Renungan Harian : Rabu 19 Januari 2011
Ibr. 7:1–3,15–17; Mazmur : 110:1,2,3,4; R: 4bc; Injil : Mrk. 3:1–6
“Eme na masak digagat ursa. Aha na masa, ba ima hita ula.”
BACAAN INJIL:
Kemudian Yesus masuk lagi ke rumah ibadat. Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia. Kata Yesus ke¬pada orang yang mati sebelah tangannya itu: ”Mari, berdirilah di tengah!” Kemudian kata-Nya kepada mereka: ”Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?”
Tetapi mereka itu diam saja. Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: ”Ulurkanlah tanganmu!” Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu. Lalu keluarlah orang-orang Farisi dan segera bersekongkol dengan orang-orang Herodian untuk membunuh Dia.
Demikianlah Injil Tuhan bagi kita hari ini.
RENUNGAN:
“Eme na masak digagat ursa. Aha na masa, ba ima hita ula.”
Pepatah bahasa Batak Toba ini menyiratkan bahwa apa yang biasa dan umum berlaku dan dilakukan masyarakat luas, itulah yang harus kita lakukan juga. Kami yakin bahwa nasihat ini menyangkut kebiasaan baik, bukan kebiasaan yang tidak baik. Sangat tidak mungkin orang-orang tua dahulu meninggalkan nasihat ini menyangkut kebiasaan yang tidak baik. Karena apa yang biasa belum tentu baik dan benar, tetapi apa yang baik dan benar belum tentu biasa.
Namun nampaknya sekarang ini, pepatah ini lebih pada kebiasaan yang tidak baik. Saat ini korupsi meraja lela mulai dari tingkat yang paling tinggi hingga pada tingkat paling rendah. Korupsi seakan sudah dianggap suatu kebiasaan hidup zaman ini. Bentuk korupsipun semakin beragam. Malah seakan bila seseorang tidak ikut korupsi, itu dianggap tidak berani, penakut dan dianggap orang sok suci. Orang yang yang berusaha hidup baik dan benar, dianggap orang gila dan akan disingkirkan dalam kehidupan. Saat ini rasanya sulit menemukan orang yang berani melawan arus kebiasaan hidup yang tidak baik. Orang tidak lagi melihat kebaikan, kebenaran, kejujuran sebagai keutamaan hidup yang harus dijalankan dan diperjuangkan. Bahkan yang banyak terjadi saat ini adalah persekongkolan dalam dunia kejahatan. Ketika ada orang yang berusaha mengungkap suatu kebenaran, orang-orang yang merasa hidupnya tidak benar langsung mengadakan persekongkolan untuk menghadang dan bahkan menyingkirkan orang itu. Persekongkolan dalam dunia kejahatan juga begitu marak saat ini, yang semunya melahirkan mafia-mafia kejahatan. Bahkan orang-orang yang selama ini berseberangan atau berseteru bisa menjadi bersekongkol untuk melenyapkan orang-orang yang berusaha mengungkap kejahatan dan kebusukan mereka.
Hal yang demikian kiranya dialami oleh Yesus ketika Dia menyembuhkan yang mati sebelah tangannya pada hari sabat. Tentu bukan maksud Yesus untuk melanggar hukum sabat. Yesus tahu peraturan itu baik, tetapi Yesus juga tahu bahwa orang-orang Farisi membuat peraturan Sabat dan peraturan lain tanpa mempertimbangkan kasih kepada sesama. Orang-orang Farisi lebih memperhatikan peraturan yang mereka buat, disbanding dengan berbuat kasih kepada orang yang menderita, orang sakit dan orang miskin. Bagi Yesus Kristus, berbuat kasih kepada orang menderita, orang sakit dan orang miskin, itu di atas segala-galanya. Sikap Yesus yang demikian jelas menampar orang-orang Farisi dan sekan menelanjangi kebusukan hati mereka. Orang Farisi merasa terancam oleh sikap Yesus, sehingga mereka keluar dan bersekongkol dengan kelompok yang selama ini menjadi seteru mereka, yakni kaum Herodian, untuk menyingkirkan Yesus.
