Mgr Soegija gunakan senjata diplomasi untuk merdekakan RI
Mendiang Mgr Albertus Soegijapranata SJ lahir di Surakarta pada 25 November 1896 ini dibesarkan di Yogyakarta dalam sebuah keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur tradisi Jawa dan keluhuran budi serta sopan santun.
Di tengah kecamuk Perang Dunia II, tulis Marketing dan Trainer di Studio AV Puskat Romo Fransiscus Xaverius Tri Mulyono SJ, Romo Soegijapranata diangkat sebagai Uskup Danaba, 6 November 1940. Ini sebuah tanggung jawab yang tidak ringan bagi seorang uskup muda pribumi. Uskup pribumi pertama di Indonesia.
Namun, Mgr Soegija dengan caranya yang khas selalu berusaha berjuang bersama bangsa Indonesia.
Baginya, “Kemanusiaan itu satu. Kendati berbeda bangsa, asal-usul dan ragamnya, berlainan bahasa dan adat istiadatnya, kemajuan dan cara hidupnya, semua merupakan satu keluarga besar. Satu keluarga besar, di mana anak-anak masa depan tidak lagi mendengar nyanyian berbau kekerasan, tidak menuliskan kata-kata bermandi darah, jangan lagi ada curiga, kebencian dan permusuhan.”
Mgr Soegija adalah seorang tokoh yang melampaui zamannya karena dia hadir ketika bangsa Indonesia membutuhkan seorang tokoh dengan wawasan yang luas dan terbuka, yang mampu membuka mata hati bangsa tentang nasionalisme sejati ketika bersentuhan kemanusiaan.
Dia mempersembahkan diri dengan memberikannya untuk kemerdekan bangsa ini, mengajarkan dan memberi teladan bagaimana menghayati nilai-nilai perjuangan.
Dia menggerakkan roda revolusi serta semangat untuk melawan penjajahan. Sikapnya di jalan politik sangat tegas, jelas dan konsisten.
Hal ini ditunjukkan ketika Mgr Soegija memutuskan untuk memindahkan Keuskupan Agung Semarang ke Yogyakarta sebagai bentuk dukungan kepada pemerintah Indonesia yang saat itu harus pindah ke Yogyakarta.
Melalui jejaringnya, sebagai seorang penulis, Mgr Soegija menggunakan senjata diplomasi dalam memperjuangkan kemerdekaan dengan ketajaman tulisan serta kemampuan membaca tanda jaman.
Mgr Soegija melakukan gerakan diplomasi publik dengan mengunakan media massa serta usaha diplomasi mempengaruhi dunia internasional agar dunia mengakui Indonesia sebagai negara merdeka dan berdaulat.
Mgr Soegija juga mampu membuka mata dunia internasional bahwa pemimpin Gereja Katolik bersatu dengan Soekarno dan Hatta untuk mempertahankan negara Indonesia yang baru saja merdeka. (tribunnews.com)
Disadur dari: www.cathnewsindonesia.com
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.