UU Kerukunan akan timbul konflik baru
Romo Antonius Benny Susetyo (kanan)
Keinginan pemerintah akan adanya Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama (UU KUB) mendapat tanggapan dari sejumlah tokoh agama.
Romo Antonius Benny Susetyo, sekretaris eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia menilai produk RUU KUB yang tengah digodok merupakan usaha yang buang-buang waktu saja.
Ia mengatakan, keberadaan undang-undang bukan hal yang tepat dalam menyikapi masalah kerukunan di Indonesia.
Dengan adanya rancangan tersebut, katanya, seakan-akan memperlihatkan bahwa di negeri ini umat beragama sedang tidak rukun. “Saya merasa kalau hal itu diatur justru akan menimbulkan konflik baru,” kata Romo Benny.
Ia mengatakan, kerukunan antarumat beragama sebenarnya telah lama terwujud di Tanah Air melalui hubungan yang terjalin berlangsung secara alamiah.
“Hal yang paling penting sekarang ini bagaimana political will dari pemerintah untuk menegakkan hukum secara tegas. Selain itu, pemerintah harusnya tahu bagaimana berkoordinasi antardepartemen,” tambahnya.
Jadi, bukannya membuat lagi undang-undang baru. “Itu artinya pemerintah kurang kerjaan dan hanya buang-buang waktu,” kata Romo Benny.
“Sepanjang undang-undang itu tidak mengganggu akidah dan tidak mengatur ibadah, itu tidak masalah,” katanya, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Fatah Wibisono, Ahad (16/10).
Ia mengaku belum bisa menentukan sikap. Namun selama draf dalam RUU itu mengatur relasi antarumat beragama, ia anggap tak menjadi masalah. Harus dicermati terlebih dahulu mengenai isinya.
Sementara itu Pendeta Andreas Yewangoe, ketua umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), mengatakan praktik kerukunan beragama terwujud sebelum lahir undang-undang, bahkan negeri ini sekali pun.
Ia menambahkan, lebih baik pemerintah menciptakan undang-undang perlindungan kebebasan beragama daripada kerukunan umat beragama.
Pada 14 Oktober, Menko Kesra Agung Laksono mengatakan bahwa pemerintah mendorong adanya undang-undang kerukunan umat beragama. Intinya, ada dua hal yang bisa masuk di dalamnya, yaitu mengenai tindakan preventif dan represif terkait kerukunan. Meski, ia mengaku masih harus melakukan kajian akademik untuk membuat rancangannya.
Disadur dari: www.cathnewsindonesia.com
Keinginan pemerintah akan adanya Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama (UU KUB) mendapat tanggapan dari sejumlah tokoh agama.
Romo Antonius Benny Susetyo, sekretaris eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia menilai produk RUU KUB yang tengah digodok merupakan usaha yang buang-buang waktu saja.
Ia mengatakan, keberadaan undang-undang bukan hal yang tepat dalam menyikapi masalah kerukunan di Indonesia.
Dengan adanya rancangan tersebut, katanya, seakan-akan memperlihatkan bahwa di negeri ini umat beragama sedang tidak rukun. “Saya merasa kalau hal itu diatur justru akan menimbulkan konflik baru,” kata Romo Benny.
Ia mengatakan, kerukunan antarumat beragama sebenarnya telah lama terwujud di Tanah Air melalui hubungan yang terjalin berlangsung secara alamiah.
“Hal yang paling penting sekarang ini bagaimana political will dari pemerintah untuk menegakkan hukum secara tegas. Selain itu, pemerintah harusnya tahu bagaimana berkoordinasi antardepartemen,” tambahnya.
Jadi, bukannya membuat lagi undang-undang baru. “Itu artinya pemerintah kurang kerjaan dan hanya buang-buang waktu,” kata Romo Benny.
“Sepanjang undang-undang itu tidak mengganggu akidah dan tidak mengatur ibadah, itu tidak masalah,” katanya, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Fatah Wibisono, Ahad (16/10).
Ia mengaku belum bisa menentukan sikap. Namun selama draf dalam RUU itu mengatur relasi antarumat beragama, ia anggap tak menjadi masalah. Harus dicermati terlebih dahulu mengenai isinya.
Sementara itu Pendeta Andreas Yewangoe, ketua umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), mengatakan praktik kerukunan beragama terwujud sebelum lahir undang-undang, bahkan negeri ini sekali pun.
Ia menambahkan, lebih baik pemerintah menciptakan undang-undang perlindungan kebebasan beragama daripada kerukunan umat beragama.
Pada 14 Oktober, Menko Kesra Agung Laksono mengatakan bahwa pemerintah mendorong adanya undang-undang kerukunan umat beragama. Intinya, ada dua hal yang bisa masuk di dalamnya, yaitu mengenai tindakan preventif dan represif terkait kerukunan. Meski, ia mengaku masih harus melakukan kajian akademik untuk membuat rancangannya.
Disadur dari: www.cathnewsindonesia.com
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.