RENUNGAN:
MINGGU XXXI/C/2010
Keb 11:22-12:2 2 Tes 1:11-22 Luk19:1-10
MINGGU XXXI/C/2010
Keb 11:22-12:2 2 Tes 1:11-22 Luk19:1-10
PENGANTAR:
Seringkali orang untuk mencapai sesuatu yang merupakan keinginannya, rela melakukan apa saja. Seorang pejabat rela menjadi ‘budak’ atasan atau menjilat atasan, demi mendapatkan keinginannya. Lebih parah lagi, ada orang yang menjadi ‘budak setan’ demi beroleh kekayaan atau pangkat. Pada saat demikian orang bisa ‘melupakan’ harga dirinya dean bahkan ‘menjual’ harga dirinya sebagai pribadi yang bermartabat. Hanya sayang, hal ini hanya berlaku untuk mengejar hal yang duniawi.
Adapula kebiasaan yang terjadi yakni orang menyimpulkan sesuatu hal hanya berdasarkan pengalaman tertentu atau karena perilaku orang-orang tertentu. Tetapi hal itu menjadi berlaku secara umum, padahal belum tentu demikian adanya. Mialnya, karena ulah seseorang pejabat perpajakan yang koruptor, orang langsung mengambil kesimpulan bahwa yang kerja di instansi demikian, semuanya pasti koruptor. Bahkan mengatakanbahwa semua orang yang bekerja di instansi pemerintahan dianggap ‘bejat’, koruptor. Padahal belum tentu semuanya demikian, dan padahal pasti masih banyak orang yang punya hari tulus dan murni. Sehingga karena fenomena demikian, mereka langsung dihukum oleh banyak orang karena ulah orang-orang tertentu yang mengangap dirinya bersih dan baik. Padahal mungkin kita tidak melakukan seperti yang mereka lakukan, tetapi melakukan hal yang sama hanya bentuknya lain.
PERMENUNGAN
Kisah yang kita dengar hari ini sungguh menarik dan sungguh mewakili fenomena yang ada dalam kehidupan sekarang. Dalam injil yang kita dengar hari ini, ditampilkan seorang tokoh yang dianggap pendosa, orang yang disingkirkan karena pekerjaannya. Apakah memang dia seperti yang dianggap orang pada saat itu? Kita tidak tahu, yang jelas Zakeus dianggap orang berdosa, orang jahat dan harus disingkirkan dalam kehidupan bersama. Namun menarik bahwa Injil menceritakan bahwa dia mempunyai kerinduan hati yang mendalam, dia masih punya hati untuk sesuatu hal yang baik. Hal itu dinyatakan dengan meneritakan kerinduan dia untuk melihat Yesus, yang tentunya sudah dia dengar kabar berita tentang Yesus. Dalam hal ini, tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa keinginan Zakeus untuk melihat Yesus bukan murni, hanya sekedar penasaran. Tapi menurut kami lebih dari sekedar penasaran saja, tetapi Zakeus masih memiliki benih-benih kebaikan dalam hatinya, dia masih punya hati untuk sesuatu hal yang baik. Kalau hal ini tidak ada, tentu dia tidak akan mau repot-repot memanjat pohon supaya bisa melihat Yesus. Coba kita banyangkan orang dewasa memanjat pohon dan bergelantungan di sana, di depan orang banyak hanya untuk melihat Yesus. Hal itukan tentu tidak wajar dan perbuatan yang memalukan. Namun ternyata hal yang ‘memalukan’ itu dilakukan oleh Yesus demi bisa melihat Yesus. Jelas ada kerinduan mendalam dalam diri Zakeus, sehingga dia melupakan harga dirinya, rasa malu. Kerinduan hatinya ini juga diketahui oleh Yesus, sehingga Yesus bukan hanya menyapa Zakeus supaya turun tetapi malah mengatakan bahwa Dia harus menginap di rumahnya. Kami yakin, Tuhan tahu bagaimana hati Zakeus sehingga tidak hanya menyapa tetapi malah mau tinggal dan makan di rumah zakeus yang dicap pendosa dan orang jahat.
