RIP BAPAK FULGENTIUS HEBER PARSHUSIP
(ayah dari Sr. Valentina Parhusip KSSY)
SEKILAS TENTANG PESTA ADAT KEMATIAN DALAM BUDAYA BATAK:Mungkin kalau kita menyaksikan acara kematian dalam ada Batak khususnya Batak Toba, kita pasti merasa heran, karena saat kematian yang kita anggap sebagai saat sedih dan berduka, malah penuh dengan keramaian. Pada saat kematian itu diadakan music, yang dulunya alat music yang dipakai adalah alat music tradisional yaitu gondang. Tetapi sekarang yang digunakan adalah alat music Keyboard yang dipadu dengan semi gondang. Hal ini karena mengingat kesulitan mencari alat music Gondang dan juga demi praktisnya. Musik itu dibunyikan sesuai dengan aturan yang berlaku seraya anggota keluarga dan undangan menortor bersama. Jenis music disesuaikan dengan jenis tortor yang dimintakan keluarga maupun tamu yang melayat. Namun seringkali kesannya yang terjadi adalah music dan tarian yang gembira. Menyaksikan hal ini, mungkin orang di luar Batak pasti heran, mungkin berpikir, “Apakah keluarga dan tamu tidak bersedih karena kematian kaum keluarga atau kerabatnya saat itu?” Kesan sepintas adalah seakan-akan bergembira atas kematian tersebut.
Memang pesta ada kematian bisa menimbulkan kesan seperti itu. Tetapi pesta adat kematian dalam ada Batak tidak semuanya seperti itu. Anak yang meninggal dan orang dewasa baik itu belum menikah, sudah menikah dan anak-anaknya belum ada yang menikah, tidak akan diadakan pesta adat. Kalaupun pemakamannya tidak langsung dilaksanakan pada hari itu juga, adalah karena alasan waktu dan menungguh kaum kelar dekat datang semuanya, yang mungkin ada yang berada di tempat jauh.
Kematian orang tua yang mana salah satu dari anak-anaknya sudah menikah atau semua sudah menikah, barulah diadakan pesta adat dan saat itulah diadakan music dan tortor. Dahulunya sebenarnya dibedakan music atau keramaian adat antara orang meninggal yang mana masih ada anaknya yang belum menikah dengan orang tua yang semua anaknya sudah menikah. Orang tua yang meninggal dan anaknya belum semua menikah, disebut SARI MATUA (Meniggal pada saat masih ada anak yang masih harus ditanggung). Sedangkan orang tua yang meninggal dan semua anak-anaknya sudah menikah, itu disebut SAUR MARTUA (Meninggal setelah tidak ada lagi tanggungan). Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan ditanggung adalah menikahkan anaknya. Dalam artian ini dikatakan bahwa tugas dan kewajiban ortu atas anak adalah menikahkan mereka dan setelah anak menikah, dianggap bahwa anak bukan lagi tugas atau kewajiban orang tua mengurusi mereka, karena anak-anak yang sudah menikah sudah dianggap mampun dan harus mengurusi keluarganya sendiri. Meskipun demikian, orang tua tetap saja tidak akan lepas tanggungjawab terhadap anak-anaknya yang sudah menikah.
Bagi ada Batak Toba khususnya, kematian orang tua yangmana semua anaknya sudah menikah, seringkali dianggap bukan lagi suatu kesedihan besar. Kematian yang demikian dianggap suatu proses hidup yang sudah semestinya, dianggap hidupnya di dunia ini sudah ‘selesai’ dan sekarang dia menghadap Sang Pencipta. Itulah alasan singkat mengapa pada saat kematian orang tua dalam adat Batak diadakan music dan tortor. Bahkan seringkali ini dianggap suatu keharusan, karena itu tuntutan adat. Sehingga bila tidak dilaksanakan, maka keluarga itu dianggap tidak beradat. Bagi orang Batak, seringkali lebih takut dikatakan tidak beradat dibandingkan bila dikatakan tidak beragama atau tidak beriman. Oleh karena itu bisa saja terjadi, ekonomi keluarga yang meninggal itu sebenarnya pas-pasan atau miskin, tapi bila orang tua mereka meninggal, mereka akan tetap mengadakan pesta adat, padahal untuk hal itu bukan biaya yang sedikit. Mengadakan pesta adat pada saat orang tua meninggal, dianggap suatu kehormatan walaupun setelah itu keluarga harus mengeluarkan biaya besar, dan bisa jadi setelah pemakaman keluarga malah jadi terlilit utang. Tetapi ada hal positif dalam hal ini, yakni umumnya kaum kerabat dekat maupun kerabat jauh, ikut membantu menanggulangi biaya selama pesta adat kematian. Sehingga biaya selama pesta adat kematian, yang menanggung bukan hanya keluarga kandung tetapi juga keuarga jauh atau kaum kerabat. Karena itulah kita melihat bahwa keluarga itu sebenarnya miskin, tetapi bisa mengadakan pesta adat saat kematian orang tua mereka. Oleh karena itu pulalah, tidak sedikit orang tua yang berharap meninggal setelah ada anaknya menikah atau sudah punya cucu. Karena kalau meninggal sebelum ada anaknya menikah dan belum punya cucu, acara adat dengan music adat tidak bisa dilaksanakan, mereka dikuburkan layaknya seperti anak-anak.
