Moderasi Islam dinilai bisa redakan konflik
Saat ini ada kecenderungan sebagian umat Islam menggunakan kekerasan. Kecenderungan itu bukan hanya diterapkan kepada umat Islam, tetapi juga umat lainnya. Oleh karena itu, Indonesia harus bisa kembali pada nilai-nilai Pancasila yang telah menjadi ideologi negara.
“Saya ajak orang-orang yang berlabel Islam, tapi nyatanya melakukan tindakan kekerasan, untuk kembali lagi kepada ajaran Islam, yang menghormati agama lain,” kata Duta Besar Mesir untuk Indonesia Ahmed El Kewaisny, di sela-sela Multaqa Nasional II dan Seminar Internasional tentang Moderasi Islam, belum lama ini seperti dilansir sinarharapan.com.
Seminar ini diadakan oleh alumni Universitas Al Azhar, Kairo.
Menurut Menteri Agama Suryadharma Ali, Indonesia sebenarnya bisa menunjukkan kerukunan agama yang bagus. Salah satu contohnya adalah pelaksanaan MTQ di Kota Ambon dan Pesprawi di Sulawesi Tenggara (Sulteng).
MTQ di Ambon sangat didukung kalangan nonmuslim. Begitu juga sebaliknya, Pesprawi mendapatkan dukungan dari muslim. Hampir 90 persen panitia Pesprawi adalah muslim. “Cuma kita sering dikapitalisasi oleh hal-hal kecil,” katanya.
Meski demikian, ia mengakui, saat ini dakwah tidak memperhatikan kondisi sosial dan budaya, sehingga berujung pada kekerasan dan konflik. Padahal, tindakan seperti ini bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama dan beribadah sesuai dengan agama masing-masing.
Dia menambahkan, ada dua tantangan besar Islam Indonesia. Tantangan itu adalah kecenderungan kelompok yang makin ekstrem, yang menganggap dirinya paling benar dan sering menyalahkan pihak lain.
Di sisi lain, ada juga kecenderungan umat Islam yang makin longgar dan makin tunduk pada budaya barat, sehingga nilai-nilai Islam terkubur. “Dalam konteks inilah pentingnya pembahasan sekaligus pemahaman dan praktik moderasi Islam agar posisi umat Islam tetap berada di tengah atau moderat,” katanya.
Sementara itu, alumnus Al Azhar Zainul Majdi menambahkan, umat Islam harus lebih banyak menerapkan konsep dan pemahaman Islam yang moderat. Ajaran itu tidak hanya menghargai aliran lain di dalam Islam, tetapi juga umat beragama lain.
“Jadi, jika pemahaman Islam yang moderat atau lebih sering disebut moderasi Islam, gesekan maupun konflik tidak akan terjadi. Karena itu, konsep Islam yang moderat harus lebih kokoh menghujam di bumi Indonesia,” kata Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Menurutnya, kokohnya pemahaman moderasi Islam akan berimbas pada perilaku umat yang menjunjung tinggi perbedaan dan toleransi.
Hasil penelitian alumni Al Azhar yang tersebar di seluruh Tanah Air, menemukan fakta, masalah terkait pemahaman dan implementasi Islam yang kurang moderat, menyebabkan munculnya benih-benih konflik. Karena itu, alumni Al Azhar menegaskan perlunya pemahaman dan implementasi lebih jauh mengenai moderasi Islam.
Ditanya soal langkah untuk meredakan konflik bernuansa agama, dia berpendapat para ulama dan tokoh masyarakat supaya lebih sering menyuarakan pentingnya moderasi Islam dan mengeliminasi paham-paham kebebasan tanpa batas, klaim paling benar dan fitnah serta menyalahkan pihak lain.
Pandangan yang sama disampaikan Wakil Mufti Besar Mesir, Prof Mohammad Anwar Salabi dan Wakil Rektor Universitas Al Azhar, Prof Hasan Awad. Mereka menegaskan moderasi Islam perlu lebih diterapkan di Indonesia, mengingat negara ini terdiri atas berbagai suku, agama, dan ras.
Disadur dari: indonesia.ucanews.com
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.