Sikap Yesus ini memang aneh bagi pikiran orang-orang saat itu, juga tentu bagi kita sekarang ini. Karena biasanya ketika seseorang diberi cap jelak, cap itu tidak akan hilang dengan sendirinya, dan itu menyebabkan orang lain menyingkirkannya. Seorang napi, seringkali dianggap jahat dan harus ‘disingkirkan’ juga saat mereka bebas dari tahanan. Padahal, mungkin saja mereka masuk sel karena membela diri atau karena difitnah. Namun karena cap napi dianggap jahat sudah beredar dalam masyarakat dan berlaku umum, setiap napi itu dianggap jelak oleh orang-orang yang merasa baik. Oleh karena itulah, orang-orang saat itu begitu kaget dan protes ketika Yesus bertindah lain dari apa yang sudah berlaku umum. Sikap Yesus yang tidak ‘terikut-ikut’ dengan pandangan yang berlaku umum, dan sapaan Yesus yang penuh kasih ini, merupakan peristiwa luar biasa bagi zakeus dan ini mengubah hidupnya. Pertemuan dan merasakan cinta kasih Yesus, mampu mengubah semua hidupnya.
Injil yang kita dengarkan hari ini sungguh luar biasa indah. Apa yang dapat kita renungkan dari bacaan Injil hari ini?
Sebagaimana kami katakan dalam pengantar, seringkali orang dengan gampang mengorbankan harga dirinya untuk hal-hal duniawi, tetapi untuk hidup berimannya hal itu kurang tampak. Banyak diantara kita yang mengatakan sebagai orang beriman, tetapi tidak ada kerinduan dalam dirinya untuk ‘melihat’ dan bertemu dengan Yesus Tuhannya. Beriman seringkali dianggap hanya atribut belakan, bahkan hanya untuk mencari kesenangan. Dalam hal ini yang kami maksudkan adalah, orang demikian beragama atau menjalankan imannya, manakala dianggap menguntungkan dan tidak merasa sulit. Ketika dianggap sulit dan membutuhkan pengorbanan, mereka tidak menjalankannya. Sikap beriman juga harus tampak dalam kerinduan untuk melihat dan ‘bertemuan atau makan’ bersama dengan Yesus. Kerinduan itu tentu menuntut suatu sikap pengorbanan yang berani ‘melepaskan’ harga diri, kebanggaan diri. Melihat dan ingin bertemua dengan Yesus ini kita maksudkan dengan sikap kesungguhan untuk mengikuti Yesus Kristus. Dalam mengikuti Yesus Kristus, dari kita juga dituntut pengorbanan dalam arti harus berani melepas ‘kebanggaan-kebanggaan dunia yang ada pada kita’, dan bahkan harus berani tanpa rasa malu-malu mencari cara agar ‘melihat dan bertemua dengan Yesus’. Sehingga selama kita belum berkorban demi kerinduan itu, bisa dikatakan bahwa kita belum sungguh-sungguh beriman. Kesungguhan, kerinduan dan ketulusan kita untuk mengikuti Yesus akan membawa kita pada suatu suka cita merasakan cinta kasih Allah kita. Hal ini akan mengubah hidup kita. Nah, banyak orang mengatakan dirinya beriman, tetapi iman dan ‘pertemuannya’ dengan Yesus belum mengubah hidupnya seperti yang dikehendaki oleh Tuhan.
