Pemerintah dinilai punya agenda biarkan Papua terkebelakang
Jhonson Panjaitan
Pemerintah dinilai gagal meyakinkan orang Papua bahwa mereka adalah bagian dari NKRI, hanya membutuhkan kekayaan di Papua, dan bahkan memiliki agenda membiarkan Papua tetap terebelakang.
Pernyataan itu muncul dalam dialog bertajuk ”Mendengarkan Papua,” yang diadakan di Kantor Komisi Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Ordo Fratrum Minorum (JPIC-OFM), Jakarta Pusat, Kamis, (8/12).
Pembicara pada dialog, yang diadakan dalam rangka memperingati Hari HAM Internasional pada 10 Desember tersebut adalah Pemerhati Masalah Papua Jhonson Panjaitan, Anggota Komisi I DPR RI Paskalis Kossay, Ketua Ikatan Mahasiswa Papua Jakarta Siprianus Bunai, Direktur JPIC-OFM Romo Peter C Aman, dan dosen Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Romo Eddy Kristianto.
Johnson menegaskan masalah di Papua mengindikasikan adanya pelanggaran HAM berat. Solusi bagi masalah di Papua, semua pihak bersedia menghentikan cara-cara kekerasan.
Menurutnya, upaya penyelesaian konflik di tanah Papua harus bergerak di atas kerangka perjuangan HAM dan bersama rakyat Papua.
”Tdk ada pilihan lain, selain berada bersama mereka. Kita juga tidak bisa berjuang sendiri. Perjuangan mesti dilakukan baik di Papua, di Jakarta maupun di tingkat internasional,” ujar Johnson.
Sementara menurut Paskalis Kossay, “Tidak ada perubahan paradigma membangun Papua. Rakyat tetap saja sengsara. Pemerintah malahan lebih cenderung menggunakan pendekatan represif daripada pendekatan kemanusiaan.”
Kossay mengingatkan selama cara-cara kekerasan dipakai, hal ini hanya akan menghidupkan lagi nasionalisme kepapuaan yang sekarang sudah berkembang menjadi ideologi masyarakat Papua.
Romo Peter Aman mengaku Papua memang sering ditelantarkan. Buktinya tidak ada perubahan yang signifikan dalam kehidupan masayarakat, kendati PT Freeport sebagai perusahan penghasil emas terbesar di dunia ada di sana.
Sementara itu Romo Eddy Kristiyanto juga sepakat bahwa persoalan di Papua memang tidak pernah ditangani sepenuh hati oleh pemerintah. ”Karena kalau mereka menjadi maju, maka semakin sulit dijajah dan dikeruk kekayaannya,” katanya.
Disadur dari: www.cathnewsindonesia.com
Pemerintah dinilai gagal meyakinkan orang Papua bahwa mereka adalah bagian dari NKRI, hanya membutuhkan kekayaan di Papua, dan bahkan memiliki agenda membiarkan Papua tetap terebelakang.
Pernyataan itu muncul dalam dialog bertajuk ”Mendengarkan Papua,” yang diadakan di Kantor Komisi Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Ordo Fratrum Minorum (JPIC-OFM), Jakarta Pusat, Kamis, (8/12).
Pembicara pada dialog, yang diadakan dalam rangka memperingati Hari HAM Internasional pada 10 Desember tersebut adalah Pemerhati Masalah Papua Jhonson Panjaitan, Anggota Komisi I DPR RI Paskalis Kossay, Ketua Ikatan Mahasiswa Papua Jakarta Siprianus Bunai, Direktur JPIC-OFM Romo Peter C Aman, dan dosen Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Romo Eddy Kristianto.
Johnson menegaskan masalah di Papua mengindikasikan adanya pelanggaran HAM berat. Solusi bagi masalah di Papua, semua pihak bersedia menghentikan cara-cara kekerasan.
Menurutnya, upaya penyelesaian konflik di tanah Papua harus bergerak di atas kerangka perjuangan HAM dan bersama rakyat Papua.
”Tdk ada pilihan lain, selain berada bersama mereka. Kita juga tidak bisa berjuang sendiri. Perjuangan mesti dilakukan baik di Papua, di Jakarta maupun di tingkat internasional,” ujar Johnson.
Sementara menurut Paskalis Kossay, “Tidak ada perubahan paradigma membangun Papua. Rakyat tetap saja sengsara. Pemerintah malahan lebih cenderung menggunakan pendekatan represif daripada pendekatan kemanusiaan.”
Kossay mengingatkan selama cara-cara kekerasan dipakai, hal ini hanya akan menghidupkan lagi nasionalisme kepapuaan yang sekarang sudah berkembang menjadi ideologi masyarakat Papua.
Romo Peter Aman mengaku Papua memang sering ditelantarkan. Buktinya tidak ada perubahan yang signifikan dalam kehidupan masayarakat, kendati PT Freeport sebagai perusahan penghasil emas terbesar di dunia ada di sana.
Sementara itu Romo Eddy Kristiyanto juga sepakat bahwa persoalan di Papua memang tidak pernah ditangani sepenuh hati oleh pemerintah. ”Karena kalau mereka menjadi maju, maka semakin sulit dijajah dan dikeruk kekayaannya,” katanya.
Disadur dari: www.cathnewsindonesia.com
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.