IBADAT KITA TIDAK MENARIK, MONOTON DAN MEMBOSANKAN?
PEMBUKAAN
Pernyataan dan pertanyaan ini seringkali kita dengarkan dan bahkan umat kita sendiri seringkali mengatakannya, sehingga tidak jarang umat tidak ke beribadah pada hari Minggu atau justru “jajan” ke Gereja lain dengan alasan demikian.Sekarang benarkah pernyataan di atas? Tentu pernyataan di atas adalah tidak benar sama sekali. Hal itu bisa muncul karena seseorang kurang memahami makna dan tujuannya beriman, makna dan tujuannya beribadah dan makna dan isi dari ibadah itu sendiri.
1. Liturgi atau Ibadat adalah kehadiran Allah yang Menguduskan Manusia.
Sebagai mana kita lihat dalam pengertian Liturgi yang telah diterangkan di atas bahwa Liturgi adalah Perayaan karya keselamatan Allah. Allah dan karya keselamatannya sungguh dihadirkan dalam ibadat kita, secara khusus terutama dalam perayaan Ekaristi. Oleh Roh Kudus, Kristus dan kesealamatan-Nya. Kehadiran itu sungguh nyata, jadi bukan hanya sekedar mengenang apa yang terjadi 2000 tahun yang lalu, bukan hanya sekedar merayakan buah penebusan atau keselamatan Allah yang sudah terjadi 2000 tahun yang lalu.
Kehadiran ini adalah karena kasih Allah yang hendak “menguduskan dan menyelamatkan” manusia. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dalam liturgi / Ibadat kita itu adalah tindakah Allah yang hadir dan hendak “menguduskan” manusia. Tindakan Allah dalam pengudusan manusia juga hendak diwujudkan dengan Tuhan dengan persatuan mesra, persatuan batin dengan manusia itu, bukan hanysecara lahiriah saja. Tuhan tidak hanya ingin memuaskan hidup jasmani manusia tetapi ingin memuaskan secara batin, karena dari batin atau hati yang tenang, akan membuat manusia itu kuat dan mampu menghadapai persoalan hidup yang
sifatnya lahiriah.
2. Liturgi atau Ibadat adalah Tanggapan Manusia untuk bersyukur dan Memuliakan Allah.
Menyadari dan mengimani kasih Allah itu, tentu membuat kita ingin menanggapinya. Kesadaran dan iman ini kita nyatakan dalam liturgi atau ibadat kita. Jadi jelas bahwa ibadat yang kita lakukan adalah tanggapan untuk bersyukur atas kasih Allah, upaya kita untuk memuliakan Tuhan.
Oleh karena itu, dengan menyadari makna dan nilai luhur Liturgi atau ibadat kita, tentu dari pihak kita yang ikut ambil bagian di dalamnya dituntut suatu sikap hidup. Ada beberapa hal praktis yang perlu kita perhatikan.
1. Persiapan yang sungguh-sungguh.
Seringkali terjadi karena kita tidak memahami makna dan nilai luhur dari liturgi atau ibadat kita dan belum menganggap itu semua sebagai bagian dari kebutuhan hidupnya. Banyak orang iman juga ibadah di gereja hanya sebagai pelengkap tambahan, karena malu bila tidak pergi ke Gereja pada hari Minggu. Bila kita mengetahui dan menyadari makna adan arti luhur dari Ibadat atau Liturgi tersebut, tentu kita perlu mempersiapkan diri yang sesungguhnya. Persiapan itu bukan hanya soal penampilan, tetapi lebih pada yang sifatnya batiniah. Hal ini tentu harus diwujudkan dengan datang dengan tepat waktu sebelum ibadat dimulai, dan bahkan lebih baik lagi bila datang sebelum ibadat dimulai. Sesudah sampai di Gereja tentunya menggunakan waktu sebelum ibadat mulai dengan berdoa, mengarahkan seluruh hidup kepada ibadat tersebut dan juga dalam doa mohon agar Tuhan bantu dalam mengarahkan seluruh hidup selama perayaan
Ibadat berlangsung.
Namun yang sering terjadi, banyak umat yang datang terlambat, dan setelah sampai di gerejapun mereka tidak langsung masuk ke gereja untuk berdoa, persiapan diri, tetapi berbincang-bincang di luar gereja sambil merokok atau makan siri, baru setelah ibadat mulai, baru masuk ke dalam gereja. Bahkan ada pula walau ibadat sudah dimulai dengan lagu pembukaan, pemimpin ibadat sudah berarak masuk ke gereja, tidak sedikit orang yang masih dengan santainya berbincang-bincang dan merokok di luar, bahkan baru masuk ketika hampir selesai ibadat atau ketika mau komuni saja.
Oleh karena itu, bagaimanapun mungkin seseorang itu bisa masuk secara mendalam dalam ibadat kalau dia tidak memberi diri sepenuhnya, tidakpersiapan. Apalagi bila datang terlambat, tergesa-gesa masuk gereja, tentu masih kelelahan,tentunya tidak merasa nyaman dalam mengikuti ibadah, sehingga tentunya ibadat akan dirasa membosankan. Bahkan sangat lebih bagus lagi bila persiapan sudah dilaksanakan sejak dari rumah, yakni membaca bacaan-bacaan yang akan didengarkan saat ibadat.
