9 Nov 2010
Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran
Yeh 47:1-2,8-9,12, Mzm 46:2-3,5-6,8-9, 1Kor 3:9c-11,16-17,
Yoh 2:13-22
"Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali."Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran
Yeh 47:1-2,8-9,12, Mzm 46:2-3,5-6,8-9, 1Kor 3:9c-11,16-17,
Yoh 2:13-22
Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem. Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing domba dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata: "Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." Maka teringatlah murid-murid-Nya, bahwa ada tertulis: "Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku." Orang-orang Yahudi menantang Yesus, katanya: "Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?" Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali." Lalu kata orang Yahudi kepada-Nya: "Empat puluh enam tahun orang mendirikan Bait Allah ini dan Engkau dapat membangunnya dalam tiga hari?" Tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan Bait Allah ialah tubuh-Nya sendiri. Kemudian, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, barulah teringat oleh murid-murid-Nya bahwa hal itu telah dikatakan-Nya, dan merekapun percayalah akan Kitab Suci dan akan perkataan yang telah diucapkan Yesus.
Demikianla warta Gembira bagi kita hari ini.
PERMENUNGAN:
Dalam pesta pemberkatan Gereja Basilik Lateran ini, tentu kita diajak untuk menyadari kekudusan Rumah Tuhan, Gereja yang dikhususkan dan dikuduskan bagi Tuhan. Sehubugan dengan hal ini, saya teringat pengalaman yang barusan terjadi ketika pesta paroki tanggal 7 Nopember lalu. Sehabis misa yang dilansungkan di lapangan belakang Gereja, kami masuk ke sakristi melalu depan Gereja. Di dalam Gereja saya temukan umat yang lagi merokok dengan santainya, bak seakan di dalam kedai tuak dan ada pula umat yang tidur nyenyak di bangku Gereja sambil buka baju. Melihat pemandangan ini, saya hampir marah, tapi kutahan amarah sehingga hanya menyuruh mereka keluar dari Gereja. Dalam hati berpikir, “Apakah mereka tidak bisa bedakan mana Gereja dan mana bukan Gereja? Apakah mereka itu tidak tahu kekudusan Gereja? Apakah karena Gereja paroki yang sekarang kalah bagusnya dibandingkan dengan rumah mereka, sehingga Gereja yang sekarang kurang kelihatan Sakral?
Itulah sekilas pengalam yang muncul ketika mempersiapkan renungan ini. Memang secara umum, hal itu banyak terjadi terutama di Gereja-Gereja stasi. Seringkali kita temui, umat yang merokok sebelum dan sesudah ibadah. Umat tidak merokok, hanya karena ada pastor, atau dilarang pastor, tetapi ketika pastor tidak berkunjung, umat tetap merokok, bahkan ada pula pastor yang merokok di Gereja stasi. Intinya umat belum memahami secara sungguh makna kekudusan Gereja, masih karena dilarang dan masih melihat bagusnya Gereja itu, bukan maknanya.
Contoh kecil yang kami katakan di atas, mungkin juga sudah terjadi di tempat lain, hanya mungkin bentuknya berbeda atau mungkin lebih unik, lebih terpoles sehingga tidak terlalu memperlihatkan kekurang sopanan umat di dalam Gereja. Coba kita lihat dan renungkan saja, tidak jarang umat yang hadir di Gereja bukan sepenuh hati untuk berdoa, tetapi kadang menjadi ajang pamer kekayaan, pamer pakaian bagus dan modis. Adapula yang darang ke Gereja dengan pakain seperti mau ke mall atau ke pantai. Adapula umat yang hadir, tetapi hati dan pikirannya menembus tembok bangunan Gereja. Masih banyak lagi pola tingkah laku umat di dalam Gedung yang bisa dipertanyakan, apakah umat menghayati kesakralan Gereja.
Dalam Injil hari ini, Yesus begitu marah ketika menemukan orang-orang menyalah gunakan Bait Allah. Bahkan penginjil menceritakan bagaimana kemarahan Yesus yang sampai memporak-porandakan jualan orang-orang yang berjualan di Bait Allah. Dalam kemarahan itu, Yesus tidak peduli pedagang besar maupun kecil, semua tidak disukai olehNya. Yesus menemukan kenyataan bahwa orang tidak lagi menghargai dan menghayati kekudusan Bait Allah. Bait Allah dan ‘ritual’ keagamaan sudah dijadikan sebagai ladang bisnis atau kepentingan kelompok atau pribadi. Namun lebih dari itu, bukan sekedar tidak menghargai dan menghayati kekudusan Bait Allah, tetapi itu menjadi gambaran bagaimana orang-orang itu sudah kurang mengimani Tuhan. Sebab kalau mereka mengimani Tuhan, tentu mereka akan menghormati dan menghargai tempat yang dikuduskan dan dikhususkan bagi Tuhan yang adalah kudus.
Selain hal di atas, penginjil dalam Injil hari ini juga mau memusatkan kita pada diri Yesus yang adalah bait Allah sejati. Di dalam Yesuslah kita bertemu, bersatu dan memuliakan Tuhan. Iman akan Yesus bukan lagi dibatasi oleh gedung, tempat dan waktu, tetapi beriman kepadaNya hendaknya dihidupi kapanpun dan di manapun. Bahkan diri kita juga sudah menjadi Bait Allah, karena Yesus telah bersatu sepenuhnya dengan kita, sudah tinggal dan berdiam dalamd diti kita. Hal ini terjadi dalam Roh ketika kita menerima baptisan. Tentu dengan keyakinan ini, hidup kita hendaknya menjadi kehadiran Allah bagi sesama dan tentu juga hal itu nyata dalam perilaku kita.