Apa yang diperbuat oleh Yesus jelas bukan suatu kejahatan, tetapi jelas suatu perbuatan baik. Walaupun orang-orang Farisi membenci dan bersekongkol untuk menyingkirkan Yesus, Yesus tidak takut untuk berbuat kasih kepada orang yang mati tangannya sebelah. Bagi Yesus, kasih kepada sesama yang menderita, itulah hukum utama. Pada zaman ini, adakah kita menemukan orang yang tetap berani melakukan kebaikan kepada sesama meskipun mendapat tantangan dari orang-orang yang bersekongkol untuk menentang mereka? Rasanya saat ini sulit untuk dilakukan. Orang zaman sekarang nampaknya penuh dengan kebiasaan jahat dan persekongkolan dalam kejahatan. Namun syukurlah, dalam hidup yang seakan tanpa harapan ini, baru-baru ini kita mendengar bahwa para pemuka agama berkumpul dan ‘bersekongkol’ mengungkap dan menyampaikan 18 kebohongan public yang dilakukan pemerintahan saat ini. Pernyataan sejumlah tokoh lintas agama tentang 18 kebohongan pemerintah membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono risau. Persekongkolan yang dilakukan oleh para tokoh agama ini, tentu akan menuai kebencian atau ketidak sukaan dari pemerintah dan orang-orang dikritik oleh para tokoh agama. Para pelaku kebohongan itu tentu pasti juga akan bersekongkol untuk melawan tuduhan dan kritikan yang disampaikan oleh para tokoh agama. Syukurlah bahwa para tokoh agama berani melakukan dan memperjuangkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan di tengah situasi hidup yang sudah penuh dengan kebohongan dan hawa kejahatan. Apa yang mereka lakukan bagi kita jelas merupakan perwujudan dan meneladan apa yang diperbuat oleh Yesus sebagaimana kita dengarkan dalam Injil hari ini.
Lewat Injil dan sikap Yesus hari ini, kita diajak untuk berani memperjuangkan kebenaran, keadilan dan kejujuran. Kita hendaknya berani memperjuangkan cinta kasih kepada sesama dan juga hendaknya berani bersekongkol untuk suatu kebaikan, kebenaran dan keadilan bukan dengan kejahatan. Kita tidak usah takut untuk berbuat baik, hidup benar, jujur dan adil karena Tuhan pasti akan berpihak kepada kita. Amin.
Kemudian Yesus masuk lagi ke rumah ibadat. Di situ ada seorang yang mati sebelah tangannya. Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang itu pada hari Sabat, supaya mereka dapat mempersalahkan Dia. Kata Yesus ke¬pada orang yang mati sebelah tangannya itu: ”Mari, berdirilah di tengah!” Kemudian kata-Nya kepada mereka: ”Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?”
Tetapi mereka itu diam saja. Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: ”Ulurkanlah tanganmu!” Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu. Lalu keluarlah orang-orang Farisi dan segera bersekongkol dengan orang-orang Herodian untuk membunuh Dia.
Demikianlah Injil Tuhan bagi kita hari ini.
RENUNGAN:
“Eme na masak digagat ursa. Aha na masa, ba ima hita ula.”
Pepatah bahasa Batak Toba ini menyiratkan bahwa apa yang biasa dan umum berlaku dan dilakukan masyarakat luas, itulah yang harus kita lakukan juga. Kami yakin bahwa nasihat ini menyangkut kebiasaan baik, bukan kebiasaan yang tidak baik. Sangat tidak mungkin orang-orang tua dahulu meninggalkan nasihat ini menyangkut kebiasaan yang tidak baik. Karena apa yang biasa belum tentu baik dan benar, tetapi apa yang baik dan benar belum tentu biasa.
