Pastor Ambrosius Nainggolan , OFM.Cap.
Dari Pemekaran Paroki Hingga Pemugaran Makam Oppung Dolok
(Dalam rangka Jubileum Paroki Seribudolok)
Dari Pemekaran Paroki Hingga Pemugaran Makam Oppung Dolok
(Dalam rangka Jubileum Paroki Seribudolok)
Paroki Saribudolok menginjak usia 75 Tahun. Kehadiran paroki yang cukup berkembang saat ini tidak terlepas dari peran Pastor Elpidius van Duijnhoven atau yang lebih dikenal dengan oppung Dolok. Kegembiraan ini disyukuri dengan merayakan Pesta Jubileum 75 Tahun Paroki Saribudolok
Bagi Pastor Ambrosius Nainggolan, OFMCap, moment jubileum Paroki Saribudolok saat ini adalah kesempatan bersyukur atas penyertaan Tuhan dalam perjalanan paroki ini. Peristiwa ini menjadi kesempatan yang baik untuk merefleksikan kehadiran gere a selama 75 tahun di Paroki Saribudolok.
Untuk itu dibuat beberapa kegiatan mulai dari ziarah sambil memperkenalkan Oppung Dolok terutama dengan semangatnya, pengabdiannya, dan sampai kepada acara puncak dengan perayaan bersama pada 27-28 November2010. Saat itu juga diundang putera-puteri paroki ini yang ada di perantauan, baik itu awam,biarawan/wati, dan pemerhati paroki.
Pastor paroki ini menjelaskan perkembangan selama 75 tahun paroki ini sangat pesat dalam arti jumlah umatnya, jumlah stasi pun juga orang-orang, putera-puteri paroki ini yang bersedia menjadi imam, suster, bruder. "Saya sangat memuji paroki ini dalam hal panggilan," jelas pastor yang ditahbiskan pada 6 Januari 2001 ini. "Tetapi memang dalam hal, katakanlah kegiatan yang lebih terorganisir, masih belum tertata dengan baik. Terutama menyangkut tenaga awam. Kami melihat bahwa disini ada keterputusan generasi. Jadi katakanlah mulai dari Doktor Bosi mungkin sampai kepada bapak ini (sambil menunju Bapak Fransiskus Sipayung yang kebetulan hadir saat
wawancara) masih kuat sampai kepada generasi Albert Sinaga. Di situ masih terandalkan awam. Tapi sesudah itu saya lihat, sudah terputus. Pada generasi muda, berusia sekitar 30-40 tahun, saya belum melihat orang yang bisa diandalkan untuk gereja. Pengkaderan dilihat amat perlu untuk regenerasi tenaga awam yang militan," terang pastor kelahiran Palipi 38 tahun lalu ini.
PEMEKARAN PAROKI
Satu hal yang menjadi bagian permenungan pastor ini dalam kesulitannya adalah melihat luasnya paroki ini. Karena itu ia sendiri betul bercita-cita dan untuk pribadinya itu harga mati bahwa paroki ini akan dimekarkan. Selain efektifitas pelayanan, pun juga secara politik sudah saatnya untuk mengambil posisi pemekaran paroki baru di Pematang Raya.
"Saya melihat kalau kita sebagai gereja mau berdiri sendiri, tetapi tertutup pada pemerintahan, kewalahan juga kita jadinya. Jadi biar bagaimana pun untuk pembangunan masyarakat, pembangunan gereja kita harus menggandeng pemerintah saat ini dan tempatnya itu Pematang Raya. Prediksi, pengamatan saya mulai sekarang sampai ke depan, Raya itu akan menjadi pusat pergerakan orang, pusat pergerakan ekonomi, pusat pergerakan politik, sosial kemasyarakatan kabupaten Simalungun. Jadi kita harus hadir di sana. Itulah kiranya cita-cita saya pribadi begitu datang ke paroki ini. Dan langkah pertama sudah dibuat dengan membeli tanah untuk lokasi paroki di Pemalang Raya. Bapak Uskup Mgr A.B. Sinaga dengan segala latar belakang itu tadi, sebenarnya sudah merekomendasikan Pematang Raya menjadi paroki," jelas pastor ini yang sudah membangrm 5 gereja sejak ia hadir di Paroki Saribudolok.
