Kronologi kekacauan pasca Kongres Papua
Warga yang ditangkap oleh aparat (tabloidjubi.com)
Berikut adalah press release tentang apa yang dialami dan dilihat oleh Civitas Akademis STFT Fajar Timur pasca Kongres Rakyat Papua III
1.Hari Rabu, 19 Oktober 2011; pagi hari sekitar jam 09.00 aparat Polisi dan Brimob serta TNI dengan kendaraan perang (panser dan mobil patroli dan truk) lengkap dengan senjata bersiaga di sepanjang jalan SosIri dan jalan Yakonde, bahkan sampai di belakang Kampus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur.
Kedua jalan ini mengampit kompleks misi Katolik yang terdiri dari Kompleks persekolahan SMP YPPK Santo Paulus beserta perumahan guru SMP YPPK SantoPaulus, Asrama Katolik “Nur Jaya” untuk mahasiswi dan susteran YMY, perumahan dosen dan karyawan STFT, biaraFransiskan (OFM) “Sang Surya”, asrama Katolik Tunas Harapan, lapangan Zakeus (tempat berlangsungnya kongres), Seminari Tinggi Yohanes Vianey milik Gereja Katolik Keuskupan Jayapura, Asrama Katolik “Tauboria” untuk mahasiswa, Seminari Tinggi Interdiosesan “Yerusalem Baru” milik lima Keuskupan Se Tanah Papua, kampus STFT Fajar Timur, perumahan dosen imam, Gedung Gereja, aula makan dan sejumlah gedung lain.
Penempatan pasukan keamanan tanpa pemberitahuan kepada pihak kampus, membuat kami merasa cemas dan menduga-duga bahwa situasi nanti kacau dan jangan sampai kami terjebak dalam situasi tersebut, sehingga pada jam 10.00, karyawan diminta untuk pulang ke rumah.
2. Siang hari sekitar jam 11.00, sepasukan tentara memasuki kampus STFT dan kompleks hunian mahasiswa (Seminari Tinggi Interdiosesan) dari arah gunung (belakang seminari) dengan senjata lengkap. Pasukan memasuki kampus tanpa minta izin kepada pihak kampus atau seminari. Mereka beristirahat di pondok serba guna. Kehadiran mereka di situ, mendapatkan reaksi dari beberapa mahasiswa, meminta agar mereka tidak memasuki area seminari dan kampus. Mendapat teguran tersebut mereka mengundurkan diri dan kembali lagi ke arah gunung.
3. Pada waktu sore harinya, kira-kira jam 15.30 , beberapa aparat keamanan, memasuki wisma-wisma yang dihuni oleh para frater (calon pastor) yang kuliah di STFT, mencari massa dan peserta kongres yang lari menyelamatkan diri. Aparat keamanan memasuki wisma yang dihuni oleh frater-frater dari Gereja Katolik Keuskupan Agats. Aparat memecahkan pintu kamar belajar dan kamar tidur bagian depan, memasuki ruang komputer dan mengobrak-abrik isinya, terdengar kalimat kurang lebih berbunyi “bawa itu komputer, ini sebagai barang bukti”.
Terdengar kaca berguguran pecah dan ada suara yang mengatakan: “jangan ini rumah misi”. Pada saat itu frater-frater dari keuskupan Agats dengan perasaan amat takut tiarap bersembunyi di kamar bagian belakang. Ada beberapa peserta kongres yang menyelamatkan diri di kamar mandi sepertinya ditangkap, dan terdengar ucapan bernada bentakan: “lari.., tembak!”
Ketika pasukan hendak menggerebek kamar belakang, tempat mahasiswa berlindung, terdengar suara, yang bersifat perintah: “ada batas! Ada batas! Hentikan tindakan! Mundur!”, lalu sepi. Setelah menunggu beberapa saat, mahasiswa yang bersembunyi, ke luar dari persembunyian dan berlari menuju ke rumah dosen imam. Sesampai di ruang minum dosen imam, diketahui seorang mahasiwa mengalami shock dan tidak mampu bangun dari tiarapnya. Ia digotong keluar dari kamar persembunyiannya, dan dibantu untuk berjalan sendiri.