REFLEKSI PRIBADI:
1. Bagaimana sikap dan perilaku kita selama di dalam Gereja?
2. Apakah diri kita sudah menjadi ‘Bait Allah’ yang hidup di manapun kita berada?
Demikianla warta Gembira bagi kita hari ini.
PERMENUNGAN:
Dalam pesta pemberkatan Gereja Basilik Lateran ini, tentu kita diajak untuk menyadari kekudusan Rumah Tuhan, Gereja yang dikhususkan dan dikuduskan bagi Tuhan. Sehubugan dengan hal ini, saya teringat pengalaman yang barusan terjadi ketika pesta paroki tanggal 7 Nopember lalu. Sehabis misa yang dilansungkan di lapangan belakang Gereja, kami masuk ke sakristi melalu depan Gereja. Di dalam Gereja saya temukan umat yang lagi merokok dengan santainya, bak seakan di dalam kedai tuak dan ada pula umat yang tidur nyenyak di bangku Gereja sambil buka baju. Melihat pemandangan ini, saya hampir marah, tapi kutahan amarah sehingga hanya menyuruh mereka keluar dari Gereja. Dalam hati berpikir, “Apakah mereka tidak bisa bedakan mana Gereja dan mana bukan Gereja? Apakah mereka itu tidak tahu kekudusan Gereja? Apakah karena Gereja paroki yang sekarang kalah bagusnya dibandingkan dengan rumah mereka, sehingga Gereja yang sekarang kurang kelihatan Sakral?
Itulah sekilas pengalam yang muncul ketika mempersiapkan renungan ini. Memang secara umum, hal itu banyak terjadi terutama di Gereja-Gereja stasi. Seringkali kita temui, umat yang merokok sebelum dan sesudah ibadah. Umat tidak merokok, hanya karena ada pastor, atau dilarang pastor, tetapi ketika pastor tidak berkunjung, umat tetap merokok, bahkan ada pula pastor yang merokok di Gereja stasi. Intinya umat belum memahami secara sungguh makna kekudusan Gereja, masih karena dilarang dan masih melihat bagusnya Gereja itu, bukan maknanya.
Contoh kecil yang kami katakan di atas, mungkin juga sudah terjadi di tempat lain, hanya mungkin bentuknya berbeda atau mungkin lebih unik, lebih terpoles sehingga tidak terlalu memperlihatkan kekurang sopanan umat di dalam Gereja. Coba kita lihat dan renungkan saja, tidak jarang umat yang hadir di Gereja bukan sepenuh hati untuk berdoa, tetapi kadang menjadi ajang pamer kekayaan, pamer pakaian bagus dan modis. Adapula yang darang ke Gereja dengan pakain seperti mau ke mall atau ke pantai. Adapula umat yang hadir, tetapi hati dan pikirannya menembus tembok bangunan Gereja. Masih banyak lagi pola tingkah laku umat di dalam Gedung yang bisa dipertanyakan, apakah umat menghayati kesakralan Gereja.
Dalam Injil hari ini, Yesus begitu marah ketika menemukan orang-orang menyalah gunakan Bait Allah. Bahkan penginjil menceritakan bagaimana kemarahan Yesus yang sampai memporak-porandakan jualan orang-orang yang berjualan di Bait Allah. Dalam kemarahan itu, Yesus tidak peduli pedagang besar maupun kecil, semua tidak disukai olehNya. Yesus menemukan kenyataan bahwa orang tidak lagi menghargai dan menghayati kekudusan Bait Allah. Bait Allah dan ‘ritual’ keagamaan sudah dijadikan sebagai ladang bisnis atau kepentingan kelompok atau pribadi. Namun lebih dari itu, bukan sekedar tidak menghargai dan menghayati kekudusan Bait Allah, tetapi itu menjadi gambaran bagaimana orang-orang itu sudah kurang mengimani Tuhan. Sebab kalau mereka mengimani Tuhan, tentu mereka akan menghormati dan menghargai tempat yang dikuduskan dan dikhususkan bagi Tuhan yang adalah kudus.
Selain hal di atas, penginjil dalam Injil hari ini juga mau memusatkan kita pada diri Yesus yang adalah bait Allah sejati. Di dalam Yesuslah kita bertemu, bersatu dan memuliakan Tuhan. Iman akan Yesus bukan lagi dibatasi oleh gedung, tempat dan waktu, tetapi beriman kepadaNya hendaknya dihidupi kapanpun dan di manapun. Bahkan diri kita juga sudah menjadi Bait Allah, karena Yesus telah bersatu sepenuhnya dengan kita, sudah tinggal dan berdiam dalamd diti kita. Hal ini terjadi dalam Roh ketika kita menerima baptisan. Tentu dengan keyakinan ini, hidup kita hendaknya menjadi kehadiran Allah bagi sesama dan tentu juga hal itu nyata dalam perilaku kita.
REFLEKSI PRIBADI:
1. Bagaimana sikap dan perilaku kita selama di dalam Gereja?
2. Apakah diri kita sudah menjadi ‘Bait Allah’ yang hidup di manapun kita berada?
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.