SANTO YOHANES DARI SALIB
Sekilas tentang Yohanes Dari Salib
Yohanes Salib adalah biarawan Karmel yang bersama St Teresa Agung membawa pembaharuan dalam Biara Karmel.
Ia diakui oleh Gereja sebagai seorang Pujangga Gereja, di mana karya-karyanya dilahirkan dalam kegelapan dan tragedi pribadi.
Saat mengalami kegelapan, di tempat-tempat Yohanes merasa kehilangan Tuhan, ia berhasil menemukan Tuhan, dan kehadiran Tuhan itu dialaminya sebagai pemenuhan segala yang didambakan jiwa. Pengalaman kedekatannya secara akrab dengan Tuhan ingin dibagikannya kepada orang lain, melalui ajaran: melepaskan segala sesuatu yang dianggap sangat menyenangkan dan penting dalam hidup untuk Tuhan. Berhubungan dengan itu ia dikenal sebagai pembimbing rohani yang handal.
Latar Belakang Yohanes Dari Salib
Melihat latar belakang Yohanes Dari Salib berarti melihat pula latar belakang Negara Spanyol di masa itu. Ketika itu Spanyol sebagai negara baru, sedang berada di puncak kejayaan setelah 600 th dikuasai bangsa Moor yang Islam. Karena Spanyol berpenduduk campuran bangsa dan agama, maka pemerintah mengusir orang-orang Yahudi dan Islam atau memaksa mereka menjadi Kristen bila tetap ingin tinggal, dan Gereja melalui inquisition harus mendukung kebijaksanaan pemerintahan. Tekanan inquisition inilah yang membayangi kehidupan Yohanes.
Masa Kanak-Kanak
Ayahnya, Gonzalo de Yepes adalah dari keluarga pedagang tekstil kaya di Toledo, berasal dari orang Yahudi yang menjadi Kristen, sedangkan ibunya Catalina Alvares adalah penenun miskin yang tinggal di Fontiveros dekat Madrid yang diyakini memiliki darah campuran Bangsa Moor, karena itulah perkawinan mereka ditentang keluarga Gonzales yang khawatir akan menarik perhatian inquisition sehingga keberadaan mereka sebagai orang Yahudi terungkap dan dapat dijadikan alat menjatuhkan oleh saingan bisnis mereka.
Pernikahan Gonzalo dan Catalina (1529) yang tidak direstui keluarga hidup dalam kemelaratan, serta dikaruniai tiga orang anak laki-laki, Yohanes adalah anak bungsu (1542). Saat Yohanes berumur 5 tahun, ayahnya meninggal terserang wabah, dan kakaknya Luis juga meninggal karena kekurangan gizi ketika Yohanes berumur 8 tahun.
Melalui perjuangan ibunya, Yohanes menyelesaikan sekolah dasarnya bagi kaum miskin, Colegio de la doctrine.
Ketika berumur 12 tahun, ia ditawari bekerja di Rumah Sakit Las Bubas di Medina yang berpunghuni pasien berpenyakit menular. Yohanes muda bekerja dengan sepenuh hati, waktunya dihabiskan untuk mengobrol dan melantunkan lagu-lagu bagi para pasien juga ikut mencari uang dan makanan untuk mereka. Pengelola RS, Don alvonso melihat bakat Yohanes sehingga membiayainya untuk belajar di Kolose Yesuit, tempat yang menumbuhkan bakatnya sebagai penyair.
Sebagai Karmelit
Th 1563 Yohanes bergabung dengan biarawan Karmel di Medina del Campo yang berjumlah sedikit namun terkenal karena keteguhannya dalam mempertahankan cara hidup seperti pada awalnya bapak-bapak padang gurun sebagai Karmelit awal yaitu doa, Kitab Suci dan Ekaristi sebagai inti hidup. Th 1567 Yohanes ditabiskan menjadi Imam Karmelit.
Pengaruh St Teresa Agung
Pada periode tabisan iman, Yohanes bertemu St Teresa Avila yang memiliki visi khusus yaitu menginginkan pembaharuan yang tidak terjadi hanya di permukaan saja tapi pembaharuan yang diukur melalui pelaksanaan hidup kontemplasi, kedisiplinan dan penyangkalan diri dalam kegiatan sehari-hari, sehingga pembaharuan tersebut menjadikan suatu komunitas yang menempatkan keheningan dan doa sebagai prioritas utama.
Saat itu usia Teresa lima puluh tahun, dua kali umur Yohanes yang pemalu dan cenderung menarik diri. Teresa mengajaknya bergabung untuk mendukung kegiatan pembaharuan menolong para biarawati menjadi bapak pengakuan sekaligus menjadi pembimbing rohani. St teresa menginginkan cara hidup yang seimbang sehingga cinta kasih, keteguhan dan kerendahan hati lebih bermakna daripada sekedar menjalankan pengakuan dosa yang berlebihan. Lima tahun mereka bekerja sama dimana Teresa mengalami kemajuan pesat pada hidup mistiknya dari wawasan dan pengalaman Yohanes, sebaliknya Yohanespun kembali menemukan kecintaannya terhadap musik, puisi dan dongeng yang sempat terkubur karena kehidupan akedemisnya, dimana musik, puisi dan dongeng menjadi pusat dalam pengembangan rohaninya, juga sebagai sarana mengkomunikasikan berbagai pengalaman yang mendalam, pengalaman mistisnya.
Reformasi
Tahun 1568, Yohanes bersama dua saudara seordonya yaitu Antonio dan Joseph memulai cara hidup barunya di Durnelo, sebuah desa kecil antara Avila dan Salamanca. Mereka mengenakan jubah kasar dan berjanji untuk menjalankana kehidupan yang dijiwai visi Karmelit awal di Gunung Karmel, untuk itu mereka memperketat semua kelonggaran peraturan ordo yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan ordo yang asli. Untuk memperingati peristiwa ini Yohanes menggunakan nama baru dan dikenal sebagai Yohanes dari Salib, dan jalan pembaharuan tersebut dikenal sebagai Discalced Reform. Discalced artinya tidak beralas kaki, ini merupakan symbol reformasi komunitas-komunitas religius pada abad ke-16, meskipun demikian para Karmelit tetap menggunakan alas kaki tapi berupa sandal kasar.
Jalan hidup baru ini menyebar pada biara-biara kemudian yang didirikan, Yohanes sendiri diminta untuk membantu calon biarawan yang sedang belajar sebelum ditabiskan, dimana setiap pribadi dibantunya agar berkembang secara utuh, disatu sisi mereka perlu berkembang saecara akademis namun dilain sisi mereka perlu menghargai tradisi ordo yang memiliki landasan kemanusiaan yang kuat saat membantu orang lain. Ternyata tidak semua yang dibimbing Yohanes memiliki keseimbangan pandangan hidup yang sama, seperti para novis ordo Karmelit di Pastrana. Novis-novis di sini merasa mereka dibimbing oleh kepala novis yang aneh dan tidak rasional.