4. Sementara itu di ruang studi dosen, Pater John Jehuru OSA yang adalah Puket III dan Rektor Seminari Tinggi Interdiosesan dikagetkan oleh peluru yang menembus kaca jendelanya. Dia sedang memantau dari jendela huru-hara di lapangan Zakeus sekitar jam 15.30. Sebuah peluru menembus kaca nako jendela dan kain horden, memantul di dinding, mental jatuh di meja studinya. Jarak antara peluru yang menembus kaca dengan pater John sekitar 50 s/d 75-an cm. Ditemukan serpihan peluru, dalam bentuk pipih.
5. Aparat juga memasuki wisma-wisma lain. Di Wsma yang ditempati oleh Frater-frater dari Gereja Katolik KeuskupanManokwari-Sorong, aparat yang lagi mencari peserta kongres, terdengar kata-kata yang berbunyi: “apa ini rumah misi?Mana itu pastor-pastor? Pastor-pastor bodok! Pastor baru sembunyikan penjahat!”
Di Wisma yang dihuni frater-frater dari Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke, aparat menangkap seorang mahasiswa yang bernama Agus Alua, yang kebetulan pada saat aparat lewat, dia berdiri di luar. Di Wisma ini ditemukan kaca nako jendela tertembus peluru. Tidak tahu persis apakah tertembus dari dalam atau dari luar. Aparat yang memasuki wisma ini, datang dari arah gunung di belakang seminari disertai dengan bunyi tembakan. Apakah mereka itu pasukan yang jam 11.00 siang muncul, tidak diketahui dengan pasti.
6. Sementara di kompleks perumahan dosen, aparat mengejar peserta kongres dan menghamburkan gas air mata. Salah satu rumah dimasuki oleh aparat dan menemukan penghuni rumah, seorang ibu, yang tiarap di bawah tempat tidur. Aparat bertanya kepadanya “siapa kamu” dan dijawab “saya penghuni rumah!” . “Keluarlah jangan takut” kata aparat.
Penghuni keluar dari tempat persembunyian, sambil mengusap matanya yang pedis ia menjawab aparat “saya tidak takut sama bapa, tetapi saya takut dengan peluru dan gas air mata bapa”. Aparat tersebut lalu meninggalkan penghuni rumah.
7. Di biara Fransiskan “Sang Surya”, banyak sekali peserta kongres lari menyelamatkan diri disitu. Pak Forkorus Yaboisembut (Ketua DAP) dan Dominikus Surabut yang kini berstatus tersangka juga sedang beristirahat di biara ini setelah Kongres ditutup.
Pater Gonsa Saur OFM selaku pimpinan rumah terbangun karena bunyi tembakan. Dia mengenakan jubah Fransiskan dan bejalan keluar dan berdiri di tangga. Tiga orang berpakaian seragam aparat dan beberapa aparat berpakaian sipil hendak memasuki rumah tetapi dihadang oleh Pater Gonsa di tangga naik. Dia melihat aparat keamanan berpakain preman menerobos masuk ke kamar makan dan tamu. Dari antara mereka, ada yang membawa senjata laras panjang dan ada yang membawa pistol.
Karena mendapat tekanan berkali-kali, Pater Gonsaakhirnya meminta supaya mereka yang bukan penghuni rumah boleh keluar kamar, akhirnya beberapa orang keluar. Meski demikian masih banyak peserta kongres tetap bersembunyi untuk menyelamatkan diri. Pater Gonsa berpesan kepada pihak aparat “kamu boleh membawa mereka, tetapi jangan memukuli mereka”. Memang di hadapan pimpinan rumah, mereka tidak dipukuli, namun ketika sudah di jalan keluar, beberapa aparat memukuli mereka.
Pak Forkorus dutarik secara kasar dan dibentak-bentak oleh enam aparat keamanan berpakainan sipil tapi memegang senjata. Seorang perempuan juga ditarik keluar dari biara.
Seorang anggota aparat keamanan tiba-tiba menerobos ke lantai II.
