RENUNGAN HARI BIASA: PEKAN BIASA IX
Sabtu 9 Juni 2012
(Efrem, Yosef de Anchieta
2Tim 4:1-8, Mzm 71:8-9,14-15a,16-17,22, Mrk 12:38-44
BACAAN INJIL:
Dalam pengajaran-Nya Yesus berkata: "Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat."
Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya."
RENUNGAN:
Injil hari ini seakan membicarakan 2 hal yang tidak berhubungan. Pada bagian pertama Yesus mengingatkan para murid agar berhati-hati terhadap ahli-ahli Taurat yang suka pamer perbuatan baik, suka dipuji, mencari kehormatan, pamer doa tetapi mereka juga melakukan perbuatan jahat terhadap janda-janda miskin. Lalu pada bagian kedua Yesus berbicara tentang janda miskin yang memasukkan dua peser, yaiti satu duit ke dalam peti persembahan dan Yesus memuji persembahan janda itu dibandingkan dengan persembahan orang kaya yang pasti lebih banyak.
Di bagian pertama Yesus mencela perilaku ahli-ahli Taurat, tetapi dibagian kedua Yesus memuji seorang janda miskin.
Sepintas memang seakan keduanya tidak sambung. Namun jelas keduanya berkaitan. Lewat kedua cerita ini Yesus mengajarkan kepada para murid agar para murid tidak meneladan hidup ahli-ahli Taurat tetapi hendaknya meniru janda miskin itu. Yesus dengan jelas mau mengatakan bahwa hidup orang beriman hendaknya tidak sepeti ahli-ahli Taurat karena mereka itu melukan perbuatan baik atau melakukan hidup agamanya tidak dengan tulus karena iman kepada Tuhan, karena mereka melakukannya demi mencari penghormatan dari orang lain. Ketidak tulusan mereka itu juga nyata dalam hidup mereka yang kelihatan saleh tetapi ternyata mereka membuat orang lain menderita, sehingga apa yang mereka lakukan adalah untuk menutupi kejahatan mereka.
Yesus memuji janda miskin itu dan mengajak agar para murid meneladan janda miskin itu.
Janda miskin itulah gambaran orang yang beriman. Janda itu memang hanya memberi satu duit, jumlahnya tidak banyak tetapi hanya itu yang dia berikan, dia memberikan apa yang ada padanya. Dalam hal ini jelas bukan hanya menggambarkan pemberian uang yang jumlahnya tidak seberapa tetapi kedalaman iman janda itu, pemberian dirinya yang total kepada Allah. Janda itu memberikan semua uang yang ada padanya, sehingga dia tidak punya uang lagi untuk membeli makanan atau kebutuhannya. Namun dia tidak takut akan hal itu, tidak khawatir bagaimana hidupnya setelah memberikan semua uang yang ada padanya. Mengapa dia berbuat demikian? Tentu dia berbuat demikian karena dia percaya bahwa Tuhan akan mencukupkan apa yang dia perlukan, sehingga dia tidak takut dan tidak khawatir akan hidupnya walau dia memberikan semuanya. Dialah gambaran orang beriman, berani memberi yang terbaik pada Tuhan, tidak mencari kehormatan diri, dan juga percaya akan penyelenggaraan Tuhan dalam hidupnya.
Oleh karena itulah Yesus memuji janda itu, bukan hanya soal jumlah uang yang diberikannya, tetapi pemberian itu merupakan ungkapan imannya yang mendalam.
Yesus mengajak kita untuk melihat dan meneladan kedalaman iman janda miskin itu. Jadi jelas bukan hanya soal pemberian tetapi kedalam iman, memberi karena iman, bukan karena mau mencari hormat, bukan memberi karena berkelebihan.
Dalam hal memberi seringkali orang mengatakan, “Bukan soal banyaknya yang kita berikan, tetapi ketulusan hati. Walaupun sedikit yang kita berikan, kan yang penting tulus.” Ungkapan ini memang ada benarnya juga. Namun apakah masih bisa dikatakan tulus bila kita memberi sedikit dari banyak yang ada pada kita? Apakah pemberian kita itu tulus bila kita memberi yang paling jelek dari banyak yang bagus yang ada pada kita?
Seringkali ungkapan di atas menjadi pembelaan diri senjata kita untuk membela diri kita yang memang pelit. Kita lebih senang mendapat daripada memberi. Kita sering mengharapkan banyak dari Tuhan tetapi pelit memberi kepada Tuhan. Memberi dalam artian ini tidak hanya soal uang atau harta tetapi dalam arti yang lebih luas. Kita seringkali memang pelit memberi baik kepada Tuhan maupun kepada sesama. Seringkali kita begitu pelit memberi waktu untuk berdoa atau mengikuti kegiatan ibadah, tetapi kita begitu mudah memberi waktu untuk kesenangan pribadi entah itu pada pekerjaan. Kalau acara doa atau ibadah minggu sedikit panjang, kita langsung gelisah dan bosa, tetapi kita punya banyak waktu yang bisa kita luangkan untuk kegiatan kesenangan atau bersenang-senang.
Kita juga sering kali pelit untuk memberi persembahan kepada Gereja, untuk kegiatan gereja, untuk kegiatan sosial dan juga untuk pembangunan Gereja, tetapi kita bisa dengan mudah menghabiskan uang untuk kesenangan pribadi, misalnya menghabiskan banyak untuk makan enak, rekreasi, belanja barang-barang mewah, pesiar ke sana kemari dan untuk kesenangan lain. Bahkan banyak terjadi biaya yang dikeluarkan untuk makan dan perawatan anjing peliharaannya jauh lebih besar daripada persembahannya untuk Gereja. Uang yang dihabiskan untuk membeli makanan anjingnya sangat jauh lebih banyak daripada uang yang diberikan untuk gereja atau pembangunan Gereja.
Coba kita jujur akan diri kita dan bertanya, “Apakah memang kita termasuk orang yang pelit memberi, lebih senang mendapatkan?” Kalau memang itulah diri kita, baiklah kita segera bertobat, karena Yesus memuji hidup seperti janda miskin itu.
Namun kita juga hendaknya waspada, jangan kita seperti ahli-ahli Taurat yang melakukan hidup iman mereka bukan dengan tulus, bukan karena iman, tetapi karena ingin mendapat penghormatan dari orang lain. Bahkan perbuatan mereka itu hanya untuk menutupi kejahatan mereka. Sehingga bila kita memberi dan pemberian kita itu besar, kita hendaknya melakukannya dengan tulus, tidak untuk dipuji dan mendapat penghormatan dari orang lain. Dengan kata lain, lakukanlah semuanya itu dengan tulus hati, karena iman bukan karena ingin mendapat menghormatan. Sebab Tuhan pasti akan memuji perbuatan baik yang kita lakukan karena iman. Amin.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.