RIP: BAPAK FULGENTIUS HEBER PARHUSIP
Itulah sekilas sehubungan dengan acara kematian dalam adat Batak khususnya dalam adat Batak Toba. Nah walaupun demikian, kematian itu tetap suatu peristiwa duka, kesedihan bagi kaum keluarga maupun kaum kerabat. Itu pulalah kiranya yang dialami pada saat kematian bapak FULGENTIUS HEBER PARHUSIP, ayah dari SUSTER VALENTINA PARHUSIP KSSY. Bapak Fulgentius Heber Parhusip meninggal pada hari Minggu 21 Nopember 2010 dalam usia 72 tahun. Beliau meninggalkan 1 orang isteri, yakni ibu boru Sinaga dan 7 orang anak, salah satunya adalah Suster Valentina Parhusip KSSY. Mereka adalah warga umat Stasi Napanbelang paroki Tigalingga.
Bapak Heber Parhusip memang sudah lama menderita sakit, juga karena factor usia. Sehari sebelumnya yakni hari Sabtu 20 Nopember 2010 Sr. Valentina Parhusip KSSY memintakan pelayanan sakramen perminyakan kepada bapak tersebut. Pada hari Minggu 21 Nopember 2010 pagi hari, bapak Parhusip meninggal dunia. Bagi kita, tentu ini merupakan kematian yang membhagiakan karena bapak tersebut dipersiapkan dalam iman untuk menghadapi kematian, meskipun kesedihan pasti meliputi keluarga dan kaum kerabat dekat. Sakramen perminyakan dilayani oleh Pastor Yoakim Lako O.Carm. Misa arwah dilaksanakan pada hari Senin 22 Nopember 2010 pukul 5 petang, dilayani oleh Pastor Antonius Manik O.Carm. Misa arwah ini dihadiri umat stasi setempat dan beberapa orang suster kongregasi KSSY komunitas Sidikalang.
Pesta adat seperti yang kami lukiskan di atas diadakan pada hari Selasa 22 Nopember 2010 dan pemakaman dilaksanakan pada hari itu juga pukul 6 petang. Pemakaman ini dilayani oleh Pastor Antonius Manik O.Carm dan beliau dimakamkan di pemakaman Katolik yakni di kompleks pemakaman dekat Gereja stasi. Gerimis yang sempat turun tetapi pada akhirnya berhenti seakan turut mengiringi kesedihan keluarga pada saat pemakaman. Namun gerimis itu berhenti, seakan juga mau mengatakan bahwa keluarga tidak usah bersedih lagi, karena bapak Heber Parhusip bukan mati tetapi sudah menghadap Tuhan sang pencipta, kebahagiaan kekal di surga.
Demikianlah kiranya berita dukacita yang bisa kami sampaikan. Doa kita semoga arwah Bapak Fulgentius Heber Parhusip diterima oleh Tuhan dalam kebahagiaan abadi di surga, sedangkan keluarga yang ditinggalkan tetap tabah menghadapinya dalam iman kepada Yesus Kristus yang telah menjanjikan surge bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya. Amin.
Memang pesta ada kematian bisa menimbulkan kesan seperti itu. Tetapi pesta adat kematian dalam ada Batak tidak semuanya seperti itu. Anak yang meninggal dan orang dewasa baik itu belum menikah, sudah menikah dan anak-anaknya belum ada yang menikah, tidak akan diadakan pesta adat. Kalaupun pemakamannya tidak langsung dilaksanakan pada hari itu juga, adalah karena alasan waktu dan menungguh kaum kelar dekat datang semuanya, yang mungkin ada yang berada di tempat jauh.
Kematian orang tua yang mana salah satu dari anak-anaknya sudah menikah atau semua sudah menikah, barulah diadakan pesta adat dan saat itulah diadakan music dan tortor. Dahulunya sebenarnya dibedakan music atau keramaian adat antara orang meninggal yang mana masih ada anaknya yang belum menikah dengan orang tua yang semua anaknya sudah menikah. Orang tua yang meninggal dan anaknya belum semua menikah, disebut SARI MATUA (Meniggal pada saat masih ada anak yang masih harus ditanggung). Sedangkan orang tua yang meninggal dan semua anak-anaknya sudah menikah, itu disebut SAUR MARTUA (Meninggal setelah tidak ada lagi tanggungan). Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan ditanggung adalah menikahkan anaknya. Dalam artian ini dikatakan bahwa tugas dan kewajiban ortu atas anak adalah menikahkan mereka dan setelah anak menikah, dianggap bahwa anak bukan lagi tugas atau kewajiban orang tua mengurusi mereka, karena anak-anak yang sudah menikah sudah dianggap mampun dan harus mengurusi keluarganya sendiri. Meskipun demikian, orang tua tetap saja tidak akan lepas tanggungjawab terhadap anak-anaknya yang sudah menikah.
