Why 14:1-3,4b-5, Mzm 24:1-2,3-4ab,5-6, Luk 21:1-4
St. Sesilia
Persembahkanlah yang terbaik bagi Tuhan dan lakukanlah dengan tulus, bukan dengan terpaksa atau untuk dilihat orang.St. Sesilia
BACAAN INJIL:
Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."
Demikianlah warta gembira bagi kita hari ini.
PERMENUNGAN:
Di dalam mobil saat perjalanan pulang dari pelayanan ke stasi, anak mesdinar menghitung kolekte yang dibawa dari stasi. Mereka terkejut dan mengatakan bahwa kolekte hanya tujuh ribu rupiah. Mereka heran karena tadi yang ikut misa lebih dari 15 orang dan saat kolekte semua berbaris ke depan dan mengulurkan tangan ke tempat kolekte, tetapi kog ternyata hanya 7 ribu rupiah, sedangkan mesdinar ada 4 orang dan mereka mengaku kolekte seribu per orang. Itu berarti umat yang memasukkan kokekte hanya 3 orang saja, sedangkan yang lain seakan-akan memasukkan kolekte ke peti persembahan tetapi ternyata isinya kosong. Bahkan mereka celetuk mengatakan bahwa uang minyak aja tidak cukup dari kolekte tersebut.
Pernah juga saat menghitung kolekte di Gereja paroki, anak mesdinar celetuk mengatakan, “Bah uang kolekte hanya seribuan semua, tidak ada yang harga limaribu atau limapuluh ribu, padahal umat yang hadir banyak yang pake mobil-mobil bagus. Kolekte umat yang naik becak berarti sama dengan kolekte umat yang naik mobil pribadi bagus.”
Tentu ada juga paroki yang begitu bangga karena begitu besar kolekte yang diterima setiap minggunya. Pernah ketika berkunjung ke salah satu paroki besar di Jakarta, beberapa umat berkumpul sampe sepuluh orang menghitung kolekte minggu kemarin. Jumlah yang dibutuhkan untuk menghitung cukup banyak mengingat banyaknya kolekte setiap minggunya. Secara iseng saya bertanya, “Berapa jumlah kolekte kemarin?” Salah seorang umat yang ikut menghitung mengatakan, “Wah minggu ini hanya sekitar Tujuh Puluh Lima Juta Rupiah saja. Bisanya lebih dari itu.” Dia mengatakan hanya, jumlah itu menganggap kecil. Lalu saya katakana kepada beliau, “Bu, bersyukurlah bahwa itu juga sudah sangat banyak, karena di paroki saya jumlah sekian itu, adalah jumlah kolekte se-paroki dalam satu tahun, itupun belum tentu mencapai sekian itu.”
Dalam Injil hari ini menarik bahwa Yesus bisa tahu persembahan orang kaya dan orang miskin. Tentu bukan karena Yesus jadi petugas kolektan pada waktu itu. Dari sisi keallahan Yesus, tentu Dia tahu karena Dia mahatahu. Tetapi bila kita mengerti dari sisi manusia, karena biasanya orang-orang kaya ketika memberi suka melakukannya dengan pamer, atau memberi dengan cara bagaimana supaya orang lain melihat apa dan berapa yang mereka berikan. Tidak jarang kita temua orang-orang kaya ketika menyumbangkan sesuatu, mereka memanggil wartawan untuk meliput kegiatan mereka. Dengan demikian jelas mereka memberi bukan karena hatinya baik untuk berbagi tetapi untuk mencari hormat dan pujian. Merekapun memberi bukan dari bagian yang penting bagi mereka, tetapi memberi dari kelebihan mereka. Walaupun demikian tentu banyak juga orang yang senang memberi dan mereka tidak mau pemberian mereka itu diketahu orang lain. Dalam memberi juga seringkali terjadi bahwa memberi bukan dari bagian yang penting dari dirinya, tetapi yang kurang penting, atau sisa-sisa dari hidupnya dan seringkali memberi yang paling kecil. Sedangkan ketika menerima, orang pingin yang paling besar.
Menanggapi Injil hari ini, bisa menjadi alasan bagi orang untuk memberi sedikit padahal mereka mampu memberikan lebih banyak lagi, yakni dengan mengatakan, “Yang penting pemberian itu bukan soal banyaknya, tetapi ketulusan hati untuk memberi.” Pernyataan ini memang benar. Kuranglah bernilai bila orang memberi banyak kalau hal itu dilakukan dengan terpaksa. Tetapi apakah bisa dikatakan memberi dengan tulus, bila mereka memberi sedikit padahal mereka punya banyak dan mampu memberi banyak? Tentu tidak, itupun pasti diberikan dengan terpaksa dan apa yang mereka berikan adalah sisa dari kelimpahan mereka.
