Renungan Hari Sabtu sesudah Rabu Abu : 16 Februari 2013
Yes. 58:9b-14; Mzm. 86:1-2,3-4,5-6; Luk. 5:27-32
BACAAN INJIL:
Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: "Ikutlah Aku!" Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia. Dan Lewi mengadakan suatu perjamuan besar untuk Dia di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya: "Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" Lalu jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat."
RENUNGAN:
Ketika kita merasa sendiri, terasing atau diasingkan orang karena kita dianggap tidak hidup baik dan ada orang yang menyapa kita dengan penuh kasih dan tulus tanpa peduli dengan status kita, ini adalah kebahagiaan yang sangat luar biasa. Bisa saja saking bahagianya, orang itu memiliki semangat hidup dan merasa mendapat hidup baru lagi. Inilah yang dialami oleh Lewi si pemungut cukai.
Lewi bekerja sebagai pemungut cukai. Bagi orang sebangsanya pemungut cukai dianggap pengkhianat karena bekerja untuk penjajah karena menagih pajak dari rakyat untuk diberikan kepada pemerintah penjajah. Pekerjaan itu dianggap sebagai antek-antek penjajah, dan bahkan sebagian pemungut cukai justru mencekik rakyat demi penghasilan dan penjajah. Oleh sebab itulah orang yang bekerja sebagai pemungut cukai dianggap pekerjaan yang tidak dikehendaki oleh Tuhan, pekerjaan yang dianggap dosa sehingga mereka ini dikucilkan, dicela dan dianggap pendosa.
Lewi pemungut cukai mengalami nasib dikucilkan, disingkirkan dan dianggap pendosa. Namun sebenarnya bisa saja dia tidak melakukan seperti yang dilakukan banyak pemungut cukai. Lewi sepertinya menyadari semuanya itu, dia merasakan bagaimana sedihnya hidup yang disingkirkan. Oleh sebab itu ketika Yesus menyapa dia dan bahkan mengajak dia untuk mengikuti Yesus, Lewi begitu bahagia. Lewi tidak menyangka bahwa Yesus yang saat itu dikenal sebagai guru yang hebat dan terkenal, bukan hanya menyapa dia, tetapi mengajak dia untuk mengikuti Yesus.
Lewi sangat bahagia, sebab Yesus yang luar biasa itu tidak seperti yang lainnya menyingkirkan dia, memandang rendah, hina hidup dan pekerjaannya. Rasa bahagia yang luar biasa itu diungkapkannya dengan mengadakan perjamuan makan besar di rumahnya buat Yesus, bahkan Lewi sampai mengundang para pemungut cukai lain dan undangan lain untuk ikut dalam perjemuan itu.
Orang-orang Farisi yang melihat peristiwa itu heran akan sikap Yesus yang mau bergaul dan bahkan makan bersama dengan orang-orang yang dianggap pendosa. Mereka tidak berani menyampaikan secara langsung keberatan mereka kepada Yesus, mereka hanya bersungut-sungut kepada murid Yesus. Yesus menanggapi sungut-sungut mereka dengan mengatakan bahwa Dia datang bukan memanggil orang-orang yang merasa hidupnya benar, tetapi orang-orang bersoa supaya mereka bertobat.
Yesus memang sungguh mengasihi semua orang, Dia menghendaki semua orang bertobat. Yesus tidak pernah memperhitungkan dosa dan kesalahan kita serta status kita yang mungkin dianggap hina, Dia tetap menghasihi kita dan kasih-Nya itu menghendaki agar kita bertobat dan beroleh keselamatan kekal. Dia begitu menghendaki kita bertobat mengikuti Dia.
Oleh sebab itu, betapapun besar kesalahan dan dosa yang kita perbuat, betapapun kita mungkin merasa disingkirkan karena status hidup kita, Yesus tidak pernah melakukan hal demikian kepada kita dan Dia tidak pernah menolak kita. Malahan kepada kita semua Dia berkata, “Mari ikutlah Aku!” Hanya persoalannya, maukah kita mengikuti Dia? Mengikuti Dia berarti kita mau meninggalkan hidup lama kita yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, menggantinya dengan hidup baru seturut kehendak Tuhan.
Kita mungkin sudah yakin bahwa dalam iman kita sudah bertemu dengan Yesus dan merasakan kasih-Nya.
Namun apakah pertemuan itu membuat kita bahagia dan terungkap dalam perubahan hidup kita? Kiranya banyak orang yang menjadi murid Yesus, tetapi tidak merasakan pertemuan dan tidak merasakan kasih Yesus sehingga merasa tidak bahagia dan hidupnya tidak berubah. Mungkin juga banyak diantara kita yang tidak merasakan apa-apa dari iman kita kepada Yesus.
Kalau sekiranya kita sungguh bahagia menjadi murid Yesus, pasti ada perubahan hidup dalam diri kita, hidup seturut kehendak Tuhan dan menaladan hidupnya. Kita yang merasakan bahagia menjadi murid Yesus, juga seperti Yesus yang mengasihi semua orang, juga mengasihi orang-orang yang dianggap pendosa, orang-orang yang merasa diasingkan, disingkirkan atau tersingkirkan dalam hidup ini. Kita mengasihi mereka dan berusaha agar mereka bertobat dan mengikuti Yesus. Apakah hal demikian sudah ada dalam diri kita? Semoga.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.