Romo Magnis: Demokrasi Indonesia seperti toko swalayan
Pakar filsafat politik Romo Franz Magnis-Suseno SJ mengatakan bahwa demokrasi di Indonesia bisa dianalogikan seperti toko swalayan, yang hanya melayani orang yang mempunyai uang.
“Di swalayan, kalau Anda tidak punya uang, maka pelayan toko tidak akan mendengarkan apapun permintaan Anda. Demikian pula demokrasi kita, hanya mereka yang punya modal materi lebih yang bisa berkuasa di negeri ini,” kata Romo Magnis dalam seminar “Sarasehan Kebangsaan” di Jakarta, Selasa (14/2), seperti dilansir SP.
Romo Magnis menjelaskan bahwa dalam logika swalayan, pembeli adalah raja yang dilayani oleh penjual. Penjual dalam konteks demokrasi Indonesia, menurutnya, adalah rakyat Indonesia, merekalah yang akan melayani kebutuhan politisi yang membeli suara masyarakat.
“Padahal ide utama demokrasi adalah keterwakilan. Politisi adalah wakil yang seharusnya melayani kebutuhan orang yang diwakilinya, bukan sebaliknya,” kata pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Diyarkara Jakarta tersebut.
Dalam seminar yang diadakan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia tersebut, Romo Magnis mengatakan bahwa demokrasi toko swalayan telah menyebabkan adanya ketidaktenangan di masyarakat.
“Memang ekonomi kita bagus, pertumbuhan maju terus, kemiskinan juga tidak terlalu ekstrem. Namun konflik sosial di daerah soal tanah seperti di Mesuji dan Bima menunjukkan bahwa masyarakat tidak tenang dan puas dengan kondisi ini,” lanjutnya.
Dia kemudian mengatakan bahwa ketidaktenangan masyarakat itu disebabkan oleh demokrasi yang dikorupsi, yaitu demokrasi yang menempatkan uang sebagai prinsip dasar interaksi politik.
Disadur dari: www.cathnewsindonesia.com
“Di swalayan, kalau Anda tidak punya uang, maka pelayan toko tidak akan mendengarkan apapun permintaan Anda. Demikian pula demokrasi kita, hanya mereka yang punya modal materi lebih yang bisa berkuasa di negeri ini,” kata Romo Magnis dalam seminar “Sarasehan Kebangsaan” di Jakarta, Selasa (14/2), seperti dilansir SP.
Romo Magnis menjelaskan bahwa dalam logika swalayan, pembeli adalah raja yang dilayani oleh penjual. Penjual dalam konteks demokrasi Indonesia, menurutnya, adalah rakyat Indonesia, merekalah yang akan melayani kebutuhan politisi yang membeli suara masyarakat.
“Padahal ide utama demokrasi adalah keterwakilan. Politisi adalah wakil yang seharusnya melayani kebutuhan orang yang diwakilinya, bukan sebaliknya,” kata pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Diyarkara Jakarta tersebut.
Dalam seminar yang diadakan oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia tersebut, Romo Magnis mengatakan bahwa demokrasi toko swalayan telah menyebabkan adanya ketidaktenangan di masyarakat.
“Memang ekonomi kita bagus, pertumbuhan maju terus, kemiskinan juga tidak terlalu ekstrem. Namun konflik sosial di daerah soal tanah seperti di Mesuji dan Bima menunjukkan bahwa masyarakat tidak tenang dan puas dengan kondisi ini,” lanjutnya.
Dia kemudian mengatakan bahwa ketidaktenangan masyarakat itu disebabkan oleh demokrasi yang dikorupsi, yaitu demokrasi yang menempatkan uang sebagai prinsip dasar interaksi politik.
Disadur dari: www.cathnewsindonesia.com
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.