Pembukaan Kelompok Doa Karismatik
Bukan suatu rahasia bahwa tidak sedikit umat kita yang ‘jalan-jalan’ ke kelompok doa lain karena merasa ibadah umum hari minggu kurang memenuhi kerinduan hatin dalam pengungkapan imannya. Demikian halnya merasa bahwa di paroki tempatnya tidak ada kelompok yang dianggap sesuai dengan hatinya.
Ketika ada umat yang demikian tentu muncullah banyak tanggapan yang cenderung saling mempersalahkan, baik itu mempersalahkan orang tersebut dengan suatu ungkapan yang menyatakan bahwa orang tersebut berarti mau beriman sesuka hatinya, tidak bisa menghayati kedalaman dan keskudusan ibadah hari minggu yakni perayaan Ekaristi. Masih banyak lagi penilaian negative yang pasti ditujukan kepada umat yang demikian. Di pihak lain, pasti ada juga yang mempersalahkan Gereja, Hirarki dengan suatu penilaian tidak menanggapi kebutuhan zaman ataupun kebutuhan umatnya. Ada yang mengatakan bahwa ibadah Gereja itu kolot, monoton, kurang menarik dibandingkan dengan yang ada di tempat lain dan seperti di tempat lain itulah yang sesuai dengan seleta umat saat in. Singkatnya pasti ada saling membenarkan diri dan saling mempersalahkan pihak lain. Kalau hal ini terjadi dan berlangsung, tentu tidak aka nada jalan keluarnya.
Suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa karakter dan pribadi masing-masing orang berbeda-beda. Hal ini tentu juga bisa berpengaruh pada bentuk pengungkapan iman. Menghargai perbedaan pribadi dan karakter memang baik, tetapi bila terlalu melepas dengan sebebas-bebasnya, tentu malah tidak akan ada kesatuan, bisa jadi masing-masing menjalankan seturut seleranya padahal hal itu belum tentu baik dan benar. Jadi tetap harus ada suatu aturan yang baku untuk menjaga kesatuan, tetapi juga terbuka pada keragaman pribadi-pribadi dan berusaha untuk membinanya sesuai dengan iman yang benar. Hal inilah yang telah dan selalu diupayakan oleh Gereja dengan adanya kelompok-kelompok kategorial dalam Gereja, juga termasuk kelompok kategorial dalam doa. Salah satu dari kelompok kategorial yang mau kami maksudkan adalah kelompok doa Karismatik. Kehadiran kelompok doa karismatik ini mengitu menjamur dalam Gereja kita. Tentu bukan karena kepiawain pendiri atau pengurus dalam memperkenalkannya. Tentu juga bukan karena hebatnya kesaksian yang seringkali seakan harus ada dalam kelompok ini. Seakan-akan tanpa adanya kesaksian iman yang ‘hebat’, kelompok itu terasa hambar. Tentu juga bukan karena bahasa Roh yang ceringkali seakan menjadi ciri khas dan ‘nilau jual’ kelompok ini. Tentu juga bukan karena daripada umat lari ke kelompok karismatik lain.
Suatu alasan yang kurang tepat bila Paroki mengadakan kelompok doa karismatik karena daripada lari ke kelompok doa karismatik Gereja lain. Tetapi lebih baik bila karena menyadari bahwa dalam diri umat ada kerinduan untuk mengungkapkan imannya dengan cara yang demikian dan melihat bahwa hal itu adalah termasuk kekayaan hidup beriman dalam iman. Dengan menyadari inilah Gereja merangkul mereka, memberi wadah dan sekaligus membina kelompok ini agar tetap pada ajaran iman katolik yang benar. Inipulalah yang diungkapkan pastor paroki Tigalingga dalam kotbahnya ketika Perayaan Ekaristi sebagai awal dimulainya kembali kelompok doa karismatik di paroki Tigalingga. Kami katakana ‘dimulainya kembali’ karena beberapa tahun sebelumnya, kelompok ini sudah mulai berkumpul dan hendak membentuk diri, tetapi entah karena alasan apa, usaha itu belum sempat terwujud. Namun benih iman dan pengungkapan iman yang demikian tidak terkubur tetapi masih tetap ada. Inilah yang dilihat oleh pastor paroki sehingga bersama dengan Frater Agustinus Nanang Aris Kurniawan O.Carm yang saat ini menjalani masa pastoral di paroki Tigalingga, mencoba mengumpulkan mereka yang sudah hampir tercerai berai. Tawaran ini mereka sambut dengan senanghati dan setelah beberapa kali berkumpul dan mengadakan persekutuan doa di paroki, akhirnnya disepakati untuk membentuk Kelompok Doa Karismatik dengan kepengurusan yang jelas.