Th 1572 Yohanes bertugas sebagai bapak pengakuan di Biara Avila dimana St Teresa menjadi kepala. Selama di Avila, Yohanes selalu meluangkan waktunya bagi orang-orang miskin dan malang terutama untuk orang-orang sakit, juga tetap memberikan perhatian pada ibu dan kakaknya Fransisco yang bersedia membantu di biara sebagai tukang masak dan tukang yang memperbaiki bangunan.
Hukuman dan Penjara
Bulan Desember 1577 Yohanes diculik sekelompok biarawan dari Avila dan dibawa ke Toledo, dan kemudian dituduh oleh pemimpin ordonya sebagaoi pemberontak yang tidak taat pada peraturan ordo dan harus menjalani hukuman berdasarkan undang-undang ordo pada saat itu. Hukuman tersebut termasuk hukuman kurungan dan cambuk. Selama 8 bulan Yohanes mengalami masa-masa yang penuh troma yang mengerikan, namun dalam masa itulah Yohanes mendapatkan pengalaman religius yang diungkapkannya melalui puisi-puisi yang indah.
Tahun 1578, Yohanes berhasil melarikan diri dengan bantuan dan perlindungan dari biarawati di biara terdekat, ia kembali ke biara reformasi yang akhirnya memiliki organisasi sendiri sehingga dapat lebih independent dan kesalah pahaman dapat semakin berkurang. Kelompok reformasi ini disebut Discalced sementara yang lain disebut sebagai Karmelit taat.
Suasana menyenangkan ini berlangsung selama 10 tahun, dimana Yohanes menjalankan aktivitasnya dalam membimbing calon biarawan, memegang berbagai jabatan ordo, menulis puisi-puisi serta komentar dari puisinya, juga sebagai disainer biara-biara yang baru didirikan, dan Yohanes selalu membuka diri sebagai sahabat bagi semua orang.
Pemberontakan
Tahun-tahun terakhir hidupnya antara 1588-1591, kembali Kegelapan melingkupi Yohanes, dimulai dari perseteruan antara Nicholas Doria, pemimpin kelompok reformasi Discalced dengan Jerome Gracian, seorang tokoh karismatis sahabat St Teresa. Doria bersifat dingin sedangkan Gracian bersifat kurang sabar sehingga terjadi keretakan yang berpuncak pengusiran Gracian dari biara reformasi. Saat itu Yohanes yang merupakan wakil Doria berusaha menjelaskan bahwa mereka tidak seharusnya bersikap demikian tapi Doria melihatnya sebagai sikap pembangkangan dan kemudian bersikap sangat negative padanya. Salah seorang wakil Doria, yaitu Diego Evangelista sangat membenci Yohanes karena pernah ditegur, ia menggunakan tulisan-tulisan Yohanes untuk menjatuhkannya, disebarkan bahwa tulisan-tulisan tersebut merupakan bidaah, juga disebarkan tuduhan bahwa ajaran Yohanes tidak sejalan dengan ajaran ortodoks dan itu membuat orang-orang melepaskan diri dari gereja, karena apapun yang berbeda dari ajaran ortodoks dianggap pemisahan diri. Atas tuduhan ini Doria tidak melakukan apapun sehingga akibatnya walaupun dalam kondisi kurang sehat pd thn 1591 Yohanes dipindah ke biara terpencil yang sangat sangat sederhana di Andalusia. Kesehatan Yohanes semakin memburuk dan diperkirakan ia mengidap kangker kulit yang berkembang menjadi kangker tulang belakang. Pada tanggal 14 Desember 1591 Yohanes meninggal dalam damai dan pembacaan Kidung Agung oleh komunitas, bacaan yang sangat disukainya.
Tuduhan terhadap Yohanes perlahan memudar dengan sendirinya, karya-karyanya secara bertahap diterbitkan dan ajarannya diakui karena keindahan serta keagungannya. Pengakuan resmi dari Gereja ketika ia dinyatakan sebagai Santo pd tahun 1726, dan ditetapkan sebagai pelindung para penyair Spanyol pada tahun 1952.
Mistik dan Bahasa Cinta
Pengalaman kebersatuan yang mendalam dengan Allah sering disebut Mistik, ditengah kehidupan modern dimana orang-orang telah kurang berminat terhadap agama, ternyata ajaran Yohanes dapat membawa orang menemukan kerinduan terdalam sebenarnya yang sesungguhnya hanya dapat ditemukan dalam Allah. Yohanes banyak sekali menggunakan kata “cinta” dalam tulisannya, dan tulisannya banyak terpengaruhi oleh Kidung Agung yang tidak sekadar merupakan bacaan baginya tapi merupakan pengalaman mistik perjumpaan dengan Tuhan.
Dalam tulisan-tulisan para mistikus Nampak bahasa cinta erotis merupakan elemen penting untuk mengekspresikan pengalaman mistik, namun ajaran Kristiani yang seringkali menentang kenikmatan ragawi menjadikana hal ini sebagai paradoks. Dengan membaca Kitab Suci khususnya Kidung Agung paradoks ini dapat diatasi, Kidung Agung mengajak kita untuk menghargai pengalaman emosional akan cinta, kegembiraan atas keberadaan fisik sekaligus merefleksikan kepedihan karena ketiadaan, ketertarikan pria dan wanita berkaitan dengan cinta yang tidak saling mendominasi, namun ekspresi dari keseluruh pribadian manusia yang alamiah, sehat, gembira dan indah, sehingga hubungan Ilahi dan manusia merupakan hubungan yang saling melengkapi yang merupakan suatu metafora hubungan pria dan wanita.
Seorang mistikus adalah seorang yang menjauh dari gambaran tentang Tuhan, mereka membiarkan Tuhan di dalam misterinya namun semakin dalam menjalin hubungan didalam cinta yang kuat dan indah. Pengalaman mistik yang sulit dijelaskan dapat dibagikan Yohanes lewat kemampuannya menggambarkan hal tersebut dalam tulisannya.
Ajaran pokok Yohanes untuk bersatu dengan Allah
Konteks hidup yang terus menerus bersatu dengan Allah menurut St Teresa adalah hidup didalam doa, dimana doa yang dimaksud adalah meditasi atau hidup dalam kontemplatif yaitu kesadaran akan lingkupan Kasih Allah
Untuk dapat bersatu secara intim dengan Allah Yohanes dari Salib mengajarkan untuk melepas segala sesuatu yang merupakan halangan bagi hubungan tersebut. Pelepasan tersebut merupakan proses pemurnian diamana ada 3 masalah pokok yang erat kaitannya dengan pemurnian, yaitu :
1. Keheningan (silence)
2. Kesepian (solitude)
3. Kesederhanaan (simplicity)
1. KEHENINGAN ( SILENCE )
Kata DIAM bila direfleksikan lebih jauh ternyata membawa pengertian yang jauh lebih mendalam dan menuntut dari yang terduga. Diam badaniah umumnya jauh lebih mudah dari diam rohaniah. Acap kali karena alasan etika kita akan berusaha untuk diam ketika sedang mendengarkan, namun belum tentu di dalam batin juga diam dan mendengarkan, sering saat secara badaniah diam namun di dalam batin sudah sibuk menyusun tanggapan atau jawaban bahkan serangan, sehingga akan sulit untuk benar-benar memahami apa yang sesungguhnya hendak disampaikan. Mendengar adalah memahami apa yang sedang didengar, perkara setuju atau tidak adalah persoalan lain, di sini terlihat bahwa diam secara batin bukan soal yang mudah di dalam pergaulan juga di dalam berdoa.