2. Terlibadat sungguh dalam seluruh Ibadat.
Kenyataan yang terjadi, banyak umat yang hadir dalam ibadat bertindang sekaan hanya seorang penontong pentas hiburan saja, tidak terlibat sungguh-sungguh lewat menjalankan tata cara selama ibadat, terlibat mendengarkan Sabda dan juga dengan bernyani sungguh-sungguh. Banyak umat yang tidak memahami arti dari mengambil air suci yang disediakan di pintu masuk gereja dan membuat tanda salib sebelum masuk Gereja, membungkuk ke arah salib sebelum masuk tempat duduk, arti berlutut, arti menepuk dana dan yang lainnya.Persolan lain, banyak umat yang tidak meu belajar untuk mengerti dan memahaminya.
Jadi bagaimana mungkin umat dapat merasakan indah, menarik dan menyenangkannya ibadat itu kalau orang memposisikan diri hanya sebagai seorang penonton. Keterlibatan kita dalam ibadat itu, ikut menentukan indahnya ibadat tersebut.
3. Petugas hendaknya mempersiapkan sungguh dengan sebaik-baiknya.
Yesuslah yang mengundang kita untuk hadir dalam ibadat dan Dia pulalah yang menjadi pelaku utama dalam ibadat tersebut. Kehadiran Yesus adalah berkat dan dalam Roh Kudus. Selain itu, para petugas menjadi ‘alat’ Tuhan dalam ibadat tersebut. Hanya sayang, para pengurus Gereja dan para petugas kurang menyadari dan mengimani hal ini, tidak mempersiapkan diri jauh sebelum menjalankan tugasnya, justru datang terlambatdan juga ketika menjalankan tugasnya kurang memperhatikan gerak-gerik atau bahasa tubuh yang mendukung kesucian dari ibadat tersebut, misalnhya duduknya atau berdiri layaknya seperti di kedai tuak, mata seperti sedang tidur atau malah ‘keluyuran’ ke mana-mana. Para pengurus dan petugas ibadat kurang sadar bahwa mereka ‘dipakai’ oleh Tuhan untuk menghadirkan keselamatan-Nya dalam menguduskan manusia.
PENUTUP
Apakah Ibadat Katolik itu tidak menarik, monoton dan membosankan? Kalau kita coba menghayati apa yang kami katakan di atas, Anda akan merasakan bahwa ibadat kita itu sungguh indah, menyenangkan dan menguduskan kita. Semoga.
Pernyataan dan pertanyaan ini seringkali kita dengarkan dan bahkan umat kita sendiri seringkali mengatakannya, sehingga tidak jarang umat tidak ke beribadah pada hari Minggu atau justru “jajan” ke Gereja lain dengan alasan demikian.Sekarang benarkah pernyataan di atas? Tentu pernyataan di atas adalah tidak benar sama sekali. Hal itu bisa muncul karena seseorang kurang memahami makna dan tujuannya beriman, makna dan tujuannya beribadah dan makna dan isi dari ibadah itu sendiri.
1. Liturgi atau Ibadat adalah kehadiran Allah yang Menguduskan Manusia.
Sebagai mana kita lihat dalam pengertian Liturgi yang telah diterangkan di atas bahwa Liturgi adalah Perayaan karya keselamatan Allah. Allah dan karya keselamatannya sungguh dihadirkan dalam ibadat kita, secara khusus terutama dalam perayaan Ekaristi. Oleh Roh Kudus, Kristus dan kesealamatan-Nya. Kehadiran itu sungguh nyata, jadi bukan hanya sekedar mengenang apa yang terjadi 2000 tahun yang lalu, bukan hanya sekedar merayakan buah penebusan atau keselamatan Allah yang sudah terjadi 2000 tahun yang lalu.
Kehadiran ini adalah karena kasih Allah yang hendak “menguduskan dan menyelamatkan” manusia. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dalam liturgi / Ibadat kita itu adalah tindakah Allah yang hadir dan hendak “menguduskan” manusia. Tindakan Allah dalam pengudusan manusia juga hendak diwujudkan dengan Tuhan dengan persatuan mesra, persatuan batin dengan manusia itu, bukan hanysecara lahiriah saja. Tuhan tidak hanya ingin memuaskan hidup jasmani manusia tetapi ingin memuaskan secara batin, karena dari batin atau hati yang tenang, akan membuat manusia itu kuat dan mampu menghadapai persoalan hidup yang
sifatnya lahiriah.
2. Liturgi atau Ibadat adalah Tanggapan Manusia untuk bersyukur dan Memuliakan Allah.
Menyadari dan mengimani kasih Allah itu, tentu membuat kita ingin menanggapinya. Kesadaran dan iman ini kita nyatakan dalam liturgi atau ibadat kita. Jadi jelas bahwa ibadat yang kita lakukan adalah tanggapan untuk bersyukur atas kasih Allah, upaya kita untuk memuliakan Tuhan.
