RENUNGAN HARI BIASA PEKAN XXIII, Senin 5 September 2011
Kol 1:24-2:3, Mzm 62:6-7,9, Luk 6:6-11
Kol 1:24-2:3, Mzm 62:6-7,9, Luk 6:6-11
BACAAN INJIL:
Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia. Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: "Bangunlah dan berdirilah di tengah!" Maka bangunlah orang itu dan berdiri. Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?" Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: "Ulurkanlah tanganmu!" Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. Maka meluaplah amarah mereka, lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus.
RENUNGAN:
“Bangunlah dan berdirilah di tengah!” Ajakan Yesus kepada orang yang lumpuh tangannya itu tentu sangat mengagetkannya juga mengagetkan semua yang hadir dalam bait Allah itu. Sebab dengan jelas orang yang sebelah tangannya mati tentu duduk di paling belakang, jauh dari umat lain karena dia disingkirkan karena sakit dianggap kutukan Allah dan diapun tahun diri. Namun dengan ajakan Yesus itu, dia menjadi pusat perhatian dari semua orang yang hadir saat itu. Orang banyak yang sedang berada di Bait Allah tidak mempedulikannya, tetapi Yesus sungguh peduli, Yesus menyapanya dan menyuruhnya berdiri di tengah menjadi perhatianbanyak orang.
Rasa kaget orang itu dan orang banyak saat itu semakin memuncak saat Yesus berkata kepadanya, “Ulurkanlah tanganmu!” Yesus tahu bahwa sebelah tangannya mati, tetapi Yesus memintanya untuk mengulurkan tangannya, tentu secara logika ini tentu tidak mungkin, namun dia tetap mengulurkan tangannya yang sakit itu. Saat dia melaksanakan perintah Yesus dengan mengulurkan tangannya, saat itu pula tangannya menjadi sembuh.
Perhatian, kasih Tuhan yang tampak dalam kisah penyembuhan ini terjadi pada hari Sabat di bait Allah. Perbuatan Yesus malah tidak disenangi oleh orang-orang Farisi karena melakukan perbuatan baik pada hari Sabat yang tidak memperkenankan orang untuk bekerja pada hari itu. Yesus malah seakan menantang mereka dengan melakukan hal itu dan itu membuat mereka semakin marah. Aneh memang bahwa mereka marah atas sikap Yesus melakukan perbuatan baik pada hari sabat, mereka lebih mementingkan peraturan daripada peduli dan berbuat baik kepada sesama yang menderita.
Sikap Yesus tentu bukan hendak menentang peraturan tetapi mau menegaskan bahwa hari Sabat dan percaya kepada Tuhan bukan sekedar mengikuti aturan dan beribadah, tetapi iman itu harus tampak nyata dalam kepedulian pada orang yang menderita dan melakukan perbuatan baik kepada sesama yang menderita.
Seringkali hal demikian juga terjadi. Banyak orang mengatakan dirinya percaya kepada Tuhan dan rajin dalam ibadah, taat pada aturan, tetapi tidak peka dan peduli kepada sesama yang menderita. Kita seringkali lebih mengutamakan aturan dan tidak peka dan peduli dengan sesama yang menderita. Coba kita lihat dalam ibadah di Gereja, banyak umat yang datang untuk ibadah, tetapi tidak peduli siapa yang ada di sampingnya, dan setelah selesai ibadahpun langsung pulang ke rumah. Banyak juga kita temukan perayaan ibada yang begitu meriah, mewah karena diadakan di hotel-hotel atau menghabiskan banyak biaya, tetapi tidak peduli bahwa diantara yang hadir ada sebenarnya yang menderita, mendambakan uluran kasih. Sikap peduli akan sesama yang menderita dan berani memberi pengharapan sukacita dan berbaut kasih kepada sesama hendaknya menjadi buat dari iman kepada Allah, buah dari ibadah-ibadah kita. Maka semoga kita berani berkata kepada sesama kita, “Mari berdirilah di tengah dan ulurkanlah tanganmu, karena aku akan mendolongmu.” Amin.
Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia. Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: "Bangunlah dan berdirilah di tengah!" Maka bangunlah orang itu dan berdiri. Lalu Yesus berkata kepada mereka: "Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?" Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: "Ulurkanlah tanganmu!" Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. Maka meluaplah amarah mereka, lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus.
RENUNGAN:
“Bangunlah dan berdirilah di tengah!” Ajakan Yesus kepada orang yang lumpuh tangannya itu tentu sangat mengagetkannya juga mengagetkan semua yang hadir dalam bait Allah itu. Sebab dengan jelas orang yang sebelah tangannya mati tentu duduk di paling belakang, jauh dari umat lain karena dia disingkirkan karena sakit dianggap kutukan Allah dan diapun tahun diri. Namun dengan ajakan Yesus itu, dia menjadi pusat perhatian dari semua orang yang hadir saat itu. Orang banyak yang sedang berada di Bait Allah tidak mempedulikannya, tetapi Yesus sungguh peduli, Yesus menyapanya dan menyuruhnya berdiri di tengah menjadi perhatianbanyak orang.
Rasa kaget orang itu dan orang banyak saat itu semakin memuncak saat Yesus berkata kepadanya, “Ulurkanlah tanganmu!” Yesus tahu bahwa sebelah tangannya mati, tetapi Yesus memintanya untuk mengulurkan tangannya, tentu secara logika ini tentu tidak mungkin, namun dia tetap mengulurkan tangannya yang sakit itu. Saat dia melaksanakan perintah Yesus dengan mengulurkan tangannya, saat itu pula tangannya menjadi sembuh.
Perhatian, kasih Tuhan yang tampak dalam kisah penyembuhan ini terjadi pada hari Sabat di bait Allah. Perbuatan Yesus malah tidak disenangi oleh orang-orang Farisi karena melakukan perbuatan baik pada hari Sabat yang tidak memperkenankan orang untuk bekerja pada hari itu. Yesus malah seakan menantang mereka dengan melakukan hal itu dan itu membuat mereka semakin marah. Aneh memang bahwa mereka marah atas sikap Yesus melakukan perbuatan baik pada hari sabat, mereka lebih mementingkan peraturan daripada peduli dan berbuat baik kepada sesama yang menderita.
Sikap Yesus tentu bukan hendak menentang peraturan tetapi mau menegaskan bahwa hari Sabat dan percaya kepada Tuhan bukan sekedar mengikuti aturan dan beribadah, tetapi iman itu harus tampak nyata dalam kepedulian pada orang yang menderita dan melakukan perbuatan baik kepada sesama yang menderita.
Seringkali hal demikian juga terjadi. Banyak orang mengatakan dirinya percaya kepada Tuhan dan rajin dalam ibadah, taat pada aturan, tetapi tidak peka dan peduli kepada sesama yang menderita. Kita seringkali lebih mengutamakan aturan dan tidak peka dan peduli dengan sesama yang menderita. Coba kita lihat dalam ibadah di Gereja, banyak umat yang datang untuk ibadah, tetapi tidak peduli siapa yang ada di sampingnya, dan setelah selesai ibadahpun langsung pulang ke rumah. Banyak juga kita temukan perayaan ibada yang begitu meriah, mewah karena diadakan di hotel-hotel atau menghabiskan banyak biaya, tetapi tidak peduli bahwa diantara yang hadir ada sebenarnya yang menderita, mendambakan uluran kasih. Sikap peduli akan sesama yang menderita dan berani memberi pengharapan sukacita dan berbaut kasih kepada sesama hendaknya menjadi buat dari iman kepada Allah, buah dari ibadah-ibadah kita. Maka semoga kita berani berkata kepada sesama kita, “Mari berdirilah di tengah dan ulurkanlah tanganmu, karena aku akan mendolongmu.” Amin.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.