Yesus memuji persembahan janda miskin itu yang hanya 2 peser uang, karena janda itu memberi dari semua yang ada padanya, dia memberikan hidupnya sendiri. Sebab pasti dia hanya mempunyai 2 peser uang itu saja. Dia berani memberikan semuanya, dengan resiko tentu dia tidak punya uang lagi untuk makan. Kalaupun masih punya, tentu paling-paling hanya cukup hanya sekali makan saja. Dengan demikian jelaslah yang mau dikatakan bahwa janda itu bukan hanya soal memberi uang tetapi memberi seluruh hidupnya. Dia berani memberinya tentu karena percaya bahwa hidupnya berasal dari Tuhan, dan dia percaya Tuhan akan memelihara hidupnya walaupun dia tidak lagi mempunyai uang untuk makan. Janda miskin itu tidak khawatir akan hidupnya karena percaya bahwa Tuhan akan menyelenggarakan dan memlihara hidupnya.
Banyak diantara kita yang seringkali khawatir akan hidup ini. Kita khawatir bagaimana hidup kita nanti dan besok. Oleh karena itu kita seakan mau mengumpulkan banyak untuk pegangan hidup dan kita seringkali merasa kurang. Orang berpikir bahwa uang, jabatan atau hartalah yang merupakan jaminan hidup mereka.
Mari kita belajar dari janda miskin tadi. Percaya bahwa Tuhan yang memberi hidup kita, dan Tuhan pula akan memelihara dan menyelenggarakan hidup kita. Dengan iman yang demikian, akan membuat kita berani memberikan yang terbaik bagi Tuhan, tidak khawatir akan hidup ini. Orang yang demikianpun, akan berani berbagi suka cita dengan orang lain.
REFLEKSI PRIBADI:
1. Persembahkanlah yang terbaik bagi Tuhan dan lakukanlah dengan tulus, bukan dengan terpaksa atau untuk dilihat orang.
2. Cobalah hari ini melakukan perbuatan baik bagi orang yang kamu temui.
3. Beranikah kamu mempersembahkan uang Anda sudah anggarkan untuk kesenangan hari ini?
Demikianlah warta gembira bagi kita hari ini.
PERMENUNGAN:
Di dalam mobil saat perjalanan pulang dari pelayanan ke stasi, anak mesdinar menghitung kolekte yang dibawa dari stasi. Mereka terkejut dan mengatakan bahwa kolekte hanya tujuh ribu rupiah. Mereka heran karena tadi yang ikut misa lebih dari 15 orang dan saat kolekte semua berbaris ke depan dan mengulurkan tangan ke tempat kolekte, tetapi kog ternyata hanya 7 ribu rupiah, sedangkan mesdinar ada 4 orang dan mereka mengaku kolekte seribu per orang. Itu berarti umat yang memasukkan kokekte hanya 3 orang saja, sedangkan yang lain seakan-akan memasukkan kolekte ke peti persembahan tetapi ternyata isinya kosong. Bahkan mereka celetuk mengatakan bahwa uang minyak aja tidak cukup dari kolekte tersebut.
Pernah juga saat menghitung kolekte di Gereja paroki, anak mesdinar celetuk mengatakan, “Bah uang kolekte hanya seribuan semua, tidak ada yang harga limaribu atau limapuluh ribu, padahal umat yang hadir banyak yang pake mobil-mobil bagus. Kolekte umat yang naik becak berarti sama dengan kolekte umat yang naik mobil pribadi bagus.”
Tentu ada juga paroki yang begitu bangga karena begitu besar kolekte yang diterima setiap minggunya. Pernah ketika berkunjung ke salah satu paroki besar di Jakarta, beberapa umat berkumpul sampe sepuluh orang menghitung kolekte minggu kemarin. Jumlah yang dibutuhkan untuk menghitung cukup banyak mengingat banyaknya kolekte setiap minggunya. Secara iseng saya bertanya, “Berapa jumlah kolekte kemarin?” Salah seorang umat yang ikut menghitung mengatakan, “Wah minggu ini hanya sekitar Tujuh Puluh Lima Juta Rupiah saja. Bisanya lebih dari itu.” Dia mengatakan hanya, jumlah itu menganggap kecil. Lalu saya katakana kepada beliau, “Bu, bersyukurlah bahwa itu juga sudah sangat banyak, karena di paroki saya jumlah sekian itu, adalah jumlah kolekte se-paroki dalam satu tahun, itupun belum tentu mencapai sekian itu.”
