Hukum Syariah diterapkan kepada warga non-Muslim
nyetujui hukum kontroversial, qanun tentang Jinayat dan hukum Acara Jinayat, yang mereapkan hukum Islam, yang berlaku bagi umat Muslim dan non-Muslim. Menyusul keputusan tersebut, komunitas Kristen di provinsi ini merasa takut dan khawatir, kata laporan-laporan.
Hukum Syariah biasanya terbatas hanya untuk umat Muslim.
Abdullah Saleh, ketua Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menegaskan bahwa hukum itu secara resmi mulai berlaku setelah Gubernur Zaini Abdullah menandatangani pada Desember lalu dan secara resmi diterapkan mulai tanggal 31 Desember.
Menurut Qanun itu, semua orang yang melanggar hukum tersebut, terlepas dari agama mereka, akan dinilai sesuai dengan hukum Islam. Umat non-Muslim yang melanggar hukum tersebut akan diadili di pengadilan sipil atau pengadilan Islam.
Perwakilan dari Gereja-gereja dan aktivis hak asasi manusia telah menyerukan bahwa UU tersebut, “berbahaya bagi hak asasi manusia dan kebebasan beragama”.
Para aktivis mengkritik cara yang dilakukan oleh kepolisian khusus untuk Syariat. Mereka berpatroli di jalan-jalan untuk memastikan kepatuhan hukum Islam tersebut, terutama pada adat dan kebiasaan masyarakat.
Pihak berwenang telah berulang kali menyerah karena tekanan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang memiliki otoritas terhadap hukum Syariah.
MUI berargumen bahwa hukum itu untuk mengawasi perilaku yang mengganggu kehidupan masyarakat.
Sejak penerapan Syariat Islam di Aceh, kaum perempuan tidak boleh memakai celana ketat atau rok mini. Sebanyak 62 orang, termasuk dua non-Muslim, ditahan dalam beberapa hari terakhir, karena mereka “memakai pakaian yang tidak pantas”.
Sumber: UCA News
Disadur dari: indonesia.ucanews.com Sumber: UCA News
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.