Oleh karena itu, dengan menyadari makna dan nilai luhur Liturgi atau ibadat kita, tentu dari pihak kita yang ikut ambil bagian di dalamnya dituntut suatu sikap hidup. Ada beberapa hal praktis yang perlu kita perhatikan.
1. Persiapan yang sungguh-sungguh.
Seringkali terjadi karena kita tidak memahami makna dan nilai luhur dari liturgi atau ibadat kita dan belum menganggap itu semua sebagai bagian dari kebutuhan hidupnya. Banyak orang iman juga ibadah di gereja hanya sebagai pelengkap tambahan, karena malu bila tidak pergi ke Gereja pada hari Minggu. Bila kita mengetahui dan menyadari makna adan arti luhur dari Ibadat atau Liturgi tersebut, tentu kita perlu mempersiapkan diri yang sesungguhnya. Persiapan itu bukan hanya soal penampilan, tetapi lebih pada yang sifatnya batiniah. Hal ini tentu harus diwujudkan dengan datang dengan tepat waktu sebelum ibadat dimulai, dan bahkan lebih baik lagi bila datang sebelum ibadat dimulai. Sesudah sampai di Gereja tentunya menggunakan waktu sebelum ibadat mulai dengan berdoa, mengarahkan seluruh hidup kepada ibadat tersebut dan juga dalam doa mohon agar Tuhan bantu dalam mengarahkan seluruh hidup selama perayaan
Ibadat berlangsung.
Namun yang sering terjadi, banyak umat yang datang terlambat, dan setelah sampai di gerejapun mereka tidak langsung masuk ke gereja untuk berdoa, persiapan diri, tetapi berbincang-bincang di luar gereja sambil merokok atau makan siri, baru setelah ibadat mulai, baru masuk ke dalam gereja. Bahkan ada pula walau ibadat sudah dimulai dengan lagu pembukaan, pemimpin ibadat sudah berarak masuk ke gereja, tidak sedikit orang yang masih dengan santainya berbincang-bincang dan merokok di luar, bahkan baru masuk ketika hampir selesai ibadat atau ketika mau komuni saja.
Oleh karena itu, bagaimanapun mungkin seseorang itu bisa masuk secara mendalam dalam ibadat kalau dia tidak memberi diri sepenuhnya, tidakpersiapan. Apalagi bila datang terlambat, tergesa-gesa masuk gereja, tentu masih kelelahan,tentunya tidak merasa nyaman dalam mengikuti ibadah, sehingga tentunya ibadat akan dirasa membosankan. Bahkan sangat lebih bagus lagi bila persiapan sudah dilaksanakan sejak dari rumah, yakni membaca bacaan-bacaan yang akan didengarkan saat ibadat.
2. Terlibadat sungguh dalam seluruh Ibadat.
Kenyataan yang terjadi, banyak umat yang hadir dalam ibadat bertindang sekaan hanya seorang penontong pentas hiburan saja, tidak terlibat sungguh-sungguh lewat menjalankan tata cara selama ibadat, terlibat mendengarkan Sabda dan juga dengan bernyani sungguh-sungguh. Banyak umat yang tidak memahami arti dari mengambil air suci yang disediakan di pintu masuk gereja dan membuat tanda salib sebelum masuk Gereja, membungkuk ke arah salib sebelum masuk tempat duduk, arti berlutut, arti menepuk dana dan yang lainnya.Persolan lain, banyak umat yang tidak meu belajar untuk mengerti dan memahaminya.
Jadi bagaimana mungkin umat dapat merasakan indah, menarik dan menyenangkannya ibadat itu kalau orang memposisikan diri hanya sebagai seorang penonton. Keterlibatan kita dalam ibadat itu, ikut menentukan indahnya ibadat tersebut.
3. Petugas hendaknya mempersiapkan sungguh dengan sebaik-baiknya.
Yesuslah yang mengundang kita untuk hadir dalam ibadat dan Dia pulalah yang menjadi pelaku utama dalam ibadat tersebut. Kehadiran Yesus adalah berkat dan dalam Roh Kudus. Selain itu, para petugas menjadi ‘alat’ Tuhan dalam ibadat tersebut. Hanya sayang, para pengurus Gereja dan para petugas kurang menyadari dan mengimani hal ini, tidak mempersiapkan diri jauh sebelum menjalankan tugasnya, justru datang terlambatdan juga ketika menjalankan tugasnya kurang memperhatikan gerak-gerik atau bahasa tubuh yang mendukung kesucian dari ibadat tersebut, misalnhya duduknya atau berdiri layaknya seperti di kedai tuak, mata seperti sedang tidur atau malah ‘keluyuran’ ke mana-mana. Para pengurus dan petugas ibadat kurang sadar bahwa mereka ‘dipakai’ oleh Tuhan untuk menghadirkan keselamatan-Nya dalam menguduskan manusia.
PENUTUP
Apakah Ibadat Katolik itu tidak menarik, monoton dan membosankan? Kalau kita coba menghayati apa yang kami katakan di atas, Anda akan merasakan bahwa ibadat kita itu sungguh indah, menyenangkan dan menguduskan kita. Semoga.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.