Jakarta harus segera dialog dengan Papua
Pastor Neles Tebay
Gereja dan aktivist HAM mendesak pemerintah pusat segera mengadakan dialog dengan Papua untuk mengatasi kekerasan di Papua.
Ridha Saleh, wakil ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia kemarin mengatakan Komnas HAM telah menemukan beberapa kasus pelanggaran HAM oleh aparat keamanan menyusul keputusan Kongres Rakyat Papua di Abepura pada 17 Oktober.
Ia mendesak aparat keamanan untuk tidak melakukan serangan yang mengarah pada pelanggaran hak-hak dan kemudian memiliki dampak yang signifikan pada upaya untuk menyelesaikan masalah di Papua melalui dialog.
Bahkan, katanya, para calon imam di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Fajar Timur di Abepura dan para pemimpin adat telah menjadi korban kekerasan oleh pasukan keamanan.
Poengky Indarti, direktur eksekutif Imparsial, mengatakan ia berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa mendekati orang-orang Papua sebagai bagian dari upaya untuk memecahkan masalah di sana, termasuk memulai dialog dengan masyarakat setempat.
“Siapa lagi yang bisa kita berharap untuk menjadi sosok yang kuat yang akan mampu menyatukan bangsa ini tapi presiden? Karena dia terpilih setelah menerima mayoritas suara rakyat, “katanya pada hari Minggu.
“Ini adalah salah satu dari banyak hal yang membuat orang Papua semakin kecewa dengan Pemerintah Pusat,” katanya
Sementara itu, Pastor Neles Tebay, tokoh agama Papua, mengungkapkan, tidak adanya komunikasi antara pemerintah pusat dengan rakyat Papua menimbulkan rasa saling tidak percaya.
“Yang terjadi sekarang justru saling curiga, saling mempersalahkan satu sama lain. Kalau terus saling menuduh maka konflik di Papua tidak akan selesai,” kata rektor STFT Fajar Timur itu.
Pastor Neles mendorong adanya dialog antara pemerintah pusat di Jakarta dengan Papua. “Komunikasi antara Jakarta dan Papua sangat mendesak untuk dibangun ,” ujarnya.
Presiden SBY sudah punya niat untuk membangun komunikasi itu dan keinginan untuk menata Papua dengan hati yang disampaikan dalam pidato kenegaraan 16 Agustus lalu.
“Kalau mau membangun Papua dengan hati, itu berarti presiden harus mengedepankan dialog. Tidak bisa mengatakan mengedepankan dialog tapi di lain pihak kekerasan-kekerasan tetap terjadi,” tegasnya, seperti dikutip Suara Pembaruan.
Disadur dari: www.cathnewsindonesia.com
Gereja dan aktivist HAM mendesak pemerintah pusat segera mengadakan dialog dengan Papua untuk mengatasi kekerasan di Papua.
Ridha Saleh, wakil ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia kemarin mengatakan Komnas HAM telah menemukan beberapa kasus pelanggaran HAM oleh aparat keamanan menyusul keputusan Kongres Rakyat Papua di Abepura pada 17 Oktober.
Ia mendesak aparat keamanan untuk tidak melakukan serangan yang mengarah pada pelanggaran hak-hak dan kemudian memiliki dampak yang signifikan pada upaya untuk menyelesaikan masalah di Papua melalui dialog.
Bahkan, katanya, para calon imam di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Fajar Timur di Abepura dan para pemimpin adat telah menjadi korban kekerasan oleh pasukan keamanan.
Poengky Indarti, direktur eksekutif Imparsial, mengatakan ia berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa mendekati orang-orang Papua sebagai bagian dari upaya untuk memecahkan masalah di sana, termasuk memulai dialog dengan masyarakat setempat.
“Siapa lagi yang bisa kita berharap untuk menjadi sosok yang kuat yang akan mampu menyatukan bangsa ini tapi presiden? Karena dia terpilih setelah menerima mayoritas suara rakyat, “katanya pada hari Minggu.
“Ini adalah salah satu dari banyak hal yang membuat orang Papua semakin kecewa dengan Pemerintah Pusat,” katanya
Sementara itu, Pastor Neles Tebay, tokoh agama Papua, mengungkapkan, tidak adanya komunikasi antara pemerintah pusat dengan rakyat Papua menimbulkan rasa saling tidak percaya.
“Yang terjadi sekarang justru saling curiga, saling mempersalahkan satu sama lain. Kalau terus saling menuduh maka konflik di Papua tidak akan selesai,” kata rektor STFT Fajar Timur itu.
Pastor Neles mendorong adanya dialog antara pemerintah pusat di Jakarta dengan Papua. “Komunikasi antara Jakarta dan Papua sangat mendesak untuk dibangun ,” ujarnya.
Presiden SBY sudah punya niat untuk membangun komunikasi itu dan keinginan untuk menata Papua dengan hati yang disampaikan dalam pidato kenegaraan 16 Agustus lalu.
“Kalau mau membangun Papua dengan hati, itu berarti presiden harus mengedepankan dialog. Tidak bisa mengatakan mengedepankan dialog tapi di lain pihak kekerasan-kekerasan tetap terjadi,” tegasnya, seperti dikutip Suara Pembaruan.
Disadur dari: www.cathnewsindonesia.com
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.