RENUNGAN HARIAN: Rabu 1 Februari 2012
MASA BIASA TAHUN B: Pekan IV:
(Kandelaria dr SJosef, Maria Anna Vaillot, Odilia Baumgarten)
2Sam 24:2,9-17, Mzm 32:1-2,5,6,7, Mrk 6:1-6
MASA BIASA TAHUN B: Pekan IV:
(Kandelaria dr SJosef, Maria Anna Vaillot, Odilia Baumgarten)
2Sam 24:2,9-17, Mzm 32:1-2,5,6,7, Mrk 6:1-6
BACAAN INJIL:
Kemudian Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya." Ia tidak dapat mengadakan satu mujizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka. (6-6b) Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.
RENUNGAN:
Ada lirik lagu yang berjudul Anak Medan yang mengatakan, “Biar kambing di kampung sendiri, tapi banteng di kampung lawan.” Secara harafiah diartikan, bahwa biarpun di kampung tidak dihargai orang kampung, dianggap kambing, tetapi di kampung orang lain dia dianggap banteng, atau dihargai. Lirik lagu ini tentu merupakan ungkapan dari pengalaman hidup selama ini. Seringkali seseorang tidak dihargai di kampung halamannya, yang mungkin karena status sosialnya rendah padahal pendidikannya tinggi, atau karena berasal dari keluarga miskin, tetapi di tempat orang lain seseorang itu begitu dihargai.
Itu pulalah yang dialami oleh Yesus ketika Dia pulang ke kampung halaman-Nya. Orang-orang sekapung-Nya begitu takjub melihat dan mendengar pengajaran Yesus dan mereka juga sudah mendengar perbuata-perbuatan mukjizat yang telah dilakukan oleh Yesus di tempat lain. Namun Mereka akhirnya menolak Yesus karena melihat status sosial keluarga Yesus. Yesus sungguh dihormati di tempat lain, tetapi tidak dihormati di tempat asal-Nya. Sehingga pada akhirnya Yesus tidak berbuat apa-apa di kampung halaman-Nya. Menolak kehadiran Yesus, berarti menolak keselamatan Allah.
Dalam kehidupan beriman kita juga sering bersikap demikian. Terkadang sabda Yesus yang disampaikan tidak masuk akal bagi pikiran kita atau tidak sesuai dengan kehendak kita. Demikian juga ajaran Yesus yang disampaikan Gereja kadang kita anggap tidak logis, tidak sesuai dengan kehendak kita, sehingga kita menolak tidak taat dan tidak melaksanakannya. Hal ini sudah sering terjadi. Tidak sedikit orang yang menganggap sabda Yesus tidak masuk akal, tidak sesuai dengan zamannya. Banyak juga orang yang menganggap bahwa ajaran Gereja Katolik tidak masuk akal, tidak sesuai dengan zaman saat ini dan tidak sesuai dengan kehendaknya, sehingga tidak melaksanakannya dan bahkan tidak sedikit yang pindah ke Gereja lain, yang meraka anggap sesuai dengan keinginan hatinya dan menganggap itu sesuai dengan zaman sekarang ini. Hal ini tentu menyedihkan, karena itu berarti mereka beriman mau mengikuti keinginan sendiri, keinginan dunia, bukan mau mengikuti kehendak Tuhan. Dalam beriman kita, mau mengikuti kehendak dan selera Tuhan karena itulah jaminan keselamatan kita, juga bukan mengikuti kehendak atau selera kita. Menolak ajaran Yesus yang juga diajarkan oleh Gereja Katolik, itu berarti kita menolak keselamatan Allah.
Relasa dengan sesama juga seringkali dengan kacamata status. Artinya kita memandang orang lain bukan karena orang itu sesama kita, bukan pula karena kata-kata dan perbuatannnya yang baik, tetapi melihat bagaimana status orang itu. Makanya tidak jarang, bila kata-kata yang baik disampaikan orang yang status ekonominya rendah, kita tidak mau mendengarnya bahkan mencibirkannya, tetapi bila kata yang sama disampaikan oleh seseorang yang status ekonominya tinggi, kita mangguk-mangguk mendengarkannya. Padahal belum tentu kata-kata yang baik, yang disampaikan pejabat atau orang yang status ekonominya tinggi, itu keluar dari hati dan perbuatannya, umumnya itu hanya penghias bibir saja, tetapi kita menerimanya. Sedangkan kata-kata yang baik yang disampaikan orang yang miskin dan keluar dari hati serta penghayatannya, kita dengan mudah menolaknya. Dari sebab itu, pernah ada satu stasi yang menolak seorang vorhanger (ketua stasi) bukan karena orang tidak baik, tidak rajin dan tidak mau, tetapi karena dia orang yang miskin. Nah, hal demikian hendaknya tidak menjadi pola hidup dan pola pikir para pengikut Kristus. Hendaknya kita memandang sesama kita bukan berdasarkan statusnya, tetapi memandang orang lain adalah sesama saudara kita sendiri. Amin.