Bagi ada Batak Toba khususnya, kematian orang tua yangmana semua anaknya sudah menikah, seringkali dianggap bukan lagi suatu kesedihan besar. Kematian yang demikian dianggap suatu proses hidup yang sudah semestinya, dianggap hidupnya di dunia ini sudah ‘selesai’ dan sekarang dia menghadap Sang Pencipta. Itulah alasan singkat mengapa pada saat kematian orang tua dalam adat Batak diadakan music dan tortor. Bahkan seringkali ini dianggap suatu keharusan, karena itu tuntutan adat. Sehingga bila tidak dilaksanakan, maka keluarga itu dianggap tidak beradat. Bagi orang Batak, seringkali lebih takut dikatakan tidak beradat dibandingkan bila dikatakan tidak beragama atau tidak beriman. Oleh karena itu bisa saja terjadi, ekonomi keluarga yang meninggal itu sebenarnya pas-pasan atau miskin, tapi bila orang tua mereka meninggal, mereka akan tetap mengadakan pesta adat, padahal untuk hal itu bukan biaya yang sedikit. Mengadakan pesta adat pada saat orang tua meninggal, dianggap suatu kehormatan walaupun setelah itu keluarga harus mengeluarkan biaya besar, dan bisa jadi setelah pemakaman keluarga malah jadi terlilit utang. Tetapi ada hal positif dalam hal ini, yakni umumnya kaum kerabat dekat maupun kerabat jauh, ikut membantu menanggulangi biaya selama pesta adat kematian. Sehingga biaya selama pesta adat kematian, yang menanggung bukan hanya keluarga kandung tetapi juga keuarga jauh atau kaum kerabat. Karena itulah kita melihat bahwa keluarga itu sebenarnya miskin, tetapi bisa mengadakan pesta adat saat kematian orang tua mereka. Oleh karena itu pulalah, tidak sedikit orang tua yang berharap meninggal setelah ada anaknya menikah atau sudah punya cucu. Karena kalau meninggal sebelum ada anaknya menikah dan belum punya cucu, acara adat dengan music adat tidak bisa dilaksanakan, mereka dikuburkan layaknya seperti anak-anak.
RIP: BAPAK FULGENTIUS HEBER PARHUSIP
Itulah sekilas sehubungan dengan acara kematian dalam adat Batak khususnya dalam adat Batak Toba. Nah walaupun demikian, kematian itu tetap suatu peristiwa duka, kesedihan bagi kaum keluarga maupun kaum kerabat. Itu pulalah kiranya yang dialami pada saat kematian bapak FULGENTIUS HEBER PARHUSIP, ayah dari SUSTER VALENTINA PARHUSIP KSSY. Bapak Fulgentius Heber Parhusip meninggal pada hari Minggu 21 Nopember 2010 dalam usia 72 tahun. Beliau meninggalkan 1 orang isteri, yakni ibu boru Sinaga dan 7 orang anak, salah satunya adalah Suster Valentina Parhusip KSSY. Mereka adalah warga umat Stasi Napanbelang paroki Tigalingga.
Bapak Heber Parhusip memang sudah lama menderita sakit, juga karena factor usia. Sehari sebelumnya yakni hari Sabtu 20 Nopember 2010 Sr. Valentina Parhusip KSSY memintakan pelayanan sakramen perminyakan kepada bapak tersebut. Pada hari Minggu 21 Nopember 2010 pagi hari, bapak Parhusip meninggal dunia. Bagi kita, tentu ini merupakan kematian yang membhagiakan karena bapak tersebut dipersiapkan dalam iman untuk menghadapi kematian, meskipun kesedihan pasti meliputi keluarga dan kaum kerabat dekat. Sakramen perminyakan dilayani oleh Pastor Yoakim Lako O.Carm. Misa arwah dilaksanakan pada hari Senin 22 Nopember 2010 pukul 5 petang, dilayani oleh Pastor Antonius Manik O.Carm. Misa arwah ini dihadiri umat stasi setempat dan beberapa orang suster kongregasi KSSY komunitas Sidikalang.
Pesta adat seperti yang kami lukiskan di atas diadakan pada hari Selasa 22 Nopember 2010 dan pemakaman dilaksanakan pada hari itu juga pukul 6 petang. Pemakaman ini dilayani oleh Pastor Antonius Manik O.Carm dan beliau dimakamkan di pemakaman Katolik yakni di kompleks pemakaman dekat Gereja stasi. Gerimis yang sempat turun tetapi pada akhirnya berhenti seakan turut mengiringi kesedihan keluarga pada saat pemakaman. Namun gerimis itu berhenti, seakan juga mau mengatakan bahwa keluarga tidak usah bersedih lagi, karena bapak Heber Parhusip bukan mati tetapi sudah menghadap Tuhan sang pencipta, kebahagiaan kekal di surga.
Demikianlah kiranya berita dukacita yang bisa kami sampaikan. Doa kita semoga arwah Bapak Fulgentius Heber Parhusip diterima oleh Tuhan dalam kebahagiaan abadi di surga, sedangkan keluarga yang ditinggalkan tetap tabah menghadapinya dalam iman kepada Yesus Kristus yang telah menjanjikan surge bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya. Amin.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.