juga hendaknya juga dirasakan oleh sesama. Dengan kata lain, apa yang kita lakukan, itu kita lakukan dengan tulus dan sebagai jalan kita untuk berbagi sukacita dengan sesama yang membutuhkan. Kiranya masa prapaskah kita kurang bernilai kalau kita tidak semakin dekata dengan Tuhan, juga bila kita tetap tidak punya rasa peduli dan kasih dengan sesama. Maka semoga masa prapaskah, masa pertobatan ini, kita gunakan sebagai kesempatan untuk memperbaharui diri. Amin.
"Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu." "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. "Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu."
RENUNGAN:
Hari ini Gereja merayakan hari Raya Rabu Abu, yang menjadi awal dari masa prapaskah. Pada hari Raya Rabu abu ini, umat menerima abu di dahi untuk mengawali masa pertobatan. Sehingga jelas bahwa menerima abu di dahi mengawali masa pertobatan dan dengan menerima abu, umat disadarkan akan dirinya yang penuh dosa, seperti abu sehingga membutuhkan pertobatan. Namun kerap kali masih banyak umat yang di pedalaman belum memahami betul akan makna menerima abu di dahi pada awal masa prapaskah dan juga karena itu belum mengerti betul akan arti masa prapaskah. Bahkan tidak sedikit umat yang mengerti makna hari Raya Rabu Abu dengan menerima Abu pada hari itu sebagai tanda awal masa tobat. Dari sebab itulah makanya tidak jarang kita temukan umat yang tidak berupaya menghadiri perayaan Ekaristi dan menerima abu di dahi pada hari Raya Rabu Abu. Ada saja umat yang mengharapkan agar diperbolehkan menerima abu pada hari minggu berikutnya. Oleh karena itu, tidak jarang ada paroki tertentu atau gereja stasi tertentu mengadakan penerimaan abu pada hari Minggu berikutnya, dengan alasan agar umat yang sibuk dan berhalangan datang pada hari Rabu abu itu, juga menerima abu pada hari Minggunya. Yah, alasan kesibukan umat seringkali menjadi senjata ampuh untuk tidak merayakan hari Raya Rabu Abu, sehingga seakan ada hari Raya Minggu Abu.
Memang bukan suatu hal salah kalau umat sibuk sehingga sulit hadir pada hari Raya Rabu Abu untuk menerima abu pada awal masa prapaskah. Apakah dengan alasan sibuk menjadi alasan bagi kita untuk tidak berupaya menyiapkan waktu untuk merayakan hari Raya Rabu Abu? Namun perlu kita ingat, kalau bukan kita lagi yang merayakan liturgi hari Raya Rabu Abu, siapa lagi yang akan mempertahankannya? Tentu itu hendaknya bukan menjadi alasan yang dibuat untuk tidak hadir merayakan hari Raya Rabu Abu. Tetapi hendaknya kita berupaya semaksimal mungkin untuk mengatur waktu sehingga kita mengawali masa prapaskah dengan menerima abu pada hari Raya Rabu Abu itu sendiri. Ini mungkin sulit, tetapi bukan tidak memungkinkan kalau kita mau mengatur waktu dan berkorba. Justru jelas bagi kita bila kita sungguh mengatur waktu dan mau berkorban untuk bisa hadir merayakan hari Raya Rabu Abu dan menerima abu pada saat itu juga, itu berarti kita sudah mengawali masa prapaskah, masa pertobatan dengan suatu pengorbanan. Sungguh merupakan awal dari pertobatan yang indah. Yakinlah, kalau masa prapaskah ini kita awali dengan suatu pengorbanan (waktu), masa prapaskah akan bisa kita jalani dengan lebih bermakna. Sebagai bagaimana mungkin masa pertobatan (prapaskah) dapat kita isi dengan sesuatu yang bermakna kalau kita mengawalinya saja tidak dengan usaha dan pengorbanan?
Dengan menerima abu pada hari Raya Abu-abu, kita sungguh diajak pertama-tama menyadari kedosaan dan kehinaan kita layaknya seperti abu, sebelum menjalani masa pertobatan selama 40 hari. Dengan menerima abu itu, kita disadarkan akan diri kita sehingga kita membutuhkan pertobatan hidup. Sebab sulit rasanya dibayangkan bahwa kita menjalani masa pertebotan kalau kita tidak sadar bahwa kita adalah manusia berdosa yang membutuhkan pembersihan dan pertobatan. Menerima abu pada hari Raya Rabu-abu ini, seringkali kurang dipahami, sehingga tidak sedikit umat menjalani masa prapaskah tanpa menerima abu pada hari raya Rabu Abu.
Masa prapaskah merupakan masa untuk bertobat. Selamat masa prapaskah ini, kita diharapam berusaha memperbaharui diri dan hidup. Masa prapaskah juga dikenal dengan sebutan masa pantang dan puasa. Pantang dan puasa yang diharapkan tentu bukan hanya soal pantang makan dan puasa. Hal makan dan minum hanya merupakan sebagian dari tindakan pertobatan selama masa prapaskah ini. Yang lebih utama adalah memperbaharui diri dan berusaha hidup lebih baik dan terutama lebih dekat dengan Tuhan.
Hari ini Yesus mengingatkan kita bahwa pantang dan puasa atau masa prapaskah ini kita jalani sebagai bentuk pertobatan dan semata-mata untuk memperbaharui diri serta semakin mendekatkan diri dengan Tuhan. Oleh sebab itu Yesus mengatakan bahwa bila kita berpuasa, janganlah hanya untuk tujuan duniawi dan terutama jangan supaya dilihat dan dipuji orang. Yesus justru mengatakan bahwa saat kita berpuasa, baiklah kita hidup seakan-akan tidak berpuasa, tidak perlu diketahui oleh orang lain. Dengan demikian, jangan justru kita pamer diri dan jangan pula pantang dan puasa kita buat sebagai alasan untuk tidak bekerja apalagi melakukan kebaikan. Kita hendaknya menjalankan aktivitas harian kita sebagaimana biasanya, tetapi dengan hidup lebih bermakna karena dalam aktivitas itu, kita berusaha hidup lebik baik dan semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.
Banyak hal yang bisa kita lakukan selama masa propaskah ini, bisa itu dengan mengurangi makan, minum serta kesenangan diri atau pengeluaran untuk kesenangan diri. Namun itu semua tidak cukup kalau hidup kita tidak semakin lebih dekat dengan Tuhan dan juga dengan sesama kita. Oleh karena itulah, dikatakan bahwa pantang dan puasa kita juga hendaknya juga dirasakan oleh sesama. Dengan kata lain, apa yang kita lakukan, itu kita lakukan dengan tulus dan sebagai jalan kita untuk berbagi sukacita dengan sesama yang membutuhkan. Kiranya masa prapaskah kita kurang bernilai kalau kita tidak semakin dekata dengan Tuhan, juga bila kita tetap tidak punya rasa peduli dan kasih dengan sesama. Maka semoga masa prapaskah, masa pertobatan ini, kita gunakan sebagai kesempatan untuk memperbaharui diri. Amin.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.