Pembukaan kembali dan Peresmian adanya Kelompok Doa Karismatik ini diadakan pada hari Jumat 1 Oktober 2010 dalam perayaan Ekaristi di Gereja Paroki. Dalam perayaan ekaristi ini dihadiri oleh sebanyak 35 orang anggota, beberapa umat yang hadir dan juga anggota kelompok karismatik dari Paroki tetangga yaitu paroki Sidikalang sebanyak 12 orang. Perayaan Ekaristi sungguh berjalan dengan indah, sacral dan meriah, apalagi karena kelompok dari paroki Sidikalang hadir lengkap dengan pemain musiknya. Pemandu lagu-lagu pujian dan music dikomandoi oleh ibu Vera Sinaga dari paroki Sidikalang.
Sesudah perayaan Ekaristi selesai, acara dilanjutkan dengan ramah tamah di aula paroki. Di luar dugaan semula, ternyata di aula bukan hanya minum ala kadarnya, tetapi diadakan makan bersama. Ini terjadi pasti karena sukacita dalam Roh pada kelompok yang dari paroki Tigalingga, karena merasa bergembira bahwa mereka sudah punya kelompok doa di paroki. Sehabis makan bersama, diteruskan dengan pemilihan pengurus yakni ketua, sekretaris dan bendahara. Proficiat dan selamat berdoa dan melayani Gereja.
Ketika ada umat yang demikian tentu muncullah banyak tanggapan yang cenderung saling mempersalahkan, baik itu mempersalahkan orang tersebut dengan suatu ungkapan yang menyatakan bahwa orang tersebut berarti mau beriman sesuka hatinya, tidak bisa menghayati kedalaman dan keskudusan ibadah hari minggu yakni perayaan Ekaristi. Masih banyak lagi penilaian negative yang pasti ditujukan kepada umat yang demikian. Di pihak lain, pasti ada juga yang mempersalahkan Gereja, Hirarki dengan suatu penilaian tidak menanggapi kebutuhan zaman ataupun kebutuhan umatnya. Ada yang mengatakan bahwa ibadah Gereja itu kolot, monoton, kurang menarik dibandingkan dengan yang ada di tempat lain dan seperti di tempat lain itulah yang sesuai dengan seleta umat saat in. Singkatnya pasti ada saling membenarkan diri dan saling mempersalahkan pihak lain. Kalau hal ini terjadi dan berlangsung, tentu tidak aka nada jalan keluarnya.
Suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri adalah bahwa karakter dan pribadi masing-masing orang berbeda-beda. Hal ini tentu juga bisa berpengaruh pada bentuk pengungkapan iman. Menghargai perbedaan pribadi dan karakter memang baik, tetapi bila terlalu melepas dengan sebebas-bebasnya, tentu malah tidak akan ada kesatuan, bisa jadi masing-masing menjalankan seturut seleranya padahal hal itu belum tentu baik dan benar. Jadi tetap harus ada suatu aturan yang baku untuk menjaga kesatuan, tetapi juga terbuka pada keragaman pribadi-pribadi dan berusaha untuk membinanya sesuai dengan iman yang benar. Hal inilah yang telah dan selalu diupayakan oleh Gereja dengan adanya kelompok-kelompok kategorial dalam Gereja, juga termasuk kelompok kategorial dalam doa. Salah satu dari kelompok kategorial yang mau kami maksudkan adalah kelompok doa Karismatik. Kehadiran kelompok doa karismatik ini mengitu menjamur dalam Gereja kita. Tentu bukan karena kepiawain pendiri atau pengurus dalam memperkenalkannya. Tentu juga bukan karena hebatnya kesaksian yang seringkali seakan harus ada dalam kelompok ini. Seakan-akan tanpa adanya kesaksian iman yang ‘hebat’, kelompok itu terasa hambar. Tentu juga bukan karena bahasa Roh yang ceringkali seakan menjadi ciri khas dan ‘nilau jual’ kelompok ini. Tentu juga bukan karena daripada umat lari ke kelompok karismatik lain.
Suatu alasan yang kurang tepat bila Paroki mengadakan kelompok doa karismatik karena daripada lari ke kelompok doa karismatik Gereja lain. Tetapi lebih baik bila karena menyadari bahwa dalam diri umat ada kerinduan untuk mengungkapkan imannya dengan cara yang demikian dan melihat bahwa hal itu adalah termasuk kekayaan hidup beriman dalam iman. Dengan menyadari inilah Gereja merangkul mereka, memberi wadah dan sekaligus membina kelompok ini agar tetap pada ajaran iman katolik yang benar. Inipulalah yang diungkapkan pastor paroki Tigalingga dalam kotbahnya ketika Perayaan Ekaristi sebagai awal dimulainya kembali kelompok doa karismatik di paroki Tigalingga. Kami katakana ‘dimulainya kembali’ karena beberapa tahun sebelumnya, kelompok ini sudah mulai berkumpul dan hendak membentuk diri, tetapi entah karena alasan apa, usaha itu belum sempat terwujud. Namun benih iman dan pengungkapan iman yang demikian tidak terkubur tetapi masih tetap ada. Inilah yang dilihat oleh pastor paroki sehingga bersama dengan Frater Agustinus Nanang Aris Kurniawan O.Carm yang saat ini menjalani masa pastoral di paroki Tigalingga, mencoba mengumpulkan mereka yang sudah hampir tercerai berai. Tawaran ini mereka sambut dengan senanghati dan setelah beberapa kali berkumpul dan mengadakan persekutuan doa di paroki, akhirnnya disepakati untuk membentuk Kelompok Doa Karismatik dengan kepengurusan yang jelas.
Pembukaan kembali dan Peresmian adanya Kelompok Doa Karismatik ini diadakan pada hari Jumat 1 Oktober 2010 dalam perayaan Ekaristi di Gereja Paroki. Dalam perayaan ekaristi ini dihadiri oleh sebanyak 35 orang anggota, beberapa umat yang hadir dan juga anggota kelompok karismatik dari Paroki tetangga yaitu paroki Sidikalang sebanyak 12 orang. Perayaan Ekaristi sungguh berjalan dengan indah, sacral dan meriah, apalagi karena kelompok dari paroki Sidikalang hadir lengkap dengan pemain musiknya. Pemandu lagu-lagu pujian dan music dikomandoi oleh ibu Vera Sinaga dari paroki Sidikalang.
Sesudah perayaan Ekaristi selesai, acara dilanjutkan dengan ramah tamah di aula paroki. Di luar dugaan semula, ternyata di aula bukan hanya minum ala kadarnya, tetapi diadakan makan bersama. Ini terjadi pasti karena sukacita dalam Roh pada kelompok yang dari paroki Tigalingga, karena merasa bergembira bahwa mereka sudah punya kelompok doa di paroki. Sehabis makan bersama, diteruskan dengan pemilihan pengurus yakni ketua, sekretaris dan bendahara. Proficiat dan selamat berdoa dan melayani Gereja.
0 comments:
Post a Comment
Syalom. Terimakasih atas kunjungan dan komentarnya.Semoga Tuhan memberkati para Saudara.