Hal lain yang bisa kita renungkan dan teladani adalah sikap Yesus yang tidak terikut-ikut dengan pandangan masyarakat yang belum tentu benar. Seringkali ketika kita mendengar cap jelak yang diberikan kepada seseorang, kitapun langsung mencap seseorang itu jelak dan kita singkirkan, padahal mungkin tidak demikian adanya. Mungkin kita juga dengan gampang memeri cap jelek kepada orang lain sehingga orang itu disingkirkan. Kita seringkali menganggap diri kita baik, karena kita tidak dipenjara, tidak terhukum atau tidak melakukan perbuatan jahat, padahal mungkin kita melakukan hal yang sama, hanya mungkin belum ketahuan orang atau bentuknya lain. Karena sikap itu, kita seringkali menganggap orang lain jahat dan harus disingkirkan, bahkan mungkin menyebarkannya kepada orang lain. Mari kita teladani sikap Yesus, memandang dan bergaul dengan manusia bukan menurut apa katak orang atau tidak terpengaruh dengan cap jelak yang diberikan oleh orang kepada seseorang. Yesus memandang zakeus demikian juga kita manusia sebagai anak-anakNya yang harus dikasihi dan diselamatkan. Kitapun dapat melakukan hal yang sama, dengan tidak dengan gampang mengangap orang lain jelek tetapi kita berani memandang orang lain sesame kita, anak-anak Allah yang mendambakan kasih dan juga harus diselamatkan. Mungkin kita tidak bisa bersikap seperti Yesus yang menyapa dan berteman dengan zakeus, yakni dengan menyapa dan bergaul dengan orang-orang yang ‘tersingkir’ atau disingkirkan’, tetapi paling tidak kita tidak membencin dan menyingkirkan mereka. Tetapi sebagai pengikut Kristus, kita tentunya ikut ‘mencari, menyapa dan bergaul’ dengan orang-orang yang disingkirkan. Banyak di lingkungan kita yang merasa tersingkir atau disingkirkan, beranikah kita mencari, menyapa dan bergaul dan pada akhirnya membantu mereka untuk kembali ke pangkuan Allah?
REFLEKSI PRIBADI:
1. Adakah kerinduan kita untuk ‘melihat dan bertemua’ dengan Yesus.
2. Apakah ‘pertemuan’ dan iman kita akan Yesus, sudah mengubah hidup kita?
3. Sudah adakah orang yang kita singkirkan dan sudah berapa orang?
4. Mari kita membawa cinta kasih Tuhan, kepada sesame yang ‘disingkirkan dan tersingkir’.
Seringkali orang untuk mencapai sesuatu yang merupakan keinginannya, rela melakukan apa saja. Seorang pejabat rela menjadi ‘budak’ atasan atau menjilat atasan, demi mendapatkan keinginannya. Lebih parah lagi, ada orang yang menjadi ‘budak setan’ demi beroleh kekayaan atau pangkat. Pada saat demikian orang bisa ‘melupakan’ harga dirinya dean bahkan ‘menjual’ harga dirinya sebagai pribadi yang bermartabat. Hanya sayang, hal ini hanya berlaku untuk mengejar hal yang duniawi.
Adapula kebiasaan yang terjadi yakni orang menyimpulkan sesuatu hal hanya berdasarkan pengalaman tertentu atau karena perilaku orang-orang tertentu. Tetapi hal itu menjadi berlaku secara umum, padahal belum tentu demikian adanya. Mialnya, karena ulah seseorang pejabat perpajakan yang koruptor, orang langsung mengambil kesimpulan bahwa yang kerja di instansi demikian, semuanya pasti koruptor. Bahkan mengatakanbahwa semua orang yang bekerja di instansi pemerintahan dianggap ‘bejat’, koruptor. Padahal belum tentu semuanya demikian, dan padahal pasti masih banyak orang yang punya hari tulus dan murni. Sehingga karena fenomena demikian, mereka langsung dihukum oleh banyak orang karena ulah orang-orang tertentu yang mengangap dirinya bersih dan baik. Padahal mungkin kita tidak melakukan seperti yang mereka lakukan, tetapi melakukan hal yang sama hanya bentuknya lain.