Diam pada meditasi erat kaitannya dengan keheningan. Dalam Kitab Suci terdapat banyak hal dan nasehat tentang pentingnya diam untuk membantu kita menyadari pentingnya keheningan.
• 1 Tes 2:9, 4:11 → Latar belakang : umat Tesalonika saat itu tidak mau bekerja / malas karena menganggap Tuhan akan datang sehingga tidak perlu bekerja, di sini Rasul Paulus mengingatkan mereka untuk bekerja dengan tenang.
• Yes 30:15 (Dalam ketenangan dan pengharapan terletaklah kekuatanmu). → dalam ketenangan menjadi sungguh tahu apa yang diharapkan, dan menjadi dapat mengatur bermacam2 keinginan serta sanggup menyingkirkan keinginan yang tidak teratur.
• Mat 12:36 (Setiap kata sia-sia yang diucapkan seseorang harus dipertanggungjawabkan pada hari penghakiman) → bukan hal menakut-nakuti tapi Allah melihat pentingnya diam untuk menjaga diri, baik badan maupun batin untuk mengurangi hal-hal buruk yang perlu dipertanggungjawabkan.
Selain itu tokoh-tokoh rohani juga melihat peranan diam dalam kemajuan rohani
• Thomas Kempis dlm tulisannya “Mengikuti jejak Kristus” : Sebenarnya saya lebih ingin lebih sering diam … karena ngobrol mengenai hal-hal yang di dunia ini kerap kali menghambatku melangkah maju.
• Paus Gregorius Agung (590-604) : Dalam berbagai kotbah dan tulisan ia memperbandingkan saat masih di biara dan setelah dipanggil menjalankan tugas urusan Gereja. Ketika di biara ia menikmati ketenangan dari keheningan untuk memusatkan perhatian pada Allah, namun tugas menjadi Paus memerlukan banyak bicara saat mengurus perkara2, diawali berat menjalankannya hingga menjadi terbiasa banyak bicara, hal itu dilukiskannya melalui bahasa satranya : Dari ketinggian keheningan jatuh ke dalam lumpur obrolan yang mengotori hati.
• St Yohanes Salib : “Allah memberi kita PutraNya yaitu SabdaNya yang Tunggal, lain Sabda tak ada padaNya, dan dalam Sabda yang tunggal ini Allah telah mengatakan segala-galanya, sesuatu yang lain tidak dikatakan”
Contoh-contoh di atas memperlihatkan betapa berharganya keheningan untuk berkontak dengan manusia terlebih untuk mendengar apa yang hendak di Firmankan Tuhan.
Berikut adalah tahapan yang sering mengganggu keheningan
Tahap Pelanturan
Hal yang sangat mengganggu keheningan meditasi adalah pelanturan pikiran, namun bila disadari dapat dilihat ini hanyalah nafsu dari ego yang bersifat kekanak2an, karena berputar pada apa yang telah atau akan dilakukan / diinginkan.
Keheningan menuntut kita menempatkan budi dan kehendak diatas hawa nafsu. Nafsu tidak selalu buruk, namun nafsu harus dibawah kendali budi serta kehendak, dengan demikian menjadi manusia yang lengkap. Bila nafsu di atas budi dan kehendak maka akan timbul tindakkan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ada banyak ajaran rohani yang bagus tapi tidak dilaksanakan, mengapa ini terjadi ? penyebabnya adalah nafsu yang terus dilayani, membiarkan diri mencari apa yg saat itu menarik dan menghindari apa yang menakutkan.
Dengan bertambahnya usia, kia belajar menahan diri, namun perlu diselidiki apakah hal ini benar2 mengubah hati atau hanya bersifat lahiriah.
Tidak mudah menciptakan keheningan, nafsu sering muncul mengatasi budi terutama saat berdoa dan bermeditasi. Menyadari adanya nafsu yang ingin memecah hati dengan cara timbulnya banyak keinginan dan perasaan yang tidak terkendali, biarkan dia lewat di bawah kendali budi, dengan demikian nafsu menjadi teratur dan ikut membangun kemanusiaan kita sehingga siap mendengar dan menjalankan Firman Allah, dengan demikian terciptalah kedamaian, ketenangan, keheningan sejati. Menciptakan keheningan adalah syarat untuk semakin rela mentaati kehendak Allah., dengan demikian hidup dalam keheningan bukan tugas saat doa dan bermeditasi saja tapi tugas yang harus dijalankan sepanjang hari.
Sekarang dapat terlihat yang terjadi dalam keheningan adalah :
• Kita tidak terbebas dari pelanturan (bersumber pada nafsu / ego yang kekanak-kanakan)
• Pelanturan tidak dapat dihilangkan tapi dapat diatasi dengan tidak mengikuti pikiran yang timbul tsb. St teresa dari Avila menyamakan pelanturan sebagai orang gila yg mengajak bercakap2, tentu kita tidak memperdulikannya dan segera meninggalkannya.
Tahap Kenangan Masa Lampau / Luka Batin
Mungkin ada keadaan di suatu masa yang lalu yang ingin dilupakan karena menjadikan potret perjalanan hidup jadi tidak sempurna / tidak indah. Namun tidak dapat dipungkiri hal-hal terburuk sekalipun yang pernah terjadi merupakan bagian dari sejarah hidup yang tak terhapus dengan melupakannya. Melalui Rahmat Allah dalam bermeditasi hal tersebut dapat diingatkan kembali dan diterima secara wajar sehingga membuat jiwa terbebas dari tekanan juga topeng yang tidak disadari.
Pada satu sisi, terasa tidak enak bahkan menyakitkan teringat kembali kenangan yang hendak dilupakan, sehingga bila tidak menyadari seorang berada pada level ini, ia dapat menjadi gelisah, namun bila menyadari bahwa ini sesungguhnya merupakan rahmat Allah yang mengingatkannya agar dapat merasakan Kasih yang menyembuhkan.
Tahap ini akan menjadi pelanturan bila kembali nafsu dibiarkan mengambil kendali, dengan kesadaran akan hal ini dan membiarkannya berlalu, berarti membiarkan Kasih Allah semata yang memegang kendali, sungguh ini akan menjadi proses penyembuhan yang membawa pada keheningan yang dicari.
Tahap Tembok
Dengan selalu setia bermeditasi, ada saatnya menemui level tembok, keadaan seperti yang dilukiskan St Yohaanes dari Salib sebagai “malam gelap” dimana kita seakan terhalangi bersatu dengan Allah, ada rasa sakit dan ketidak mengertian tentang Allah, ada rasa yang berbaur dari mencintai dan merasa dekat denganNya sekaligus mencari dimana Allah, seorang mistikus yang menulis “The Cloud of Unknowing” mengatakan ini adalah tahap pengalaman an extential sorrow, kesakitan karena adanya halangan untuk bersatu denganNya. Tahap ini merupakan rahmat Allah dan bisa berlangsung lama, saat ini sebenarnya iman diperdalam dan diperkuat karena lambat laun namun pasti tembok satu persatu akan dibuka sehingga kita dapat melihat dan mengerti keindahan berelasi denganNya, saat itulah kita dapat mengalami kehadiran Allah secara baru dan tak terduga. Kapan hal ini terjadi tidak perlu menjadi soal, bila hal ini terjadipun yang perlu dilakukan adalah tetap menjaga keheningan, Allah sendiri yang akan melakukannya.