Pater Gonsa memintanya turun. Kemudian sekitar sepuluh orang yang tidak diketahui identiasnya keluar dan menyerahkan diri. Mereka diminta turun sambil menjongkok. Diantara mereka terdapat tiga orang perempuan. Di luar gedung, banyak aparat yang berseragam dan berpakaian sipil berkeliaran sambil membawa senjata.
8. Di Seminari Yohanes Maria Vianey milik Gereja Katolik Keuskupan Jayapura, banyak peserta kongres bersembunyi menyelamatkan diri. Aparat yang berusaha mencari peserta kongres menodongkan senjata api di kepala Pater Yan You Pr selaku pimpinan rumah sebanyak tiga kali oleh tiga aparat pada waktu yang berselang. Kata-kata mereka waktu itu: “Kamu menyembunyikan mereka”. Pimpinan rumah berujar: “bunuh saja saya, tembak saya, ayo”.
Aparat kemudian mendobrak pintu, memasuki ruang dan mengeluarkan orang-orang yang bersembunyi. Sementara para frater mengumpulkan peserta kongres yang lari menyelamatkan diri di aula. Frater-frater juga mengikhlaskan kamarnya sebagai tempat perlindungan. Para frater mengenakan jubahnya dan menjaga peserta kongres, tetapi ketika aparat datang, beberapa orang menyerahkan diri dan digelendang keluar oleh aparat.
Para frater berpesan agar para aparat tidak berlaku kasar kepada peserta kongres. Seorang frater yang sedang berusaha menolong orang-orang yang kena tembak dipukul dengan senjata hingga tulang tanggannya retak, dan hidungnya bengkak karena dipukul oleh karet petungan. Dia sempat ditahan semalam di tahanan Polda, dan kini sedang menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit.
9. Ketika terjadi pengejaran sejumlah massa dan beberapa PETAPA (Penjaga Tanah Papua), berlari dari arah belakang ruang kuliah gedung perpustakaan dan hendak memasuki ruang minum dosen STFT, tetapi tidak bisa masuk karena pintu terkunci. Mereka merusak dua buah kaca loper ruang minum. Mereka berhamburan lari ke arah gunung, tapi dihadangdengan tembakan dari arah gunung, sehingga terpaksa mereka balik ke arah semak-semak di mana mereka datang.
Akibat dari peristiwa ini, Seminari Tinggi Interdiosesan “Yerusalem Baru” dan STFT Fajar Timur mengalami kerugian material dan non material sebagai berikut:
1. 7 lembar kaca pintu hancur, 2 buah CPU hilang, 2 tropi kemenangan hancur, 2 buah kursi rusak, 2 buah sabit dan sebuah pisau hilang, pot-pot bunga terpencar ke mana-mana. Kaca di wisma keuskupan agung Merauke tertembus peluru, 2 lembar kaca di ruang minum dosen hancur, 1 buah kaca di ruang studi dosen tertembus peluru, kaca jendela di kantor sekretariat seminari hancur.
2. Salah seorang mahasiswa saat ini dirawat di rumah sakit, karena wajahnya bengkak merata sehingga terkesan tidak ada perbedaan antara hidung dengan pipi.
3. Para frater masih diliputi perasaan cemas dan takut. Mereka mengalami trauma karena perlakuan aparat yang melampaui batas-batas kemanusiaan.
Terhadap peristiwa ini:
1.Kami tidak menuntut ganti rugi atas fasilitas yang sudah dihancurkan dan diambil. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan telah mengakibatkan perusakan fasilitas tetapi terlebih-lebih perasaan takut dan cemascivitas akademika STFT Fajar Timur. Gedung dan kaca dapat diganti, tetapi perasaan takut dan cemas membutuhkan waktu lama untuk dipulihkan.
2. Kami tidak menuntut biaya pengobatan bagi frater yang sedang berobat di rumah sakit.
3. Kami secara tegas menolak segala bentuk tindakan represif yang dipakai sebagai upaya mengatasi persoalan, karena tindakan kekerasan merendahkan martabat kemanusian baik bagi para korban maupun bagi para pelaku.
4. Kami sangat menyesalkan karena kampus yang memiliki kebebasan akademis dimasuki oleh aparat keamanan dengan senjata lengkap tanpa surat isin dan pemberitahuan sebelumnya.