PERMENUNGAN
Kisah yang kita dengar hari ini sungguh menarik dan sungguh mewakili fenomena yang ada dalam kehidupan sekarang. Dalam injil yang kita dengar hari ini, ditampilkan seorang tokoh yang dianggap pendosa, orang yang disingkirkan karena pekerjaannya. Apakah memang dia seperti yang dianggap orang pada saat itu? Kita tidak tahu, yang jelas Zakeus dianggap orang berdosa, orang jahat dan harus disingkirkan dalam kehidupan bersama. Namun menarik bahwa Injil menceritakan bahwa dia mempunyai kerinduan hati yang mendalam, dia masih punya hati untuk sesuatu hal yang baik. Hal itu dinyatakan dengan meneritakan kerinduan dia untuk melihat Yesus, yang tentunya sudah dia dengar kabar berita tentang Yesus. Dalam hal ini, tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa keinginan Zakeus untuk melihat Yesus bukan murni, hanya sekedar penasaran. Tapi menurut kami lebih dari sekedar penasaran saja, tetapi Zakeus masih memiliki benih-benih kebaikan dalam hatinya, dia masih punya hati untuk sesuatu hal yang baik. Kalau hal ini tidak ada, tentu dia tidak akan mau repot-repot memanjat pohon supaya bisa melihat Yesus. Coba kita banyangkan orang dewasa memanjat pohon dan bergelantungan di sana, di depan orang banyak hanya untuk melihat Yesus. Hal itukan tentu tidak wajar dan perbuatan yang memalukan. Namun ternyata hal yang ‘memalukan’ itu dilakukan oleh Yesus demi bisa melihat Yesus. Jelas ada kerinduan mendalam dalam diri Zakeus, sehingga dia melupakan harga dirinya, rasa malu. Kerinduan hatinya ini juga diketahui oleh Yesus, sehingga Yesus bukan hanya menyapa Zakeus supaya turun tetapi malah mengatakan bahwa Dia harus menginap di rumahnya. Kami yakin, Tuhan tahu bagaimana hati Zakeus sehingga tidak hanya menyapa tetapi malah mau tinggal dan makan di rumah zakeus yang dicap pendosa dan orang jahat.
Sikap Yesus ini memang aneh bagi pikiran orang-orang saat itu, juga tentu bagi kita sekarang ini. Karena biasanya ketika seseorang diberi cap jelak, cap itu tidak akan hilang dengan sendirinya, dan itu menyebabkan orang lain menyingkirkannya. Seorang napi, seringkali dianggap jahat dan harus ‘disingkirkan’ juga saat mereka bebas dari tahanan. Padahal, mungkin saja mereka masuk sel karena membela diri atau karena difitnah. Namun karena cap napi dianggap jahat sudah beredar dalam masyarakat dan berlaku umum, setiap napi itu dianggap jelak oleh orang-orang yang merasa baik. Oleh karena itulah, orang-orang saat itu begitu kaget dan protes ketika Yesus bertindah lain dari apa yang sudah berlaku umum. Sikap Yesus yang tidak ‘terikut-ikut’ dengan pandangan yang berlaku umum, dan sapaan Yesus yang penuh kasih ini, merupakan peristiwa luar biasa bagi zakeus dan ini mengubah hidupnya. Pertemuan dan merasakan cinta kasih Yesus, mampu mengubah semua hidupnya.
Injil yang kita dengarkan hari ini sungguh luar biasa indah. Apa yang dapat kita renungkan dari bacaan Injil hari ini?