HIDUP MENGGEREJA
Hidup menggereja umat, menurut Pastor Ambrosius mempunyai kelebihan dan kelemahan. Misalnya saja soal ketepatan atau disiplin waktu. Tidak bisa kita mengharapkan kegiatan umat seperti di paroki lain harus jam sekianlah tepat, belum. Situasi menuntut untuk tidak bisa. "Saya melihat tanaman palawija yang lebih banyak mengatur ritrne kehidupan umat disini, termasuk pada hari minggu," terang pastor paroki ini. "Tetapi kehadiran umat di gereja, sekurang-kurangya untuk Saribudolok sendiri ada perkembangan dalam 2 tahun terakhir ini, termasuk juga Bandar Hinalang.
Waktu baru sampai saya di paroki ini, misa hari minggu kadang hanya sepertiga gereja itu terisi. Sekarang sekurang-kurangnya kalau ada pastor, hampir penuh terus gereja. Mungkin udah mulai dirasakan juga apa manfaatnya hidup menggereja," jelasnya. Jumlah umat di Paroki Saribudolok saat ini lebih kurang 4500 KK dengan 61 stasi. Selama 2 tahun menggembala di Paroki Saribudolok Pastor Ambrosius melihat bahwa hubungan dengan gereja tetangga belum ada keistimewaan, belum ada acara-acara formal yang dilaksanakan bersama tapi bahwa saling menyapa waktu jumpa di pesta misalnya, itu wajar. Mungkin karena ikatan keluarga, ikatan adat tidak ada lagi orang di sini yang saling menyudutkan.
HARAPAN
Selain pemekaran paroki, pastor ini berharap agar umat benar menghargai apa yang diwariskan misionaris, karena para misionaris mengorbankan banyak hal. "Itu harus kita hargai dengan ketekunan dalam hidup menggereja," jelasnya sambil memberikan peribahasa "Jangan lupa kacang akan kulitnya". Pastor Ambrosius melihat bahwa peran Oppung Dolok sangat besar untuk paroki. Ia bertahan di daerah Simalungun, boleh dikatakan mulai dari tahbisan pastor sampai akhirnya hayatnya, itu sesuatu yang luar biasa. Memang Oppung Dolok pernah pindah ke Kabanjahe tapi hanya satu kali, tapi dia kembali lagi ke sini. Dia betul-betul menyatu dengan daerah Simalungun ini.
Pesan yang berikutnya yang ingin disampaikannya adalah untuk kemandirian, apakah itu rayon terutama supaya bisa mandiri untuk memperbaiki hidup menggereja keseluruhan, termasuk kepengurusan, sarana peribadatan lalu acara peribadatan dan jangan pernah seorang pun, kalaupun minoritas di tempat itu merasa diri minder. Pendidikan untuk para pengurus Gereja sudah pernah dibuat tapi terputus. Dulu disebut Pembinaan Hidup Menggereja. Terputus sebenamya karena perekrutan yang kurang pas. Pernah juga sekolah vorhanger diadakan, tapi mati suri. Baru tahun lalu tidak ada lagi.
Program ke depan jenis pembinaan ini memang harus dihidupkan itu. Hanya kami perlu tenaga yang lebih punya waktu untuk itu. Kami harap itu tenaga dari berbagai komisi yang ada di KAM ini," harapnya.
PERAN BIARAWAN/I ANAK PAROKI
Sampai sekarang, jum-lah biarawan/biarawati yang berasal dari Paroki Saribudolok berjunllah 250 orang. Selama 2 tahun keberadaan Pastor Ambrosius di Paroki Saribudolok, beliau melihat hanya beberapa anak paroki yang menjadi biarawan/wati yang memberi hati untuk paroki, tapi banyak yang tidak ada. Ia mengaku sebelumnya kurang tahu. Tapi dalam acara malam reuni para biarawan/wati asal paroki nanti diharaplan perhatian dari mereka rurtuk paroki; Bagaimana mereka punya jaringan, enlah grup, entah pemerhati pada paroki ini, entah melalu 'salah satu cata apa yang mau dibuat, itu harus dipikirkan. Pokoknya adalah perhatian mereka ke Paroki Saribudolok.
