Belajar dari “Soegija” dalam membangun bangsa dan Gereja
Bagi orang Katolik, menghayati agama tak bisa terlepas dari tuntutan untuk berpartisipasi aktif membangun bangsa dan tidak bisa mengambil jarak dari persoalan yang ada di sekitar.
Poin ini menjadi inti sari dialog di Gedung KWI, Jakarta, kemarin, menyambut film “Soegija”, sebuah film yang berkisah tentang peran Mgr Soegijapranata, uskup agung pribumi pertama di Indonesia
Dialog ini diikuti oleh para sejarahwan, artis, produser film dan kaum religius menggali nilai-nilai kebangsaan, yang telah dihidupi oleh Soegija selama ia menjadi uskup.
“Soegija menjadi tokoh penting baik bagi Gereja maupun negara. Semboyannya yang terkenal ‘menjadi seratus persen Katolik, seratus persen Indonesia’ menginspirasi kita untuk menghayati agama sekaligus berperan serta dalam membangun bangsa,” demikian Romo Antonius Benny Susetyo, Sekertaris Eksekutif Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia
”Untuk konteks sekarang pun orang Katolik tidak bisa tidak mesti terlibat dalam persoalan bangsa. Jangan lagi menganggap diri sebagai minoritas. Mari kita bersama-sama membangun bangsa ini,” ajak Romo Benny.
Namun, hal itu, lanjutnya, hanya bisa dilakukan jika orang Katolik membuka diri dan menyikapi realitas keberagaman dengan arif, tak memisahkan diri dari persoalan bangsa saat ini, seperti kemiskinan, korupsi, intoleransi dan kekerasan.
Garin Nugroho, seorang Muslim dan sutradara film tersebut menegaskan, Soegija menjadi contoh sosok humanis dan pejuang multikultur yang melampaui sekat-sekat agama.
“Film itu tidak hanya berbicara tentang agama Katolik melainkan lebih banyak tentang pesan universal dan kemanusiaan,” kata Garin, sutradara yang pada tahun 2009 diundang Paus Benediktus XVI dalam pertemuan dengan 500 seniman dari seluruh dunia di Roma.
Sementara Olga Lidya, seorang artis yang terlibat dalam film ini berharap teladan yang ditampilkan Soegija bisa kembali dihidupkan saat ini.
Ia terkesan dengan usaha Soegija dalam memperjuangakan perdamaian. “Opsi Soegija untuk menghentikan kekerasan perlu dihidupkan lagi,” ujar Olga
Ia mengaku begitu terkesan dengan salah satu adegan dalam film ini ketika terjadi perang. ”Saya akhirnya tidak mengerti bila ada orang yang mau menyelesaikan setiap persoalan dengan cara kekerasan,” katanya.
Menurutnya, film ini bisa menjadi bahan pendidikan untuk mencintai perdamaian dan menolak semua bentuk kekerasan.
Sementara itu, menurut Uskup Agung Jakarta Mgr Ignatius Suharyo, langkah yang diambil Soegija adalah bentuk perwujudan kerahiman Allah.
Dalam konteks sekarang, kata uskup agung itu, semua upaya terutama yang dilakukan dan diperjuangkan oleh orang-orang Katolik, entah sebagai religius atau sebagai awam dalam upaya menciptakan kebaikan bersama atau bonum commune adalah bagian dari upaya perwujudan kehendak Allah.
”Komitmen kita untuk membangun bangsa adalah bagian dari panggilan iman, sehingga iman yang kita hayati juga mendatangkan buah bagi orang lain. Dan, itulah yang juga dahulu dipraktekkan oleh Soegija,” kata prelatus itu.
Film ini bakal ditayangkan mulai 7 Juni di bioskop-bioskop XXI di Jakarta.
Oleh Ryan Dagur, Jakarta
Disadur dari: indonesia.ucanews.com
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.