Hal tentang tembok ini dilukiskan Kitab Suci sebagai pengalaman Maria Magdalena. Tembok yang menghalangi pandangannya membuat ia tidak mengenali Yesus yang benar yang sesungguhnya ada bersamanya, namun ketika tembok itu runtuh yaitu saat Yesus sendiri yang meruntuhkannya dengan memangil nama pribadinya : Maria, ia tersadar dan segera mengenali Yesus, bukan Yesus yang ada dalam pikirannya tapi Yesus telah tersalib, bangkit dan hidup, Yesus yang memperkenalkan diriNya sendiri dalam rupa yang sesungguhnya.
Akhirnya, keheningan sejati baru tercipta bila ada campurtangan Allah, yang membebaskan kita dari segala bentuk-bentuk egoisme.
2. KESEPIAN ( SOLITUDE )
Manusia adalah mahluk social dimana secara umum selalu ingin mencari kawan dan berkumpul, namun ada saatnya masing-masing orang akan hadir sendiri-sendiri dihadapan Allah. Walaupun sekelompok orang berdoa bersama-sama tapi tetap kehadirannya dihadapan Allah berada dalam kesepian dan kesunyian masing-masing personal yang tidak terwakilkan oleh yang lain. Meskipun demikian doa yang sangat pribadi sekalipun tetap mempersatukan pribadi-pribadi yang berdoa. Hal ini dapat dilihat pada pertemuan lintas agama dimana pesertanya datang pada level bahasa-pikiran manusia, namun saat mereka bermeditasi bersama menurut tradisi masing-masing mereka masuk dalam keheningan, jelas masing-masing seorang diri, tetapi justru dalam keheningan dan kesendirian mereka menjadi dekat dan bersatu. Semakin dekat seseorang menuju Allah akan semakin dekat pula menuju sesama. Dengan demikian seorang yang dalam kesendirian menuju Allah saat bermeditasi sesungguhnya akan semakin dekat dan terbuka pada orang lain, hal ini terjadi bukan karena hanya dipersatukan oleh status atau organisasi tapi karena usaha / latihan meditasi yang menuju pusat yang sama yaitu Kasih Allah yang mempersatukan.
St Yohanes Salib melihat dengan tajam bahwa karya terbesar Yesus terjadi saat Ia berada dalam keadaan solitude, yaitu saat Ia tergantung sendiri di ketinggian kayu salib yang hina tampa hiburan bahkan serasa ditinggalkan oleh BapaNya. Tapi saat itulah saat kesepian dan derita dasyat Ia melaksanakan karya teragung dan terbesar yaitu mendamaikan manusia dengan Allah, melalui teladan ketaatanNya. Kematian Yesus bukan rencana sesungguhNya dari Allah, namun teladan ketaatan karena kasih pada Allah itulah yang mempersatukan dan yang menjadi focus perutusanNya walau salib harus dijalankan sebagai konsekwensi.
Solitude diperlukan dalam pemurnian, meskipun tidak semua orang tahan di dalamnya. Pada solitude seseorang akan bertemu dengan dirinya sendiri, dalam meditasi, solitude mungkin akan memunculkan kenangan buruk atau luka batin, Pada level ini diperlukan perjuangan yang, karena tidak ada yang dapat masuk dan menolong dalam kesolitude ini kecuali diri sendiri yang terbuka pada Rahmat Allah. Sama seperti Yesus yang memulai karyaNya melalui solitude di padang gurun, Ia melihat semua orang sebagai saudara yang dikasihi Allah, lemah lembut dan merangkul semua orang di dalam hatiNya.
Melalui solitude, kita juga dibawa bertemu dengan ego palsu, ego yang dipasang untuk menunjukkan siapa saya pada orang lain. Tidak ada perkembangan hidup rohani yang dilalui tampa kesulitan, karena melalui kesulitan kita dibentuk menjadi kuat, contoh sebatang pohon yang dalam pertumbuhannya selalu dalam perlindungan akan menjadi pohon yang tidak tahan menghadapi cuaca di luar. Bila tetap bertahan dalam segala kesulitan termasuk kesepian dan melihat betapa buruk dan kotornya diri saat bermeditasi yang dapat kita ibaratkan sebagai setumpuk pakian kotor, dapat dicuci di ruang batin rumah sendiri yaitu saat bermeditasi, tampa perlu ditampilkan pada umum. Melewati proses itu kita dapat melihat wajah orang lain dengan wajah baru, melihat diri sendiri dalam orang lain, karena ego yang membatasi sudah menjadi hilang.
3. KESEDERHANAAN (SIMPLICITY)
Kesederhanan berkaitan erat dengan kerndahan hati, dalam meditasi segala sesuatu menjadi sederhana karena memasukinya dengan iman seorang anak pada bapanya, seperti hubungan Yesus dengan BapaNya, membiarkan Bapa yang meraja dalam keseluruhan hidup dan matiNya, sehingga dapat berkata bukan apa yang ku kehendaki tapi apa yang Bapa kehendaki.
Santa Teresa dari Avila merumuskan kerendahan hati dengan sederhana yaitu : kebenaran. Maksudnya kalau kita menerima kenyataan diri dan tidak membohongi diri sendiri atau dan orang lain tentang siapa kita, menerima kenyataan diri baik dan buruknya itulah tanda kerendahan hati.
Acapkali ada topeng terpasang dalam pergaulan entah untuk menyembunyikan hal-hal yang tidak disukai orang atau untuk menunjukkan sifat yang tidak dimiliki untuk memperindah image kita. Tidak ada orang yang berani berdiridi hadapan orang lain dalam ketelanjangan rohani, artinya benar2 apa adanya, tetapi di hadapan Tuhan tidak mungkin menyembunyikan apapun. Melalui melalui level-level kesadaran kita dapat melihat bahwa kita belum sederhana, sering tampak gambaran diri yang belum dapat kita terima karena belum terintegrasi.namun dengan tekun hidup dalam kontemplasi kita akan semakin total menyerahkan diri pada Allah, semakin sadar kita sungguh sangat dikasihi oleh Allah. Keterbukaan hati membuat karya Roh leluasa di dalam diri memperlihatkan dosa dan kekurangan kita akan berubah menjadi bukti besarnya Kasih Allah, hati kita menjadi hati seorang anak, seperti hati Yesus, hati yang sederhana tidak mendua dan memakai topeng. Kegagalan dalam “mencuci pakaian kotor” janganlah membuat lari dan berhenti melakukan pemurnian, karena hal inipun tanda kerendahan hati melihat keterbatasan dan ketidakmampuan diri dan membiarkan Tuhan melihat waktu yang tepat.