Satu hal lagi yang ingin diwujudkan Pastor ini adalah dengan memugar makam Opung Dolok, dan membuat tempat doa di sisi makam. Dengan demikian, kelak tempat itu bisa menjadi sebuah tempat ziarah dimana orang bisa berdoa dengan suasana tenang dan tetap mengingat Opung Dolok. Semoga. (Red)
Disadur dari MENJEMAAT, Majalah Keuskupan Agung Medan, No. 12/XXXII/Desember 2010
Bagi Pastor Ambrosius Nainggolan, OFMCap, moment jubileum Paroki Saribudolok saat ini adalah kesempatan bersyukur atas penyertaan Tuhan dalam perjalanan paroki ini. Peristiwa ini menjadi kesempatan yang baik untuk merefleksikan kehadiran gere a selama 75 tahun di Paroki Saribudolok.
Untuk itu dibuat beberapa kegiatan mulai dari ziarah sambil memperkenalkan Oppung Dolok terutama dengan semangatnya, pengabdiannya, dan sampai kepada acara puncak dengan perayaan bersama pada 27-28 November2010. Saat itu juga diundang putera-puteri paroki ini yang ada di perantauan, baik itu awam,biarawan/wati, dan pemerhati paroki.
Pastor paroki ini menjelaskan perkembangan selama 75 tahun paroki ini sangat pesat dalam arti jumlah umatnya, jumlah stasi pun juga orang-orang, putera-puteri paroki ini yang bersedia menjadi imam, suster, bruder. "Saya sangat memuji paroki ini dalam hal panggilan," jelas pastor yang ditahbiskan pada 6 Januari 2001 ini. "Tetapi memang dalam hal, katakanlah kegiatan yang lebih terorganisir, masih belum tertata dengan baik. Terutama menyangkut tenaga awam. Kami melihat bahwa disini ada keterputusan generasi. Jadi katakanlah mulai dari Doktor Bosi mungkin sampai kepada bapak ini (sambil menunju Bapak Fransiskus Sipayung yang kebetulan hadir saat
wawancara) masih kuat sampai kepada generasi Albert Sinaga. Di situ masih terandalkan awam. Tapi sesudah itu saya lihat, sudah terputus. Pada generasi muda, berusia sekitar 30-40 tahun, saya belum melihat orang yang bisa diandalkan untuk gereja. Pengkaderan dilihat amat perlu untuk regenerasi tenaga awam yang militan," terang pastor kelahiran Palipi 38 tahun lalu ini.
PEMEKARAN PAROKI
Satu hal yang menjadi bagian permenungan pastor ini dalam kesulitannya adalah melihat luasnya paroki ini. Karena itu ia sendiri betul bercita-cita dan untuk pribadinya itu harga mati bahwa paroki ini akan dimekarkan. Selain efektifitas pelayanan, pun juga secara politik sudah saatnya untuk mengambil posisi pemekaran paroki baru di Pematang Raya.
"Saya melihat kalau kita sebagai gereja mau berdiri sendiri, tetapi tertutup pada pemerintahan, kewalahan juga kita jadinya. Jadi biar bagaimana pun untuk pembangunan masyarakat, pembangunan gereja kita harus menggandeng pemerintah saat ini dan tempatnya itu Pematang Raya. Prediksi, pengamatan saya mulai sekarang sampai ke depan, Raya itu akan menjadi pusat pergerakan orang, pusat pergerakan ekonomi, pusat pergerakan politik, sosial kemasyarakatan kabupaten Simalungun. Jadi kita harus hadir di sana. Itulah kiranya cita-cita saya pribadi begitu datang ke paroki ini. Dan langkah pertama sudah dibuat dengan membeli tanah untuk lokasi paroki di Pemalang Raya. Bapak Uskup Mgr A.B. Sinaga dengan segala latar belakang itu tadi, sebenarnya sudah merekomendasikan Pematang Raya menjadi paroki," jelas pastor ini yang sudah membangrm 5 gereja sejak ia hadir di Paroki Saribudolok.
HIDUP MENGGEREJA
Hidup menggereja umat, menurut Pastor Ambrosius mempunyai kelebihan dan kelemahan. Misalnya saja soal ketepatan atau disiplin waktu. Tidak bisa kita mengharapkan kegiatan umat seperti di paroki lain harus jam sekianlah tepat, belum. Situasi menuntut untuk tidak bisa. "Saya melihat tanaman palawija yang lebih banyak mengatur ritrne kehidupan umat disini, termasuk pada hari minggu," terang pastor paroki ini. "Tetapi kehadiran umat di gereja, sekurang-kurangya untuk Saribudolok sendiri ada perkembangan dalam 2 tahun terakhir ini, termasuk juga Bandar Hinalang.