Namun nampaknya sekarang ini, pepatah ini lebih pada kebiasaan yang tidak baik. Saat ini korupsi meraja lela mulai dari tingkat yang paling tinggi hingga pada tingkat paling rendah. Korupsi seakan sudah dianggap suatu kebiasaan hidup zaman ini. Bentuk korupsipun semakin beragam. Malah seakan bila seseorang tidak ikut korupsi, itu dianggap tidak berani, penakut dan dianggap orang sok suci. Orang yang yang berusaha hidup baik dan benar, dianggap orang gila dan akan disingkirkan dalam kehidupan. Saat ini rasanya sulit menemukan orang yang berani melawan arus kebiasaan hidup yang tidak baik. Orang tidak lagi melihat kebaikan, kebenaran, kejujuran sebagai keutamaan hidup yang harus dijalankan dan diperjuangkan. Bahkan yang banyak terjadi saat ini adalah persekongkolan dalam dunia kejahatan. Ketika ada orang yang berusaha mengungkap suatu kebenaran, orang-orang yang merasa hidupnya tidak benar langsung mengadakan persekongkolan untuk menghadang dan bahkan menyingkirkan orang itu. Persekongkolan dalam dunia kejahatan juga begitu marak saat ini, yang semunya melahirkan mafia-mafia kejahatan. Bahkan orang-orang yang selama ini berseberangan atau berseteru bisa menjadi bersekongkol untuk melenyapkan orang-orang yang berusaha mengungkap kejahatan dan kebusukan mereka.
Hal yang demikian kiranya dialami oleh Yesus ketika Dia menyembuhkan yang mati sebelah tangannya pada hari sabat. Tentu bukan maksud Yesus untuk melanggar hukum sabat. Yesus tahu peraturan itu baik, tetapi Yesus juga tahu bahwa orang-orang Farisi membuat peraturan Sabat dan peraturan lain tanpa mempertimbangkan kasih kepada sesama. Orang-orang Farisi lebih memperhatikan peraturan yang mereka buat, disbanding dengan berbuat kasih kepada orang yang menderita, orang sakit dan orang miskin. Bagi Yesus Kristus, berbuat kasih kepada orang menderita, orang sakit dan orang miskin, itu di atas segala-galanya. Sikap Yesus yang demikian jelas menampar orang-orang Farisi dan sekan menelanjangi kebusukan hati mereka. Orang Farisi merasa terancam oleh sikap Yesus, sehingga mereka keluar dan bersekongkol dengan kelompok yang selama ini menjadi seteru mereka, yakni kaum Herodian, untuk menyingkirkan Yesus.
Apa yang diperbuat oleh Yesus jelas bukan suatu kejahatan, tetapi jelas suatu perbuatan baik. Walaupun orang-orang Farisi membenci dan bersekongkol untuk menyingkirkan Yesus, Yesus tidak takut untuk berbuat kasih kepada orang yang mati tangannya sebelah. Bagi Yesus, kasih kepada sesama yang menderita, itulah hukum utama. Pada zaman ini, adakah kita menemukan orang yang tetap berani melakukan kebaikan kepada sesama meskipun mendapat tantangan dari orang-orang yang bersekongkol untuk menentang mereka? Rasanya saat ini sulit untuk dilakukan. Orang zaman sekarang nampaknya penuh dengan kebiasaan jahat dan persekongkolan dalam kejahatan. Namun syukurlah, dalam hidup yang seakan tanpa harapan ini, baru-baru ini kita mendengar bahwa para pemuka agama berkumpul dan ‘bersekongkol’ mengungkap dan menyampaikan 18 kebohongan public yang dilakukan pemerintahan saat ini. Pernyataan sejumlah tokoh lintas agama tentang 18 kebohongan pemerintah membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono risau. Persekongkolan yang dilakukan oleh para tokoh agama ini, tentu akan menuai kebencian atau ketidak sukaan dari pemerintah dan orang-orang dikritik oleh para tokoh agama. Para pelaku kebohongan itu tentu pasti juga akan bersekongkol untuk melawan tuduhan dan kritikan yang disampaikan oleh para tokoh agama. Syukurlah bahwa para tokoh agama berani melakukan dan memperjuangkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan di tengah situasi hidup yang sudah penuh dengan kebohongan dan hawa kejahatan. Apa yang mereka lakukan bagi kita jelas merupakan perwujudan dan meneladan apa yang diperbuat oleh Yesus sebagaimana kita dengarkan dalam Injil hari ini.
Lewat Injil dan sikap Yesus hari ini, kita diajak untuk berani memperjuangkan kebenaran, keadilan dan kejujuran. Kita hendaknya berani memperjuangkan cinta kasih kepada sesama dan juga hendaknya berani bersekongkol untuk suatu kebaikan, kebenaran dan keadilan bukan dengan kejahatan. Kita tidak usah takut untuk berbuat baik, hidup benar, jujur dan adil karena Tuhan pasti akan berpihak kepada kita. Amin.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.