Disadur dari http://diosdias.wordpress.com/
Ia diakui oleh Gereja sebagai seorang Pujangga Gereja, di mana karya-karyanya dilahirkan dalam kegelapan dan tragedi pribadi.
Saat mengalami kegelapan, di tempat-tempat Yohanes merasa kehilangan Tuhan, ia berhasil menemukan Tuhan, dan kehadiran Tuhan itu dialaminya sebagai pemenuhan segala yang didambakan jiwa. Pengalaman kedekatannya secara akrab dengan Tuhan ingin dibagikannya kepada orang lain, melalui ajaran: melepaskan segala sesuatu yang dianggap sangat menyenangkan dan penting dalam hidup untuk Tuhan. Berhubungan dengan itu ia dikenal sebagai pembimbing rohani yang handal.
Latar Belakang Yohanes Dari Salib
Melihat latar belakang Yohanes Dari Salib berarti melihat pula latar belakang Negara Spanyol di masa itu. Ketika itu Spanyol sebagai negara baru, sedang berada di puncak kejayaan setelah 600 th dikuasai bangsa Moor yang Islam. Karena Spanyol berpenduduk campuran bangsa dan agama, maka pemerintah mengusir orang-orang Yahudi dan Islam atau memaksa mereka menjadi Kristen bila tetap ingin tinggal, dan Gereja melalui inquisition harus mendukung kebijaksanaan pemerintahan. Tekanan inquisition inilah yang membayangi kehidupan Yohanes.
Masa Kanak-Kanak
Ayahnya, Gonzalo de Yepes adalah dari keluarga pedagang tekstil kaya di Toledo, berasal dari orang Yahudi yang menjadi Kristen, sedangkan ibunya Catalina Alvares adalah penenun miskin yang tinggal di Fontiveros dekat Madrid yang diyakini memiliki darah campuran Bangsa Moor, karena itulah perkawinan mereka ditentang keluarga Gonzales yang khawatir akan menarik perhatian inquisition sehingga keberadaan mereka sebagai orang Yahudi terungkap dan dapat dijadikan alat menjatuhkan oleh saingan bisnis mereka.
Pernikahan Gonzalo dan Catalina (1529) yang tidak direstui keluarga hidup dalam kemelaratan, serta dikaruniai tiga orang anak laki-laki, Yohanes adalah anak bungsu (1542). Saat Yohanes berumur 5 tahun, ayahnya meninggal terserang wabah, dan kakaknya Luis juga meninggal karena kekurangan gizi ketika Yohanes berumur 8 tahun.
Melalui perjuangan ibunya, Yohanes menyelesaikan sekolah dasarnya bagi kaum miskin, Colegio de la doctrine.
Ketika berumur 12 tahun, ia ditawari bekerja di Rumah Sakit Las Bubas di Medina yang berpunghuni pasien berpenyakit menular. Yohanes muda bekerja dengan sepenuh hati, waktunya dihabiskan untuk mengobrol dan melantunkan lagu-lagu bagi para pasien juga ikut mencari uang dan makanan untuk mereka. Pengelola RS, Don alvonso melihat bakat Yohanes sehingga membiayainya untuk belajar di Kolose Yesuit, tempat yang menumbuhkan bakatnya sebagai penyair.
Sebagai Karmelit
Th 1563 Yohanes bergabung dengan biarawan Karmel di Medina del Campo yang berjumlah sedikit namun terkenal karena keteguhannya dalam mempertahankan cara hidup seperti pada awalnya bapak-bapak padang gurun sebagai Karmelit awal yaitu doa, Kitab Suci dan Ekaristi sebagai inti hidup. Th 1567 Yohanes ditabiskan menjadi Imam Karmelit.
Pengaruh St Teresa Agung
Pada periode tabisan iman, Yohanes bertemu St Teresa Avila yang memiliki visi khusus yaitu menginginkan pembaharuan yang tidak terjadi hanya di permukaan saja tapi pembaharuan yang diukur melalui pelaksanaan hidup kontemplasi, kedisiplinan dan penyangkalan diri dalam kegiatan sehari-hari, sehingga pembaharuan tersebut menjadikan suatu komunitas yang menempatkan keheningan dan doa sebagai prioritas utama.
Saat itu usia Teresa lima puluh tahun, dua kali umur Yohanes yang pemalu dan cenderung menarik diri. Teresa mengajaknya bergabung untuk mendukung kegiatan pembaharuan menolong para biarawati menjadi bapak pengakuan sekaligus menjadi pembimbing rohani. St teresa menginginkan cara hidup yang seimbang sehingga cinta kasih, keteguhan dan kerendahan hati lebih bermakna daripada sekedar menjalankan pengakuan dosa yang berlebihan. Lima tahun mereka bekerja sama dimana Teresa mengalami kemajuan pesat pada hidup mistiknya dari wawasan dan pengalaman Yohanes, sebaliknya Yohanespun kembali menemukan kecintaannya terhadap musik, puisi dan dongeng yang sempat terkubur karena kehidupan akedemisnya, dimana musik, puisi dan dongeng menjadi pusat dalam pengembangan rohaninya, juga sebagai sarana mengkomunikasikan berbagai pengalaman yang mendalam, pengalaman mistisnya.
Reformasi
Tahun 1568, Yohanes bersama dua saudara seordonya yaitu Antonio dan Joseph memulai cara hidup barunya di Durnelo, sebuah desa kecil antara Avila dan Salamanca. Mereka mengenakan jubah kasar dan berjanji untuk menjalankana kehidupan yang dijiwai visi Karmelit awal di Gunung Karmel, untuk itu mereka memperketat semua kelonggaran peraturan ordo yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan ordo yang asli. Untuk memperingati peristiwa ini Yohanes menggunakan nama baru dan dikenal sebagai Yohanes dari Salib, dan jalan pembaharuan tersebut dikenal sebagai Discalced Reform. Discalced artinya tidak beralas kaki, ini merupakan symbol reformasi komunitas-komunitas religius pada abad ke-16, meskipun demikian para Karmelit tetap menggunakan alas kaki tapi berupa sandal kasar.
Jalan hidup baru ini menyebar pada biara-biara kemudian yang didirikan, Yohanes sendiri diminta untuk membantu calon biarawan yang sedang belajar sebelum ditabiskan, dimana setiap pribadi dibantunya agar berkembang secara utuh, disatu sisi mereka perlu berkembang saecara akademis namun dilain sisi mereka perlu menghargai tradisi ordo yang memiliki landasan kemanusiaan yang kuat saat membantu orang lain. Ternyata tidak semua yang dibimbing Yohanes memiliki keseimbangan pandangan hidup yang sama, seperti para novis ordo Karmelit di Pastrana. Novis-novis di sini merasa mereka dibimbing oleh kepala novis yang aneh dan tidak rasional.
Th 1572 Yohanes bertugas sebagai bapak pengakuan di Biara Avila dimana St Teresa menjadi kepala. Selama di Avila, Yohanes selalu meluangkan waktunya bagi orang-orang miskin dan malang terutama untuk orang-orang sakit, juga tetap memberikan perhatian pada ibu dan kakaknya Fransisco yang bersedia membantu di biara sebagai tukang masak dan tukang yang memperbaiki bangunan.