Dalam Injil hari ini menarik bahwa Yesus bisa tahu persembahan orang kaya dan orang miskin. Tentu bukan karena Yesus jadi petugas kolektan pada waktu itu. Dari sisi keallahan Yesus, tentu Dia tahu karena Dia mahatahu. Tetapi bila kita mengerti dari sisi manusia, karena biasanya orang-orang kaya ketika memberi suka melakukannya dengan pamer, atau memberi dengan cara bagaimana supaya orang lain melihat apa dan berapa yang mereka berikan. Tidak jarang kita temua orang-orang kaya ketika menyumbangkan sesuatu, mereka memanggil wartawan untuk meliput kegiatan mereka. Dengan demikian jelas mereka memberi bukan karena hatinya baik untuk berbagi tetapi untuk mencari hormat dan pujian. Merekapun memberi bukan dari bagian yang penting bagi mereka, tetapi memberi dari kelebihan mereka. Walaupun demikian tentu banyak juga orang yang senang memberi dan mereka tidak mau pemberian mereka itu diketahu orang lain. Dalam memberi juga seringkali terjadi bahwa memberi bukan dari bagian yang penting dari dirinya, tetapi yang kurang penting, atau sisa-sisa dari hidupnya dan seringkali memberi yang paling kecil. Sedangkan ketika menerima, orang pingin yang paling besar.
Menanggapi Injil hari ini, bisa menjadi alasan bagi orang untuk memberi sedikit padahal mereka mampu memberikan lebih banyak lagi, yakni dengan mengatakan, “Yang penting pemberian itu bukan soal banyaknya, tetapi ketulusan hati untuk memberi.” Pernyataan ini memang benar. Kuranglah bernilai bila orang memberi banyak kalau hal itu dilakukan dengan terpaksa. Tetapi apakah bisa dikatakan memberi dengan tulus, bila mereka memberi sedikit padahal mereka punya banyak dan mampu memberi banyak? Tentu tidak, itupun pasti diberikan dengan terpaksa dan apa yang mereka berikan adalah sisa dari kelimpahan mereka.
Yesus memuji persembahan janda miskin itu yang hanya 2 peser uang, karena janda itu memberi dari semua yang ada padanya, dia memberikan hidupnya sendiri. Sebab pasti dia hanya mempunyai 2 peser uang itu saja. Dia berani memberikan semuanya, dengan resiko tentu dia tidak punya uang lagi untuk makan. Kalaupun masih punya, tentu paling-paling hanya cukup hanya sekali makan saja. Dengan demikian jelaslah yang mau dikatakan bahwa janda itu bukan hanya soal memberi uang tetapi memberi seluruh hidupnya. Dia berani memberinya tentu karena percaya bahwa hidupnya berasal dari Tuhan, dan dia percaya Tuhan akan memelihara hidupnya walaupun dia tidak lagi mempunyai uang untuk makan. Janda miskin itu tidak khawatir akan hidupnya karena percaya bahwa Tuhan akan menyelenggarakan dan memlihara hidupnya.
Banyak diantara kita yang seringkali khawatir akan hidup ini. Kita khawatir bagaimana hidup kita nanti dan besok. Oleh karena itu kita seakan mau mengumpulkan banyak untuk pegangan hidup dan kita seringkali merasa kurang. Orang berpikir bahwa uang, jabatan atau hartalah yang merupakan jaminan hidup mereka.
Mari kita belajar dari janda miskin tadi. Percaya bahwa Tuhan yang memberi hidup kita, dan Tuhan pula akan memelihara dan menyelenggarakan hidup kita. Dengan iman yang demikian, akan membuat kita berani memberikan yang terbaik bagi Tuhan, tidak khawatir akan hidup ini. Orang yang demikianpun, akan berani berbagi suka cita dengan orang lain.
REFLEKSI PRIBADI:
1. Persembahkanlah yang terbaik bagi Tuhan dan lakukanlah dengan tulus, bukan dengan terpaksa atau untuk dilihat orang.
2. Cobalah hari ini melakukan perbuatan baik bagi orang yang kamu temui.
3. Beranikah kamu mempersembahkan uang Anda sudah anggarkan untuk kesenangan hari ini?
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.