5. Kami menyesalkan atas monopoli kebenaran tunggal dari aparat yang menganggap para frater dan para pater bertindak salah ketika melindungi orang-orang yang dikejar aparat keamanan. Kami tegaskan bahwa perlindungan diberikan atas dasar kewajiban kemanusian universal, yakni manakala nyawa seorang terancam, wajib diberi perlindungan dan pembelaan. Maka perlindungan terhadap peserta kongres yang berusaha menyelamatkan diri dari kejaran dan ancaman aparat didasarkan atas rasa kemanusiaan jauh dari hiruk pikuk politik.
6. Kami memohon Komnas HAM untuk melakukan investigasi terhadap kekerasan yang terjadi pasca Kongres untuk melihat seberapa besar pelanggaran HAM yang telah terjadi.
7. Sesuai dengan komitmen Pemerintah, seperti yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 16 Agustus 2011 dalam pidato kenegarannya, yakni menata Papua dengan hati, kami mendukung terjadinya dialog Jakarta-papua. Dialog ini sangat penting bukan hanya untuk mengakhiri kekerasan tetapi juga untuk mencegah tindakan kekerasan terulang kembali di Tanah Papua. Kami mengajak semua pihak yang berkehendak baik untuk bersama-sama mendorong dialog Jakarta-Papua.
8. Kami memohon dukungan dan solidaritas dari anggota Gereja Katolik di seluruh dunia untuk mendoakan dan mendukung agar terjadi dialog Jakarta-Papua demi perdamaian di Tanah Papua. Karena hanya melalui dialog, masalah-masalah yang melatarbelakangi konflik Papua dapat diidentifikasi dan solusi-solusi dapat ditemukan tanpa kekerasan dan pertumpahan darah.
Jayapura, 26 Oktober 2011.
Rektor STFT Fajar Timur Pimpinan Ordo Fransiskan Papua
Pater Dr. Neles Tebay, Pr Pater Gabriel Ngga OFM, Lic Teol.
Disadur dari:www.cathnewsindonesia.com
Berikut adalah press release tentang apa yang dialami dan dilihat oleh Civitas Akademis STFT Fajar Timur pasca Kongres Rakyat Papua III
1.Hari Rabu, 19 Oktober 2011; pagi hari sekitar jam 09.00 aparat Polisi dan Brimob serta TNI dengan kendaraan perang (panser dan mobil patroli dan truk) lengkap dengan senjata bersiaga di sepanjang jalan SosIri dan jalan Yakonde, bahkan sampai di belakang Kampus Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Fajar Timur.
Kedua jalan ini mengampit kompleks misi Katolik yang terdiri dari Kompleks persekolahan SMP YPPK Santo Paulus beserta perumahan guru SMP YPPK SantoPaulus, Asrama Katolik “Nur Jaya” untuk mahasiswi dan susteran YMY, perumahan dosen dan karyawan STFT, biaraFransiskan (OFM) “Sang Surya”, asrama Katolik Tunas Harapan, lapangan Zakeus (tempat berlangsungnya kongres), Seminari Tinggi Yohanes Vianey milik Gereja Katolik Keuskupan Jayapura, Asrama Katolik “Tauboria” untuk mahasiswa, Seminari Tinggi Interdiosesan “Yerusalem Baru” milik lima Keuskupan Se Tanah Papua, kampus STFT Fajar Timur, perumahan dosen imam, Gedung Gereja, aula makan dan sejumlah gedung lain.
Penempatan pasukan keamanan tanpa pemberitahuan kepada pihak kampus, membuat kami merasa cemas dan menduga-duga bahwa situasi nanti kacau dan jangan sampai kami terjebak dalam situasi tersebut, sehingga pada jam 10.00, karyawan diminta untuk pulang ke rumah.