Hukuman dan Penjara
Bulan Desember 1577 Yohanes diculik sekelompok biarawan dari Avila dan dibawa ke Toledo, dan kemudian dituduh oleh pemimpin ordonya sebagaoi pemberontak yang tidak taat pada peraturan ordo dan harus menjalani hukuman berdasarkan undang-undang ordo pada saat itu. Hukuman tersebut termasuk hukuman kurungan dan cambuk. Selama 8 bulan Yohanes mengalami masa-masa yang penuh troma yang mengerikan, namun dalam masa itulah Yohanes mendapatkan pengalaman religius yang diungkapkannya melalui puisi-puisi yang indah.
Tahun 1578, Yohanes berhasil melarikan diri dengan bantuan dan perlindungan dari biarawati di biara terdekat, ia kembali ke biara reformasi yang akhirnya memiliki organisasi sendiri sehingga dapat lebih independent dan kesalah pahaman dapat semakin berkurang. Kelompok reformasi ini disebut Discalced sementara yang lain disebut sebagai Karmelit taat.
Suasana menyenangkan ini berlangsung selama 10 tahun, dimana Yohanes menjalankan aktivitasnya dalam membimbing calon biarawan, memegang berbagai jabatan ordo, menulis puisi-puisi serta komentar dari puisinya, juga sebagai disainer biara-biara yang baru didirikan, dan Yohanes selalu membuka diri sebagai sahabat bagi semua orang.
Pemberontakan
Tahun-tahun terakhir hidupnya antara 1588-1591, kembali Kegelapan melingkupi Yohanes, dimulai dari perseteruan antara Nicholas Doria, pemimpin kelompok reformasi Discalced dengan Jerome Gracian, seorang tokoh karismatis sahabat St Teresa. Doria bersifat dingin sedangkan Gracian bersifat kurang sabar sehingga terjadi keretakan yang berpuncak pengusiran Gracian dari biara reformasi. Saat itu Yohanes yang merupakan wakil Doria berusaha menjelaskan bahwa mereka tidak seharusnya bersikap demikian tapi Doria melihatnya sebagai sikap pembangkangan dan kemudian bersikap sangat negative padanya. Salah seorang wakil Doria, yaitu Diego Evangelista sangat membenci Yohanes karena pernah ditegur, ia menggunakan tulisan-tulisan Yohanes untuk menjatuhkannya, disebarkan bahwa tulisan-tulisan tersebut merupakan bidaah, juga disebarkan tuduhan bahwa ajaran Yohanes tidak sejalan dengan ajaran ortodoks dan itu membuat orang-orang melepaskan diri dari gereja, karena apapun yang berbeda dari ajaran ortodoks dianggap pemisahan diri. Atas tuduhan ini Doria tidak melakukan apapun sehingga akibatnya walaupun dalam kondisi kurang sehat pd thn 1591 Yohanes dipindah ke biara terpencil yang sangat sangat sederhana di Andalusia. Kesehatan Yohanes semakin memburuk dan diperkirakan ia mengidap kangker kulit yang berkembang menjadi kangker tulang belakang. Pada tanggal 14 Desember 1591 Yohanes meninggal dalam damai dan pembacaan Kidung Agung oleh komunitas, bacaan yang sangat disukainya.
Tuduhan terhadap Yohanes perlahan memudar dengan sendirinya, karya-karyanya secara bertahap diterbitkan dan ajarannya diakui karena keindahan serta keagungannya. Pengakuan resmi dari Gereja ketika ia dinyatakan sebagai Santo pd tahun 1726, dan ditetapkan sebagai pelindung para penyair Spanyol pada tahun 1952.
Mistik dan Bahasa Cinta
Pengalaman kebersatuan yang mendalam dengan Allah sering disebut Mistik, ditengah kehidupan modern dimana orang-orang telah kurang berminat terhadap agama, ternyata ajaran Yohanes dapat membawa orang menemukan kerinduan terdalam sebenarnya yang sesungguhnya hanya dapat ditemukan dalam Allah. Yohanes banyak sekali menggunakan kata “cinta” dalam tulisannya, dan tulisannya banyak terpengaruhi oleh Kidung Agung yang tidak sekadar merupakan bacaan baginya tapi merupakan pengalaman mistik perjumpaan dengan Tuhan.
Dalam tulisan-tulisan para mistikus Nampak bahasa cinta erotis merupakan elemen penting untuk mengekspresikan pengalaman mistik, namun ajaran Kristiani yang seringkali menentang kenikmatan ragawi menjadikana hal ini sebagai paradoks. Dengan membaca Kitab Suci khususnya Kidung Agung paradoks ini dapat diatasi, Kidung Agung mengajak kita untuk menghargai pengalaman emosional akan cinta, kegembiraan atas keberadaan fisik sekaligus merefleksikan kepedihan karena ketiadaan, ketertarikan pria dan wanita berkaitan dengan cinta yang tidak saling mendominasi, namun ekspresi dari keseluruh pribadian manusia yang alamiah, sehat, gembira dan indah, sehingga hubungan Ilahi dan manusia merupakan hubungan yang saling melengkapi yang merupakan suatu metafora hubungan pria dan wanita.
Seorang mistikus adalah seorang yang menjauh dari gambaran tentang Tuhan, mereka membiarkan Tuhan di dalam misterinya namun semakin dalam menjalin hubungan didalam cinta yang kuat dan indah. Pengalaman mistik yang sulit dijelaskan dapat dibagikan Yohanes lewat kemampuannya menggambarkan hal tersebut dalam tulisannya.
Ajaran pokok Yohanes untuk bersatu dengan Allah
Konteks hidup yang terus menerus bersatu dengan Allah menurut St Teresa adalah hidup didalam doa, dimana doa yang dimaksud adalah meditasi atau hidup dalam kontemplatif yaitu kesadaran akan lingkupan Kasih Allah
Untuk dapat bersatu secara intim dengan Allah Yohanes dari Salib mengajarkan untuk melepas segala sesuatu yang merupakan halangan bagi hubungan tersebut. Pelepasan tersebut merupakan proses pemurnian diamana ada 3 masalah pokok yang erat kaitannya dengan pemurnian, yaitu :
1. Keheningan (silence)
2. Kesepian (solitude)
3. Kesederhanaan (simplicity)
1. KEHENINGAN ( SILENCE )
Kata DIAM bila direfleksikan lebih jauh ternyata membawa pengertian yang jauh lebih mendalam dan menuntut dari yang terduga. Diam badaniah umumnya jauh lebih mudah dari diam rohaniah. Acap kali karena alasan etika kita akan berusaha untuk diam ketika sedang mendengarkan, namun belum tentu di dalam batin juga diam dan mendengarkan, sering saat secara badaniah diam namun di dalam batin sudah sibuk menyusun tanggapan atau jawaban bahkan serangan, sehingga akan sulit untuk benar-benar memahami apa yang sesungguhnya hendak disampaikan. Mendengar adalah memahami apa yang sedang didengar, perkara setuju atau tidak adalah persoalan lain, di sini terlihat bahwa diam secara batin bukan soal yang mudah di dalam pergaulan juga di dalam berdoa.