Sebagaimana kami katakan dalam pengantar, seringkali orang dengan gampang mengorbankan harga dirinya untuk hal-hal duniawi, tetapi untuk hidup berimannya hal itu kurang tampak. Banyak diantara kita yang mengatakan sebagai orang beriman, tetapi tidak ada kerinduan dalam dirinya untuk ‘melihat’ dan bertemu dengan Yesus Tuhannya. Beriman seringkali dianggap hanya atribut belakan, bahkan hanya untuk mencari kesenangan. Dalam hal ini yang kami maksudkan adalah, orang demikian beragama atau menjalankan imannya, manakala dianggap menguntungkan dan tidak merasa sulit. Ketika dianggap sulit dan membutuhkan pengorbanan, mereka tidak menjalankannya. Sikap beriman juga harus tampak dalam kerinduan untuk melihat dan ‘bertemuan atau makan’ bersama dengan Yesus. Kerinduan itu tentu menuntut suatu sikap pengorbanan yang berani ‘melepaskan’ harga diri, kebanggaan diri. Melihat dan ingin bertemua dengan Yesus ini kita maksudkan dengan sikap kesungguhan untuk mengikuti Yesus Kristus. Dalam mengikuti Yesus Kristus, dari kita juga dituntut pengorbanan dalam arti harus berani melepas ‘kebanggaan-kebanggaan dunia yang ada pada kita’, dan bahkan harus berani tanpa rasa malu-malu mencari cara agar ‘melihat dan bertemua dengan Yesus’. Sehingga selama kita belum berkorban demi kerinduan itu, bisa dikatakan bahwa kita belum sungguh-sungguh beriman. Kesungguhan, kerinduan dan ketulusan kita untuk mengikuti Yesus akan membawa kita pada suatu suka cita merasakan cinta kasih Allah kita. Hal ini akan mengubah hidup kita. Nah, banyak orang mengatakan dirinya beriman, tetapi iman dan ‘pertemuannya’ dengan Yesus belum mengubah hidupnya seperti yang dikehendaki oleh Tuhan.
Hal lain yang bisa kita renungkan dan teladani adalah sikap Yesus yang tidak terikut-ikut dengan pandangan masyarakat yang belum tentu benar. Seringkali ketika kita mendengar cap jelak yang diberikan kepada seseorang, kitapun langsung mencap seseorang itu jelak dan kita singkirkan, padahal mungkin tidak demikian adanya. Mungkin kita juga dengan gampang memeri cap jelek kepada orang lain sehingga orang itu disingkirkan. Kita seringkali menganggap diri kita baik, karena kita tidak dipenjara, tidak terhukum atau tidak melakukan perbuatan jahat, padahal mungkin kita melakukan hal yang sama, hanya mungkin belum ketahuan orang atau bentuknya lain. Karena sikap itu, kita seringkali menganggap orang lain jahat dan harus disingkirkan, bahkan mungkin menyebarkannya kepada orang lain. Mari kita teladani sikap Yesus, memandang dan bergaul dengan manusia bukan menurut apa katak orang atau tidak terpengaruh dengan cap jelak yang diberikan oleh orang kepada seseorang. Yesus memandang zakeus demikian juga kita manusia sebagai anak-anakNya yang harus dikasihi dan diselamatkan. Kitapun dapat melakukan hal yang sama, dengan tidak dengan gampang mengangap orang lain jelek tetapi kita berani memandang orang lain sesame kita, anak-anak Allah yang mendambakan kasih dan juga harus diselamatkan. Mungkin kita tidak bisa bersikap seperti Yesus yang menyapa dan berteman dengan zakeus, yakni dengan menyapa dan bergaul dengan orang-orang yang ‘tersingkir’ atau disingkirkan’, tetapi paling tidak kita tidak membencin dan menyingkirkan mereka. Tetapi sebagai pengikut Kristus, kita tentunya ikut ‘mencari, menyapa dan bergaul’ dengan orang-orang yang disingkirkan. Banyak di lingkungan kita yang merasa tersingkir atau disingkirkan, beranikah kita mencari, menyapa dan bergaul dan pada akhirnya membantu mereka untuk kembali ke pangkuan Allah?
REFLEKSI PRIBADI:
1. Adakah kerinduan kita untuk ‘melihat dan bertemua’ dengan Yesus.
2. Apakah ‘pertemuan’ dan iman kita akan Yesus, sudah mengubah hidup kita?
3. Sudah adakah orang yang kita singkirkan dan sudah berapa orang?
4. Mari kita membawa cinta kasih Tuhan, kepada sesame yang ‘disingkirkan dan tersingkir’.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.