2. Siang hari sekitar jam 11.00, sepasukan tentara memasuki kampus STFT dan kompleks hunian mahasiswa (Seminari Tinggi Interdiosesan) dari arah gunung (belakang seminari) dengan senjata lengkap. Pasukan memasuki kampus tanpa minta izin kepada pihak kampus atau seminari. Mereka beristirahat di pondok serba guna. Kehadiran mereka di situ, mendapatkan reaksi dari beberapa mahasiswa, meminta agar mereka tidak memasuki area seminari dan kampus. Mendapat teguran tersebut mereka mengundurkan diri dan kembali lagi ke arah gunung.
3. Pada waktu sore harinya, kira-kira jam 15.30 , beberapa aparat keamanan, memasuki wisma-wisma yang dihuni oleh para frater (calon pastor) yang kuliah di STFT, mencari massa dan peserta kongres yang lari menyelamatkan diri. Aparat keamanan memasuki wisma yang dihuni oleh frater-frater dari Gereja Katolik Keuskupan Agats. Aparat memecahkan pintu kamar belajar dan kamar tidur bagian depan, memasuki ruang komputer dan mengobrak-abrik isinya, terdengar kalimat kurang lebih berbunyi “bawa itu komputer, ini sebagai barang bukti”.
Terdengar kaca berguguran pecah dan ada suara yang mengatakan: “jangan ini rumah misi”. Pada saat itu frater-frater dari keuskupan Agats dengan perasaan amat takut tiarap bersembunyi di kamar bagian belakang. Ada beberapa peserta kongres yang menyelamatkan diri di kamar mandi sepertinya ditangkap, dan terdengar ucapan bernada bentakan: “lari.., tembak!”
Ketika pasukan hendak menggerebek kamar belakang, tempat mahasiswa berlindung, terdengar suara, yang bersifat perintah: “ada batas! Ada batas! Hentikan tindakan! Mundur!”, lalu sepi. Setelah menunggu beberapa saat, mahasiswa yang bersembunyi, ke luar dari persembunyian dan berlari menuju ke rumah dosen imam. Sesampai di ruang minum dosen imam, diketahui seorang mahasiwa mengalami shock dan tidak mampu bangun dari tiarapnya. Ia digotong keluar dari kamar persembunyiannya, dan dibantu untuk berjalan sendiri.
4. Sementara itu di ruang studi dosen, Pater John Jehuru OSA yang adalah Puket III dan Rektor Seminari Tinggi Interdiosesan dikagetkan oleh peluru yang menembus kaca jendelanya. Dia sedang memantau dari jendela huru-hara di lapangan Zakeus sekitar jam 15.30. Sebuah peluru menembus kaca nako jendela dan kain horden, memantul di dinding, mental jatuh di meja studinya. Jarak antara peluru yang menembus kaca dengan pater John sekitar 50 s/d 75-an cm. Ditemukan serpihan peluru, dalam bentuk pipih.
5. Aparat juga memasuki wisma-wisma lain. Di Wsma yang ditempati oleh Frater-frater dari Gereja Katolik KeuskupanManokwari-Sorong, aparat yang lagi mencari peserta kongres, terdengar kata-kata yang berbunyi: “apa ini rumah misi?Mana itu pastor-pastor? Pastor-pastor bodok! Pastor baru sembunyikan penjahat!”
Di Wisma yang dihuni frater-frater dari Gereja Katolik Keuskupan Agung Merauke, aparat menangkap seorang mahasiswa yang bernama Agus Alua, yang kebetulan pada saat aparat lewat, dia berdiri di luar. Di Wisma ini ditemukan kaca nako jendela tertembus peluru. Tidak tahu persis apakah tertembus dari dalam atau dari luar. Aparat yang memasuki wisma ini, datang dari arah gunung di belakang seminari disertai dengan bunyi tembakan. Apakah mereka itu pasukan yang jam 11.00 siang muncul, tidak diketahui dengan pasti.
6. Sementara di kompleks perumahan dosen, aparat mengejar peserta kongres dan menghamburkan gas air mata. Salah satu rumah dimasuki oleh aparat dan menemukan penghuni rumah, seorang ibu, yang tiarap di bawah tempat tidur. Aparat bertanya kepadanya “siapa kamu” dan dijawab “saya penghuni rumah!” . “Keluarlah jangan takut” kata aparat.