Diam pada meditasi erat kaitannya dengan keheningan. Dalam Kitab Suci terdapat banyak hal dan nasehat tentang pentingnya diam untuk membantu kita menyadari pentingnya keheningan.
• 1 Tes 2:9, 4:11 → Latar belakang : umat Tesalonika saat itu tidak mau bekerja / malas karena menganggap Tuhan akan datang sehingga tidak perlu bekerja, di sini Rasul Paulus mengingatkan mereka untuk bekerja dengan tenang.
• Yes 30:15 (Dalam ketenangan dan pengharapan terletaklah kekuatanmu). → dalam ketenangan menjadi sungguh tahu apa yang diharapkan, dan menjadi dapat mengatur bermacam2 keinginan serta sanggup menyingkirkan keinginan yang tidak teratur.
• Mat 12:36 (Setiap kata sia-sia yang diucapkan seseorang harus dipertanggungjawabkan pada hari penghakiman) → bukan hal menakut-nakuti tapi Allah melihat pentingnya diam untuk menjaga diri, baik badan maupun batin untuk mengurangi hal-hal buruk yang perlu dipertanggungjawabkan.
Selain itu tokoh-tokoh rohani juga melihat peranan diam dalam kemajuan rohani
• Thomas Kempis dlm tulisannya “Mengikuti jejak Kristus” : Sebenarnya saya lebih ingin lebih sering diam … karena ngobrol mengenai hal-hal yang di dunia ini kerap kali menghambatku melangkah maju.
• Paus Gregorius Agung (590-604) : Dalam berbagai kotbah dan tulisan ia memperbandingkan saat masih di biara dan setelah dipanggil menjalankan tugas urusan Gereja. Ketika di biara ia menikmati ketenangan dari keheningan untuk memusatkan perhatian pada Allah, namun tugas menjadi Paus memerlukan banyak bicara saat mengurus perkara2, diawali berat menjalankannya hingga menjadi terbiasa banyak bicara, hal itu dilukiskannya melalui bahasa satranya : Dari ketinggian keheningan jatuh ke dalam lumpur obrolan yang mengotori hati.
• St Yohanes Salib : “Allah memberi kita PutraNya yaitu SabdaNya yang Tunggal, lain Sabda tak ada padaNya, dan dalam Sabda yang tunggal ini Allah telah mengatakan segala-galanya, sesuatu yang lain tidak dikatakan”
Contoh-contoh di atas memperlihatkan betapa berharganya keheningan untuk berkontak dengan manusia terlebih untuk mendengar apa yang hendak di Firmankan Tuhan.
Berikut adalah tahapan yang sering mengganggu keheningan
Tahap Pelanturan
Hal yang sangat mengganggu keheningan meditasi adalah pelanturan pikiran, namun bila disadari dapat dilihat ini hanyalah nafsu dari ego yang bersifat kekanak2an, karena berputar pada apa yang telah atau akan dilakukan / diinginkan.
Keheningan menuntut kita menempatkan budi dan kehendak diatas hawa nafsu. Nafsu tidak selalu buruk, namun nafsu harus dibawah kendali budi serta kehendak, dengan demikian menjadi manusia yang lengkap. Bila nafsu di atas budi dan kehendak maka akan timbul tindakkan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ada banyak ajaran rohani yang bagus tapi tidak dilaksanakan, mengapa ini terjadi ? penyebabnya adalah nafsu yang terus dilayani, membiarkan diri mencari apa yg saat itu menarik dan menghindari apa yang menakutkan.
Dengan bertambahnya usia, kia belajar menahan diri, namun perlu diselidiki apakah hal ini benar2 mengubah hati atau hanya bersifat lahiriah.
Tidak mudah menciptakan keheningan, nafsu sering muncul mengatasi budi terutama saat berdoa dan bermeditasi. Menyadari adanya nafsu yang ingin memecah hati dengan cara timbulnya banyak keinginan dan perasaan yang tidak terkendali, biarkan dia lewat di bawah kendali budi, dengan demikian nafsu menjadi teratur dan ikut membangun kemanusiaan kita sehingga siap mendengar dan menjalankan Firman Allah, dengan demikian terciptalah kedamaian, ketenangan, keheningan sejati. Menciptakan keheningan adalah syarat untuk semakin rela mentaati kehendak Allah., dengan demikian hidup dalam keheningan bukan tugas saat doa dan bermeditasi saja tapi tugas yang harus dijalankan sepanjang hari.
Sekarang dapat terlihat yang terjadi dalam keheningan adalah :
• Kita tidak terbebas dari pelanturan (bersumber pada nafsu / ego yang kekanak-kanakan)
• Pelanturan tidak dapat dihilangkan tapi dapat diatasi dengan tidak mengikuti pikiran yang timbul tsb. St teresa dari Avila menyamakan pelanturan sebagai orang gila yg mengajak bercakap2, tentu kita tidak memperdulikannya dan segera meninggalkannya.
Tahap Kenangan Masa Lampau / Luka Batin
Mungkin ada keadaan di suatu masa yang lalu yang ingin dilupakan karena menjadikan potret perjalanan hidup jadi tidak sempurna / tidak indah. Namun tidak dapat dipungkiri hal-hal terburuk sekalipun yang pernah terjadi merupakan bagian dari sejarah hidup yang tak terhapus dengan melupakannya. Melalui Rahmat Allah dalam bermeditasi hal tersebut dapat diingatkan kembali dan diterima secara wajar sehingga membuat jiwa terbebas dari tekanan juga topeng yang tidak disadari.
Pada satu sisi, terasa tidak enak bahkan menyakitkan teringat kembali kenangan yang hendak dilupakan, sehingga bila tidak menyadari seorang berada pada level ini, ia dapat menjadi gelisah, namun bila menyadari bahwa ini sesungguhnya merupakan rahmat Allah yang mengingatkannya agar dapat merasakan Kasih yang menyembuhkan.
Tahap ini akan menjadi pelanturan bila kembali nafsu dibiarkan mengambil kendali, dengan kesadaran akan hal ini dan membiarkannya berlalu, berarti membiarkan Kasih Allah semata yang memegang kendali, sungguh ini akan menjadi proses penyembuhan yang membawa pada keheningan yang dicari.
Tahap Tembok
Dengan selalu setia bermeditasi, ada saatnya menemui level tembok, keadaan seperti yang dilukiskan St Yohaanes dari Salib sebagai “malam gelap” dimana kita seakan terhalangi bersatu dengan Allah, ada rasa sakit dan ketidak mengertian tentang Allah, ada rasa yang berbaur dari mencintai dan merasa dekat denganNya sekaligus mencari dimana Allah, seorang mistikus yang menulis “The Cloud of Unknowing” mengatakan ini adalah tahap pengalaman an extential sorrow, kesakitan karena adanya halangan untuk bersatu denganNya. Tahap ini merupakan rahmat Allah dan bisa berlangsung lama, saat ini sebenarnya iman diperdalam dan diperkuat karena lambat laun namun pasti tembok satu persatu akan dibuka sehingga kita dapat melihat dan mengerti keindahan berelasi denganNya, saat itulah kita dapat mengalami kehadiran Allah secara baru dan tak terduga. Kapan hal ini terjadi tidak perlu menjadi soal, bila hal ini terjadipun yang perlu dilakukan adalah tetap menjaga keheningan, Allah sendiri yang akan melakukannya.
