KWI, PGI minta agar UU Ormas direvisi
Romo Benny (tengah) pada salah satu aksi di Jakarta (dok)
Konferensi Waliggereja Indonesia (KWI) dan PGI mendesak DPR agar merevisi UU Ormas sehingga tidak bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk intervensi melawan perubahan.
“Kami minta UU Ormas direvisi karena ada beberapa persoalan rasionalitas dan transparansi, agar pemerintah tidak boleh mengintervensi dan represif terhadap kegiatan internal Ormas termasuk pengawasan dana,” kata Pastor Antonius Benny Susetyo, sekretaris eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KWI, Rabu 13 Juli.
Romo Benny menambahkan, bila perlu UU itu dicabut, karena berpotensi dimanfaatkan sebagai alat perlawanan bagi mereka yang tidak menginginkan adanya perubahan.
Pada awal Juni DPR telah melaksanakan serangkaian Rapat Dengar Pendapat Umum terkait revisi UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan itu.
Menurutnya, UU Ormas hanya bersifat reaktif dan sebuah produk dari regim Orde Baru dengan tujuan untuk mengintervensi organisasi massa.
“Kami memandang bahwa keberadaan UU Ormas akan terus menjadi ancaman bagi kebebasan berorganisasi dan berpotensi untuk digunakan oleh kekuatan anti-perubahan,” katanya.
UU itu juga memuat ancaman pembekuan dan pembubaran terhadap Ormas tanpa mensyaratkan proses pengadilan yang adil. Kita mengharapkan ini diatur dalam bentuk hukum, tambahnya.
Sementara itu Pendeta Jeirry Sumampaw, ketua pelayanan Diakonia PGI, juga sepakat. Ia mengatakan kepada UCA News hari ini PGI mendukung UU Ormas itu direvisi agar pemerintah tidak boleh intervensi.
Namun UU yang akan direvisi harus bisa membedakan LSM dan Ormas termasuk ormas keagamaan. “Ormas keagamaan strukturnya jelas dari tingkat pusat hingga daerah ketimbang LSM. Kita harapkan tak ada overlapping,” katanya.
Pdt Jeirry menambahkan setelah mengikuti pembahasan UU itu di DPR ada sejumlah pasal yang bersifat intervensi agama khusunya dalam kaitan pengajaran. “Ini yang menjadi keberatan dari PGI. Kita harapkan hal ini tidak boleh muncul bila UU itu disahkan.”
Ia mengatakan Ormas keagamaan harus diatur secara terpisah dengan ormas lain dan tidak boleh diseragamkan.
Disadur dari :www.cathnewsindonesia.com ,Tanggal publikasi: 13 Juli 2011
Konferensi Waliggereja Indonesia (KWI) dan PGI mendesak DPR agar merevisi UU Ormas sehingga tidak bisa dimanfaatkan sebagai alat untuk intervensi melawan perubahan.
“Kami minta UU Ormas direvisi karena ada beberapa persoalan rasionalitas dan transparansi, agar pemerintah tidak boleh mengintervensi dan represif terhadap kegiatan internal Ormas termasuk pengawasan dana,” kata Pastor Antonius Benny Susetyo, sekretaris eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KWI, Rabu 13 Juli.
Romo Benny menambahkan, bila perlu UU itu dicabut, karena berpotensi dimanfaatkan sebagai alat perlawanan bagi mereka yang tidak menginginkan adanya perubahan.
Pada awal Juni DPR telah melaksanakan serangkaian Rapat Dengar Pendapat Umum terkait revisi UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan itu.
Menurutnya, UU Ormas hanya bersifat reaktif dan sebuah produk dari regim Orde Baru dengan tujuan untuk mengintervensi organisasi massa.
“Kami memandang bahwa keberadaan UU Ormas akan terus menjadi ancaman bagi kebebasan berorganisasi dan berpotensi untuk digunakan oleh kekuatan anti-perubahan,” katanya.
UU itu juga memuat ancaman pembekuan dan pembubaran terhadap Ormas tanpa mensyaratkan proses pengadilan yang adil. Kita mengharapkan ini diatur dalam bentuk hukum, tambahnya.
Sementara itu Pendeta Jeirry Sumampaw, ketua pelayanan Diakonia PGI, juga sepakat. Ia mengatakan kepada UCA News hari ini PGI mendukung UU Ormas itu direvisi agar pemerintah tidak boleh intervensi.
Namun UU yang akan direvisi harus bisa membedakan LSM dan Ormas termasuk ormas keagamaan. “Ormas keagamaan strukturnya jelas dari tingkat pusat hingga daerah ketimbang LSM. Kita harapkan tak ada overlapping,” katanya.
Pdt Jeirry menambahkan setelah mengikuti pembahasan UU itu di DPR ada sejumlah pasal yang bersifat intervensi agama khusunya dalam kaitan pengajaran. “Ini yang menjadi keberatan dari PGI. Kita harapkan hal ini tidak boleh muncul bila UU itu disahkan.”
Ia mengatakan Ormas keagamaan harus diatur secara terpisah dengan ormas lain dan tidak boleh diseragamkan.
Disadur dari :www.cathnewsindonesia.com ,Tanggal publikasi: 13 Juli 2011
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.