Penghuni keluar dari tempat persembunyian, sambil mengusap matanya yang pedis ia menjawab aparat “saya tidak takut sama bapa, tetapi saya takut dengan peluru dan gas air mata bapa”. Aparat tersebut lalu meninggalkan penghuni rumah.
7. Di biara Fransiskan “Sang Surya”, banyak sekali peserta kongres lari menyelamatkan diri disitu. Pak Forkorus Yaboisembut (Ketua DAP) dan Dominikus Surabut yang kini berstatus tersangka juga sedang beristirahat di biara ini setelah Kongres ditutup.
Pater Gonsa Saur OFM selaku pimpinan rumah terbangun karena bunyi tembakan. Dia mengenakan jubah Fransiskan dan bejalan keluar dan berdiri di tangga. Tiga orang berpakaian seragam aparat dan beberapa aparat berpakaian sipil hendak memasuki rumah tetapi dihadang oleh Pater Gonsa di tangga naik. Dia melihat aparat keamanan berpakain preman menerobos masuk ke kamar makan dan tamu. Dari antara mereka, ada yang membawa senjata laras panjang dan ada yang membawa pistol.
Karena mendapat tekanan berkali-kali, Pater Gonsaakhirnya meminta supaya mereka yang bukan penghuni rumah boleh keluar kamar, akhirnya beberapa orang keluar. Meski demikian masih banyak peserta kongres tetap bersembunyi untuk menyelamatkan diri. Pater Gonsa berpesan kepada pihak aparat “kamu boleh membawa mereka, tetapi jangan memukuli mereka”. Memang di hadapan pimpinan rumah, mereka tidak dipukuli, namun ketika sudah di jalan keluar, beberapa aparat memukuli mereka.
Pak Forkorus dutarik secara kasar dan dibentak-bentak oleh enam aparat keamanan berpakainan sipil tapi memegang senjata. Seorang perempuan juga ditarik keluar dari biara.
Seorang anggota aparat keamanan tiba-tiba menerobos ke lantai II.
Pater Gonsa memintanya turun. Kemudian sekitar sepuluh orang yang tidak diketahui identiasnya keluar dan menyerahkan diri. Mereka diminta turun sambil menjongkok. Diantara mereka terdapat tiga orang perempuan. Di luar gedung, banyak aparat yang berseragam dan berpakaian sipil berkeliaran sambil membawa senjata.
8. Di Seminari Yohanes Maria Vianey milik Gereja Katolik Keuskupan Jayapura, banyak peserta kongres bersembunyi menyelamatkan diri. Aparat yang berusaha mencari peserta kongres menodongkan senjata api di kepala Pater Yan You Pr selaku pimpinan rumah sebanyak tiga kali oleh tiga aparat pada waktu yang berselang. Kata-kata mereka waktu itu: “Kamu menyembunyikan mereka”. Pimpinan rumah berujar: “bunuh saja saya, tembak saya, ayo”.
Aparat kemudian mendobrak pintu, memasuki ruang dan mengeluarkan orang-orang yang bersembunyi. Sementara para frater mengumpulkan peserta kongres yang lari menyelamatkan diri di aula. Frater-frater juga mengikhlaskan kamarnya sebagai tempat perlindungan. Para frater mengenakan jubahnya dan menjaga peserta kongres, tetapi ketika aparat datang, beberapa orang menyerahkan diri dan digelendang keluar oleh aparat.
Para frater berpesan agar para aparat tidak berlaku kasar kepada peserta kongres. Seorang frater yang sedang berusaha menolong orang-orang yang kena tembak dipukul dengan senjata hingga tulang tanggannya retak, dan hidungnya bengkak karena dipukul oleh karet petungan. Dia sempat ditahan semalam di tahanan Polda, dan kini sedang menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit.
9. Ketika terjadi pengejaran sejumlah massa dan beberapa PETAPA (Penjaga Tanah Papua), berlari dari arah belakang ruang kuliah gedung perpustakaan dan hendak memasuki ruang minum dosen STFT, tetapi tidak bisa masuk karena pintu terkunci. Mereka merusak dua buah kaca loper ruang minum. Mereka berhamburan lari ke arah gunung, tapi dihadangdengan tembakan dari arah gunung, sehingga terpaksa mereka balik ke arah semak-semak di mana mereka datang.