Hal tentang tembok ini dilukiskan Kitab Suci sebagai pengalaman Maria Magdalena. Tembok yang menghalangi pandangannya membuat ia tidak mengenali Yesus yang benar yang sesungguhnya ada bersamanya, namun ketika tembok itu runtuh yaitu saat Yesus sendiri yang meruntuhkannya dengan memangil nama pribadinya : Maria, ia tersadar dan segera mengenali Yesus, bukan Yesus yang ada dalam pikirannya tapi Yesus telah tersalib, bangkit dan hidup, Yesus yang memperkenalkan diriNya sendiri dalam rupa yang sesungguhnya.
Akhirnya, keheningan sejati baru tercipta bila ada campurtangan Allah, yang membebaskan kita dari segala bentuk-bentuk egoisme.
2. KESEPIAN ( SOLITUDE )
Manusia adalah mahluk social dimana secara umum selalu ingin mencari kawan dan berkumpul, namun ada saatnya masing-masing orang akan hadir sendiri-sendiri dihadapan Allah. Walaupun sekelompok orang berdoa bersama-sama tapi tetap kehadirannya dihadapan Allah berada dalam kesepian dan kesunyian masing-masing personal yang tidak terwakilkan oleh yang lain. Meskipun demikian doa yang sangat pribadi sekalipun tetap mempersatukan pribadi-pribadi yang berdoa. Hal ini dapat dilihat pada pertemuan lintas agama dimana pesertanya datang pada level bahasa-pikiran manusia, namun saat mereka bermeditasi bersama menurut tradisi masing-masing mereka masuk dalam keheningan, jelas masing-masing seorang diri, tetapi justru dalam keheningan dan kesendirian mereka menjadi dekat dan bersatu. Semakin dekat seseorang menuju Allah akan semakin dekat pula menuju sesama. Dengan demikian seorang yang dalam kesendirian menuju Allah saat bermeditasi sesungguhnya akan semakin dekat dan terbuka pada orang lain, hal ini terjadi bukan karena hanya dipersatukan oleh status atau organisasi tapi karena usaha / latihan meditasi yang menuju pusat yang sama yaitu Kasih Allah yang mempersatukan.
St Yohanes Salib melihat dengan tajam bahwa karya terbesar Yesus terjadi saat Ia berada dalam keadaan solitude, yaitu saat Ia tergantung sendiri di ketinggian kayu salib yang hina tampa hiburan bahkan serasa ditinggalkan oleh BapaNya. Tapi saat itulah saat kesepian dan derita dasyat Ia melaksanakan karya teragung dan terbesar yaitu mendamaikan manusia dengan Allah, melalui teladan ketaatanNya. Kematian Yesus bukan rencana sesungguhNya dari Allah, namun teladan ketaatan karena kasih pada Allah itulah yang mempersatukan dan yang menjadi focus perutusanNya walau salib harus dijalankan sebagai konsekwensi.
Solitude diperlukan dalam pemurnian, meskipun tidak semua orang tahan di dalamnya. Pada solitude seseorang akan bertemu dengan dirinya sendiri, dalam meditasi, solitude mungkin akan memunculkan kenangan buruk atau luka batin, Pada level ini diperlukan perjuangan yang, karena tidak ada yang dapat masuk dan menolong dalam kesolitude ini kecuali diri sendiri yang terbuka pada Rahmat Allah. Sama seperti Yesus yang memulai karyaNya melalui solitude di padang gurun, Ia melihat semua orang sebagai saudara yang dikasihi Allah, lemah lembut dan merangkul semua orang di dalam hatiNya.
Melalui solitude, kita juga dibawa bertemu dengan ego palsu, ego yang dipasang untuk menunjukkan siapa saya pada orang lain. Tidak ada perkembangan hidup rohani yang dilalui tampa kesulitan, karena melalui kesulitan kita dibentuk menjadi kuat, contoh sebatang pohon yang dalam pertumbuhannya selalu dalam perlindungan akan menjadi pohon yang tidak tahan menghadapi cuaca di luar. Bila tetap bertahan dalam segala kesulitan termasuk kesepian dan melihat betapa buruk dan kotornya diri saat bermeditasi yang dapat kita ibaratkan sebagai setumpuk pakian kotor, dapat dicuci di ruang batin rumah sendiri yaitu saat bermeditasi, tampa perlu ditampilkan pada umum. Melewati proses itu kita dapat melihat wajah orang lain dengan wajah baru, melihat diri sendiri dalam orang lain, karena ego yang membatasi sudah menjadi hilang.
3. KESEDERHANAAN (SIMPLICITY)
Kesederhanan berkaitan erat dengan kerndahan hati, dalam meditasi segala sesuatu menjadi sederhana karena memasukinya dengan iman seorang anak pada bapanya, seperti hubungan Yesus dengan BapaNya, membiarkan Bapa yang meraja dalam keseluruhan hidup dan matiNya, sehingga dapat berkata bukan apa yang ku kehendaki tapi apa yang Bapa kehendaki.
Santa Teresa dari Avila merumuskan kerendahan hati dengan sederhana yaitu : kebenaran. Maksudnya kalau kita menerima kenyataan diri dan tidak membohongi diri sendiri atau dan orang lain tentang siapa kita, menerima kenyataan diri baik dan buruknya itulah tanda kerendahan hati.
Acapkali ada topeng terpasang dalam pergaulan entah untuk menyembunyikan hal-hal yang tidak disukai orang atau untuk menunjukkan sifat yang tidak dimiliki untuk memperindah image kita. Tidak ada orang yang berani berdiridi hadapan orang lain dalam ketelanjangan rohani, artinya benar2 apa adanya, tetapi di hadapan Tuhan tidak mungkin menyembunyikan apapun. Melalui melalui level-level kesadaran kita dapat melihat bahwa kita belum sederhana, sering tampak gambaran diri yang belum dapat kita terima karena belum terintegrasi.namun dengan tekun hidup dalam kontemplasi kita akan semakin total menyerahkan diri pada Allah, semakin sadar kita sungguh sangat dikasihi oleh Allah. Keterbukaan hati membuat karya Roh leluasa di dalam diri memperlihatkan dosa dan kekurangan kita akan berubah menjadi bukti besarnya Kasih Allah, hati kita menjadi hati seorang anak, seperti hati Yesus, hati yang sederhana tidak mendua dan memakai topeng. Kegagalan dalam “mencuci pakaian kotor” janganlah membuat lari dan berhenti melakukan pemurnian, karena hal inipun tanda kerendahan hati melihat keterbatasan dan ketidakmampuan diri dan membiarkan Tuhan melihat waktu yang tepat.
Disadur dari http://diosdias.wordpress.com/
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.