Vatikan: Kematian Gadhafi akhiri rezim otoriter
Moammar Gadhafi (CNN/Jetty Images)
Vatikan mengatakan kematian orang kuat Libya Moammar Gadhafi menandai akhir dari sebuah “rezim yang keras dan menindas” yang didasarkan pada kekuasaan, bukan martabat manusia.
Vatikan menyatakan harapan bahwa pertumpahan darah akan berakhir di negara Afrika Utara itu, dan bahwa pemerintah Libya baru akan membuka fase membangun kembali berdasarkan “semangat inklusif” dan keadilan sosial, demikian Catholic News Service.
Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh kantor pers Vatikan 20 Oktober, beberapa jam setelah Gadhafi dilaporkan tewas di kota asalnya Sirte, di mana ia telah membarikade dengan pasukan loyalis. Kematiannya datang setelah berbulan-bulan perang saudara berdarah dan serangan udara NATO dalam mendukung pemberontak Libya.
Vatikan mengatakan konflik Libya telah “terlalu lama dan tragis” dan harus segera refleksi pada “biaya penderitaan besar manusia ” yang menyertai keruntuhan sistem tidak didasarkan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Ini mendorong pemerintah Libya baru untuk mencoba mencegah kekerasan lebih lanjut yang disebabkan oleh semangat balas dendam dan untuk memulai program pasifikasi. Masyarakat internasional, katanya, harus memberikan bantuan suka rela terhadap pembangunan negara.
Untuk bagiannya, komunitas Katolik minoritas di Libya akan terus menawarkan “saksi dan pengabdian tanpa pamrih, terutama di bidang amal dan perawatan kesehatan,” katanya. Vatikan mengatakan akan bekerja dalam mendukung rakyat Libya di ajang diplomatik internasional.
Pernyataan itu mengatakan Vatikan menganggap pemerintahan transisi sebagai wakil sah rakyat Libya. Vatikan, katanya, telah memiliki berbagai hubungan dengan otoritas baru di Libya, melalui Kedutaan Besar Vatikan untuk Libya, di PBB dan di Libya.
Pernyataan itu mengatakan Duta Vatikan untuk Libya, yang tinggal di Malta, pergi ke Libya untuk pembicaraan di awal Oktober dengan perdana menteri sementara, Mahmoud Jibril, dan pejabat lainnya.
“Dalam pertemuan beragam ini, kedua belah pihak menggarisbawahi pentingnya hubungan diplomatik antara Tahta Suci dan Libya. Takhta Suci memiliki kesempatan memperbaharui dukungannya bagi rakyat Libya dan dukungan untuk pemerintahan transisi,” kata Vatikan.
Para pejabat pemerintah baru Libya telah menyatakan penghargaannya atas seruan kemanusiaan dari Paus Benediktus XVI dan atas pelayanan Gereja di Libya, khususnya karya dari 13 komunitas agama di rumah sakit atau pusat-pusat bantuan.
Disadur dari: www.cathnewsindonesia.com
Vatikan mengatakan kematian orang kuat Libya Moammar Gadhafi menandai akhir dari sebuah “rezim yang keras dan menindas” yang didasarkan pada kekuasaan, bukan martabat manusia.
Vatikan menyatakan harapan bahwa pertumpahan darah akan berakhir di negara Afrika Utara itu, dan bahwa pemerintah Libya baru akan membuka fase membangun kembali berdasarkan “semangat inklusif” dan keadilan sosial, demikian Catholic News Service.
Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh kantor pers Vatikan 20 Oktober, beberapa jam setelah Gadhafi dilaporkan tewas di kota asalnya Sirte, di mana ia telah membarikade dengan pasukan loyalis. Kematiannya datang setelah berbulan-bulan perang saudara berdarah dan serangan udara NATO dalam mendukung pemberontak Libya.
Vatikan mengatakan konflik Libya telah “terlalu lama dan tragis” dan harus segera refleksi pada “biaya penderitaan besar manusia ” yang menyertai keruntuhan sistem tidak didasarkan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Ini mendorong pemerintah Libya baru untuk mencoba mencegah kekerasan lebih lanjut yang disebabkan oleh semangat balas dendam dan untuk memulai program pasifikasi. Masyarakat internasional, katanya, harus memberikan bantuan suka rela terhadap pembangunan negara.
Untuk bagiannya, komunitas Katolik minoritas di Libya akan terus menawarkan “saksi dan pengabdian tanpa pamrih, terutama di bidang amal dan perawatan kesehatan,” katanya. Vatikan mengatakan akan bekerja dalam mendukung rakyat Libya di ajang diplomatik internasional.
Pernyataan itu mengatakan Vatikan menganggap pemerintahan transisi sebagai wakil sah rakyat Libya. Vatikan, katanya, telah memiliki berbagai hubungan dengan otoritas baru di Libya, melalui Kedutaan Besar Vatikan untuk Libya, di PBB dan di Libya.
Pernyataan itu mengatakan Duta Vatikan untuk Libya, yang tinggal di Malta, pergi ke Libya untuk pembicaraan di awal Oktober dengan perdana menteri sementara, Mahmoud Jibril, dan pejabat lainnya.
“Dalam pertemuan beragam ini, kedua belah pihak menggarisbawahi pentingnya hubungan diplomatik antara Tahta Suci dan Libya. Takhta Suci memiliki kesempatan memperbaharui dukungannya bagi rakyat Libya dan dukungan untuk pemerintahan transisi,” kata Vatikan.
Para pejabat pemerintah baru Libya telah menyatakan penghargaannya atas seruan kemanusiaan dari Paus Benediktus XVI dan atas pelayanan Gereja di Libya, khususnya karya dari 13 komunitas agama di rumah sakit atau pusat-pusat bantuan.
Disadur dari: www.cathnewsindonesia.com
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.