Kemudian Yesus berangkat dari situ dan tiba di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. Pada hari Sabat Ia mulai mengajar di rumah ibadat dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia dan mereka berkata: "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: "Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya." Ia tidak dapat mengadakan satu mujizatpun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka. (6-6b) Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.
RENUNGAN:
Ada lirik lagu yang berjudul Anak Medan yang mengatakan, “Biar kambing di kampung sendiri, tapi banteng di kampung lawan.” Secara harafiah diartikan, bahwa biarpun di kampung tidak dihargai orang kampung, dianggap kambing, tetapi di kampung orang lain dia dianggap banteng, atau dihargai. Lirik lagu ini tentu merupakan ungkapan dari pengalaman hidup selama ini. Seringkali seseorang tidak dihargai di kampung halamannya, yang mungkin karena status sosialnya rendah padahal pendidikannya tinggi, atau karena berasal dari keluarga miskin, tetapi di tempat orang lain seseorang itu begitu dihargai.
Itu pulalah yang dialami oleh Yesus ketika Dia pulang ke kampung halaman-Nya. Orang-orang sekapung-Nya begitu takjub melihat dan mendengar pengajaran Yesus dan mereka juga sudah mendengar perbuata-perbuatan mukjizat yang telah dilakukan oleh Yesus di tempat lain. Namun Mereka akhirnya menolak Yesus karena melihat status sosial keluarga Yesus. Yesus sungguh dihormati di tempat lain, tetapi tidak dihormati di tempat asal-Nya. Sehingga pada akhirnya Yesus tidak berbuat apa-apa di kampung halaman-Nya. Menolak kehadiran Yesus, berarti menolak keselamatan Allah.
Dalam kehidupan beriman kita juga sering bersikap demikian. Terkadang sabda Yesus yang disampaikan tidak masuk akal bagi pikiran kita atau tidak sesuai dengan kehendak kita. Demikian juga ajaran Yesus yang disampaikan Gereja kadang kita anggap tidak logis, tidak sesuai dengan kehendak kita, sehingga kita menolak tidak taat dan tidak melaksanakannya. Hal ini sudah sering terjadi. Tidak sedikit orang yang menganggap sabda Yesus tidak masuk akal, tidak sesuai dengan zamannya. Banyak juga orang yang menganggap bahwa ajaran Gereja Katolik tidak masuk akal, tidak sesuai dengan zaman saat ini dan tidak sesuai dengan kehendaknya, sehingga tidak melaksanakannya dan bahkan tidak sedikit yang pindah ke Gereja lain, yang meraka anggap sesuai dengan keinginan hatinya dan menganggap itu sesuai dengan zaman sekarang ini. Hal ini tentu menyedihkan, karena itu berarti mereka beriman mau mengikuti keinginan sendiri, keinginan dunia, bukan mau mengikuti kehendak Tuhan. Dalam beriman kita, mau mengikuti kehendak dan selera Tuhan karena itulah jaminan keselamatan kita, juga bukan mengikuti kehendak atau selera kita. Menolak ajaran Yesus yang juga diajarkan oleh Gereja Katolik, itu berarti kita menolak keselamatan Allah.
Relasa dengan sesama juga seringkali dengan kacamata status. Artinya kita memandang orang lain bukan karena orang itu sesama kita, bukan pula karena kata-kata dan perbuatannnya yang baik, tetapi melihat bagaimana status orang itu. Makanya tidak jarang, bila kata-kata yang baik disampaikan orang yang status ekonominya rendah, kita tidak mau mendengarnya bahkan mencibirkannya, tetapi bila kata yang sama disampaikan oleh seseorang yang status ekonominya tinggi, kita mangguk-mangguk mendengarkannya. Padahal belum tentu kata-kata yang baik, yang disampaikan pejabat atau orang yang status ekonominya tinggi, itu keluar dari hati dan perbuatannya, umumnya itu hanya penghias bibir saja, tetapi kita menerimanya. Sedangkan kata-kata yang baik yang disampaikan orang yang miskin dan keluar dari hati serta penghayatannya, kita dengan mudah menolaknya. Dari sebab itu, pernah ada satu stasi yang menolak seorang vorhanger (ketua stasi) bukan karena orang tidak baik, tidak rajin dan tidak mau, tetapi karena dia orang yang miskin. Nah, hal demikian hendaknya tidak menjadi pola hidup dan pola pikir para pengikut Kristus. Hendaknya kita memandang sesama kita bukan berdasarkan statusnya, tetapi memandang orang lain adalah sesama saudara kita sendiri. Amin.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.