Minggu 24 Oktober 2010 MINGGU XXX/C/2010
Sir 35:12-14.16-18 2 Tim 4:6-8.16-18 Luk 18:9-14
Sir 35:12-14.16-18 2 Tim 4:6-8.16-18 Luk 18:9-14
Hidup yang senantiasa rendah hati, itulah yang berkenan di hadapan Tuhan.
PENGANTAR:
Pernah dalam satu kunjunga ke rumah seseorang yang ada di kota besar, si tuan rumah mengatakan, “Wah pastor, sudah biasa para pastor datang ke rumah ini, dan kalau pastor-pastor berkunjung ke kota ini dan membutuhkan bantuan, selalu memberitahukan ke kita dan bahkan terkadang menginap di rumah ini.” Juga mereka menceritakan panjang lebar beberapa gereja atau paroki yang sudah mereka bantu dalam mencari dana. ‘Uraian dan kesaksiannya’ memang sangat menarik, benar atau tidak hal itu, hanya beliau dan Tuhan yang tahu.
RENUNGAN:
Salah satu kebiasaan kita yang seringkali tanpa sadar kita lakukan adalah sikap membanggakan diri dan membanggakan apa yang telah kita lakukan. Bila kita melakukan sesuatu hal yang baik, seringkali kita berharap agar orang lain mengetahuinya dan mengharapkan pujian dari orang. Bahkan tidak sedikit orang yang dengan cara halus mewartakan perbuatan baiknya. Kata orang, sikap demikian bila sangat berlebihan, biasaya sangat cenderung untuk menilai orang lain dan bahwa akan menganggap orang yang tidak melakukan seperti yang mereka lakukan, akan mereka anggap berdosa. Mungkin hal itu tidak mereka ungkapkan, tetapi dalam hati sikap menilai jelek itu akan ada dalam hati mereka. Hal demikian diperparah juga dengan sikap manusia yang seringkali menggap orang lain itu berguna, baik bila mereka melakukan suatu perbuatan besar, membantu mereka.
Sikap ‘pamer’ atau menyombangkan diri ini juga mungkin sudah mewabah ke dalam Gereja. Tidak sedikit orang yang datang ke Gereja bukan dengan ketulusan hati untuk bersyukur dan memuji Tuhan. Ada orang yang sengaja datang terlambat, lalu maju ke depan dengan santainya padahal upacara sudah di mulai, sehingga banyak orang yang melirik kepadanya dan akhirnya melihat pakaian atau asesoris yang digunakannya. Mungkin itupulah yang diharapkannya, yakni agar semua orang melihat penampilannya dan pakaian yang dikenakannya. Jadi Gereja jadi ajang pamer mode pakaian terbaru. Adapula yang menyumbang Gereja dengan harapan diumumkan. Ketika pastor atau petugas lupa mengumumkannya, orang tersebut langsung marah-marah dan mencak-mencak dan berpikir bahwa sumbangannya sudah disalahgunakan pastor atau pengurus gereja lainnya.
Masih banyak contoh yang kita dapatkan sehubungan dengan sikap pamer dan membanggakan diri, kesalehan diri dan perbuatan baiknya.
Sehubungan dengan hal ini, Yesus sungguh luar biasa dalam mengajarkan bahwa kesombongan tidak berkenan di hadapanNya. Yesus mengajarkannya lewat perumpamaan dua orang yang datang ke Gereja, 1 orang farisi dan 1 lagi seorang pemungut cukai. Orang Farisi itu berada diurutan paling depan dan dalam doanya dia ‘mewartakan dirinya dan kebaikan-kebaikannya. Dia melaporkan kepada Tuhan bahwa dia adalah orang baik. Orang Farisi itu sungguh memuji dirinya benar dan memanggakan dirinya dan apa yang telah dilakukannya. Sedangkan pemungut cukai itu berada di bangku paling belakang dan dalam doanya dia mengakui kesalahan, kedosaannya di hadapan Tuhan. Pemungut cukai itu dengan tunduk dan menepuk dada memohon belaskasihan Tuhan atas kedosaannya.