Akibat dari peristiwa ini, Seminari Tinggi Interdiosesan “Yerusalem Baru” dan STFT Fajar Timur mengalami kerugian material dan non material sebagai berikut:
1. 7 lembar kaca pintu hancur, 2 buah CPU hilang, 2 tropi kemenangan hancur, 2 buah kursi rusak, 2 buah sabit dan sebuah pisau hilang, pot-pot bunga terpencar ke mana-mana. Kaca di wisma keuskupan agung Merauke tertembus peluru, 2 lembar kaca di ruang minum dosen hancur, 1 buah kaca di ruang studi dosen tertembus peluru, kaca jendela di kantor sekretariat seminari hancur.
2. Salah seorang mahasiswa saat ini dirawat di rumah sakit, karena wajahnya bengkak merata sehingga terkesan tidak ada perbedaan antara hidung dengan pipi.
3. Para frater masih diliputi perasaan cemas dan takut. Mereka mengalami trauma karena perlakuan aparat yang melampaui batas-batas kemanusiaan.
Terhadap peristiwa ini:
1.Kami tidak menuntut ganti rugi atas fasilitas yang sudah dihancurkan dan diambil. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan telah mengakibatkan perusakan fasilitas tetapi terlebih-lebih perasaan takut dan cemascivitas akademika STFT Fajar Timur. Gedung dan kaca dapat diganti, tetapi perasaan takut dan cemas membutuhkan waktu lama untuk dipulihkan.
2. Kami tidak menuntut biaya pengobatan bagi frater yang sedang berobat di rumah sakit.
3. Kami secara tegas menolak segala bentuk tindakan represif yang dipakai sebagai upaya mengatasi persoalan, karena tindakan kekerasan merendahkan martabat kemanusian baik bagi para korban maupun bagi para pelaku.
4. Kami sangat menyesalkan karena kampus yang memiliki kebebasan akademis dimasuki oleh aparat keamanan dengan senjata lengkap tanpa surat isin dan pemberitahuan sebelumnya.
5. Kami menyesalkan atas monopoli kebenaran tunggal dari aparat yang menganggap para frater dan para pater bertindak salah ketika melindungi orang-orang yang dikejar aparat keamanan. Kami tegaskan bahwa perlindungan diberikan atas dasar kewajiban kemanusian universal, yakni manakala nyawa seorang terancam, wajib diberi perlindungan dan pembelaan. Maka perlindungan terhadap peserta kongres yang berusaha menyelamatkan diri dari kejaran dan ancaman aparat didasarkan atas rasa kemanusiaan jauh dari hiruk pikuk politik.
6. Kami memohon Komnas HAM untuk melakukan investigasi terhadap kekerasan yang terjadi pasca Kongres untuk melihat seberapa besar pelanggaran HAM yang telah terjadi.
7. Sesuai dengan komitmen Pemerintah, seperti yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 16 Agustus 2011 dalam pidato kenegarannya, yakni menata Papua dengan hati, kami mendukung terjadinya dialog Jakarta-papua. Dialog ini sangat penting bukan hanya untuk mengakhiri kekerasan tetapi juga untuk mencegah tindakan kekerasan terulang kembali di Tanah Papua. Kami mengajak semua pihak yang berkehendak baik untuk bersama-sama mendorong dialog Jakarta-Papua.
8. Kami memohon dukungan dan solidaritas dari anggota Gereja Katolik di seluruh dunia untuk mendoakan dan mendukung agar terjadi dialog Jakarta-Papua demi perdamaian di Tanah Papua. Karena hanya melalui dialog, masalah-masalah yang melatarbelakangi konflik Papua dapat diidentifikasi dan solusi-solusi dapat ditemukan tanpa kekerasan dan pertumpahan darah.
Jayapura, 26 Oktober 2011.
Rektor STFT Fajar Timur Pimpinan Ordo Fransiskan Papua
Pater Dr. Neles Tebay, Pr Pater Gabriel Ngga OFM, Lic Teol.
Disadur dari:www.cathnewsindonesia.com
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.