Waktu baru sampai saya di paroki ini, misa hari minggu kadang hanya sepertiga gereja itu terisi. Sekarang sekurang-kurangnya kalau ada pastor, hampir penuh terus gereja. Mungkin udah mulai dirasakan juga apa manfaatnya hidup menggereja," jelasnya. Jumlah umat di Paroki Saribudolok saat ini lebih kurang 4500 KK dengan 61 stasi. Selama 2 tahun menggembala di Paroki Saribudolok Pastor Ambrosius melihat bahwa hubungan dengan gereja tetangga belum ada keistimewaan, belum ada acara-acara formal yang dilaksanakan bersama tapi bahwa saling menyapa waktu jumpa di pesta misalnya, itu wajar. Mungkin karena ikatan keluarga, ikatan adat tidak ada lagi orang di sini yang saling menyudutkan.
HARAPAN
Selain pemekaran paroki, pastor ini berharap agar umat benar menghargai apa yang diwariskan misionaris, karena para misionaris mengorbankan banyak hal. "Itu harus kita hargai dengan ketekunan dalam hidup menggereja," jelasnya sambil memberikan peribahasa "Jangan lupa kacang akan kulitnya". Pastor Ambrosius melihat bahwa peran Oppung Dolok sangat besar untuk paroki. Ia bertahan di daerah Simalungun, boleh dikatakan mulai dari tahbisan pastor sampai akhirnya hayatnya, itu sesuatu yang luar biasa. Memang Oppung Dolok pernah pindah ke Kabanjahe tapi hanya satu kali, tapi dia kembali lagi ke sini. Dia betul-betul menyatu dengan daerah Simalungun ini.
Pesan yang berikutnya yang ingin disampaikannya adalah untuk kemandirian, apakah itu rayon terutama supaya bisa mandiri untuk memperbaiki hidup menggereja keseluruhan, termasuk kepengurusan, sarana peribadatan lalu acara peribadatan dan jangan pernah seorang pun, kalaupun minoritas di tempat itu merasa diri minder. Pendidikan untuk para pengurus Gereja sudah pernah dibuat tapi terputus. Dulu disebut Pembinaan Hidup Menggereja. Terputus sebenamya karena perekrutan yang kurang pas. Pernah juga sekolah vorhanger diadakan, tapi mati suri. Baru tahun lalu tidak ada lagi.
Program ke depan jenis pembinaan ini memang harus dihidupkan itu. Hanya kami perlu tenaga yang lebih punya waktu untuk itu. Kami harap itu tenaga dari berbagai komisi yang ada di KAM ini," harapnya.
PERAN BIARAWAN/I ANAK PAROKI
Sampai sekarang, jum-lah biarawan/biarawati yang berasal dari Paroki Saribudolok berjunllah 250 orang. Selama 2 tahun keberadaan Pastor Ambrosius di Paroki Saribudolok, beliau melihat hanya beberapa anak paroki yang menjadi biarawan/wati yang memberi hati untuk paroki, tapi banyak yang tidak ada. Ia mengaku sebelumnya kurang tahu. Tapi dalam acara malam reuni para biarawan/wati asal paroki nanti diharaplan perhatian dari mereka rurtuk paroki; Bagaimana mereka punya jaringan, enlah grup, entah pemerhati pada paroki ini, entah melalu 'salah satu cata apa yang mau dibuat, itu harus dipikirkan. Pokoknya adalah perhatian mereka ke Paroki Saribudolok.
Satu hal lagi yang ingin diwujudkan Pastor ini adalah dengan memugar makam Opung Dolok, dan membuat tempat doa di sisi makam. Dengan demikian, kelak tempat itu bisa menjadi sebuah tempat ziarah dimana orang bisa berdoa dengan suasana tenang dan tetap mengingat Opung Dolok. Semoga. (Red)
Disadur dari MENJEMAAT, Majalah Keuskupan Agung Medan, No. 12/XXXII/Desember 2010
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.