Dari dua orang itu, justru pemungut cukai itulah yang dibenarkan oleh Tuhan. Sepintas mendengar hal ini, tentu kita berpikir dan bertanya, “Mengapa Tuhan justru membenarkan memuji dan membenarkan pemungut cukai itu? Padahal dia jelas-jelas sudah melakukan perbuatan dosa. Orang Farisi itu dalam doanya jelas-jelas ‘melakukan perbuatan baik’, tapi malah tidak dipuji dan dibenarkan oleh Tuha. Apakah Tuhan mendukung perbuatan jahat?
Tentu maksud dari perumpamaan ini bukan berate Yesus membenarkan perbuatan pemungut cukai, membenarkan perbuatan jahat dan tidak mendukung perbuatan baik. Hal yang mau disampaikan Yesus bukan soal itu, tetapi soal sikap batin dan kerendahan hati di hadapan Tuhan. Apa yang dilakukan oleh orang Farisi itu baik, dan Tuhan pasti mendukung hidup dan perbuatan baik. Kesalahan dan kekurangan dari orang Farisi itu adalah sikap sombong, pamer diri dan kebaikannya di hadapan Tuhan. Kesombangan inilah yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Sikap sombong atau menyombongkan diri, pada dasarnua orang tersebut menganggap hidup dan apa yang dilakukan, keberhasilannya adalah karena perjuangannya, kerja kerasnya, bukan karena kasih karunia atau berkat pertolongan Tuhan. Orang yang demikian biasanya sulit untuk menyadari belaskasih dan karunia Tuhan akan hidup dan keberhasilannya. Sikap sombong pada umumnya akan jatuh pada sikap merasa tidak membutuhkan Tuhan dalam hidupnya. Kalaupun tetap bertahan dalam identitas sebagai orang beriman atau beragama, itu hanya semata-mata karena tuntutan hidup social, bukan karena percaya akan Tuhan yang merupakan sumber hidup dan berkat. Demikian halnya, orang yang senang menyombongkan diri akan jatuh pada sikap menghina atau merendahkan orang lain. Orang demikian akan dengan mudah menilai negative akan orang lain. Dan inilah yang kita dengarkan tadi dalam doa orang farisi tersebut. Orang Farisi itu berdoa bukan terarah pada Tuhan tetapi terarah pada dirinya sendiri dan membicarakan dirinya sendiri.
Lain halnya dalam doa pemungut cukai tadi. Dia menyadari kedosaan dan kehinaannya di hadapan Tuhan dan memohon belaskasihan Tuhan. Ini suatu sikap kesadaran dan pengenalan diri sebagai orang berdosa yang mengharapkan belaskasihan Tuhan atas dirinya. Sikap inilah yang dipuji oleh Tuhan dan dibenarkan, bukan perbuatan jahat yang telah dilakukan pemungut cukai tersebut.
REFLEKSI:
Dengan demikian, lewat warta hari ini kita dapat mengambil suatu permenungan:
1. Sikap rendah hati di hadapan Tuhan, itulah yang berkenan di hadapan Tuhan.
2. Orang yang rendah hati, mengenal diri dan menyadari kedosaannya dan pada akhirnya selalu mengharapkan belaskasihan Tuhan.
3. Sikap rendahati, merupakan awal yang baik untuk pertobatan hidup.
4. Sikap rendah hati terbuka dan sadar akan berkat yang ada pada sesame dan berani menghargai sesamanya.
5. Tuhan tidak hanya melihat apa yang kita lakukan atau yang kelihatan saja, tetapi dia lebih memperhatikan ketulusan dan kerendahan hati kita.
6. Tuhan sungguh Allah yang berbelaskasih, dia selalu siap menyambut kita orang berdosa asal kita dengan tulus hari memohon belaskasiha dari-Nya.
Maka mari kita berlomba untuk bersikap rendah hati, maka hidup kita akan semakin lebih baik. Amin.